Bergabung dengan klub Mading ternyata tidak seburuk yang Arlena kira. Ia menemukan teman-teman baru dan mulai bisa membaur dengan lingkungan sekitarnya walaupun ia masih agak kagok menyesuaikan cara bicara teman-temannya yang terkesan sopan.
Bergabungnya Arlena dengan klub Mading membuat Arlena dan Bayu sering terlihat bersama. Semakin hari keduanya semakin akrab, tak jarang mereka menghabiskan waktu bersama membahas soal bahan-bahan untuk membuat tampilan Mading sekolah menjadi lebih menarik. Terkadang, Sofi dan juga Reina ikut bergabung.
"Len, malam ini ada waktu nggak?" tanya Bayu saat keduanya berjalan menuju Perpustakaan.
"Malam ini? Kenapa emangnya?" tanya Arlena balik.
"Gue mau nyari kado ulang tahun buat sepupu gue, tapi gue bingung mau ngasih apaan sama dia. Elo mau nggak nemenin gue nyari kado?" ajak Bayu.
Arlena sedikit memikirkan ajakan Bayu. Kalau Erlangga tahu, Arlena pasti akan diinterogasi terlebih dahulu dan di tanyai macam-macam. "Gimana ya, Yu?"
"Elo nggak bisa ya? Kalau nggak bisa nggak papa juga sih, Len. Gue ngerti kok!" tukas Bayu.
Arlena terlihat bimbang.
"Nggak papa kok, Len. Elo pasti bakalan ada kencan kan sama cowok lo?" tanya Bayu. Walaupun terdengar tidak peduli, tapi Arlena bisa menangkap samar nada was-was di pertanyaan Bayu.
"Kencan? Gue? Ya enggaklah, Yu. Gue malem ini nggak ada acara kok!" jawab Arlena.
"So?"
"Yaudah deh gue temenin elo nyari kado, tapi pulangnya jangan malem-malem ya?"
"Oke siap bos. Mau gue jemput jam berapa?"
"Jam empat sore aja ya?"
"Okay."
***
"Mau kemana kamu?"
Arlena nyaris terlonjak mendapat pertanyaan tiba-tiba seperti itu, terlebih pertanyaan itu datang dari balik tubuhnya. Ia mengira Erlangga sedang tidak ada di rumah, karena saat Arlena pulang tadi, Erlangga tidak terlihat dimanapun. Arlena sempat berharap ia bisa pergi tanpa harus mendapat pertanyaan bernada interogasi terlebih dahulu, tapi ternyata ia salah. Arlena mendengus kesal saat Erlangga muncul dari balik tubuhnya.
"Kenapa muncul kayak setan gitu sih? Nggak usah ngagetin orang nggak bisa ya?" gerutu Arlena.
"Habisnya tingkah kamu mencurigakan gitu. Kayak maling yang lagi berusaha kabur!" sahut Erlangga. "Mau kemana sih sore gini udah rapi?"
"Mau pergi."
"Kemana? Sama siapa?"
"Sama temen."
"Cowok atau cewek?" tanya Erlangga curiga.
Arlena menghela napasnya mendapati tatapan curiga ala Erlangga yang menghujam ke arahnya, "Erlangga percaya deh sama aku, lagian aku keluar cuma bentar aja kok. Janji nggak sampai malem pulangnya! Nggak sampai tiga jam!"
"Pasti sama cowok kan perginya? Nggak boleh. Kamu nggak boleh keluar!" tandas Erlangga.
"Erlangga!"
"No, no, no. Sekali nggak tetep nggak, Arlena."
"Tapi kenapa juga sih aku nggak boleh pergi?" tanya Arlena kesal.
"Papa kan belum pulang kerja, Len. Nanti aku bilang apa ke Papa? Kecuali kalau aku ikut kamu, nggak papa deh kamu keluar!" jawab Erlangga.
"Nggak mau!"
"Kalau gitu berarti kamu nggak boleh pergi, lihat aja kalau kamu nekat pergi aku bakal kunciin kamu di luar!" ancam Erlangga.
"Aku bisa masuk lewat pintu belakang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Teen FictionPosesif. Overprotektive. Dua kata itu mampu mendeskripsikan seorang Erlangga di mata Arlena. Membuntuti kemanapun Arlena pergi seolah menjadi kebiasaan bagi Erlangga. Dua kembar ini selalu terlihat bersama. Dimana ada Arlena, di situ pasti ada Erlan...