Rayhan menatap sushi yang disajikan Arlena untuk sarapan keesokan harinya.
"Ini pagi-pagi kok udah sarapan sushi? Kamu beli sushi dimana pagi-pagi gini?" tanya Rayhan heran. Rayhan mencomot sepotong sushi yang ada di dekatnya, walaupun rasanya sudah tak sama seperti semula tapi masih cukup enak dan layak dimakan.
"Ini nih, Pa. Alen tadi malem pesen sushi banyak banget, akhirnya nggak dimakan semuanya."
Arlena melirik Erlangga sekilas. "Habisnya aku kira Erlangga nggak bakalan beliin semuanya. Awalnya kan aku kira nggak serius, Pa. Lagian darimana kamu dapat uang buat bayar semuanya?"
"Kamu nggak tau ya kalau aku selama ini nabung? Emangnya kamu yang boros!" ledek Erlangga.
"Sombong!"
"Udah-udah. Berantemnya dilanjutin nanti aja. Sekarang ayo sarapan dulu!" Rayhan mengulum senyumnya melihat kedua anaknya sudah berbaikan.
"Oh ya, minggu ini Arlena mau nginap di rumah mama. Boleh kan, Pa?" tanya Arlena.
"Boleh banget dong. Papa malah seneng kalau kalian sering-sering nginep di rumah Mama kalian. Kasihan Mama kalian nggak ada yang nemenin."
"Makanya Pa ajak Mama tinggal disini dong. Papa kapan lamar Mama?" sahut Erlangga.
Rayhan yang mendengar celetukan Erlangga otomatis tersedak sushi yang sedang dimakannya. Sesegera mungkin Rayhan meraih segelas air yang berada tak jauh dari tangannya dan meminumnya hingga kosong.
"Kamu tadi bilang apa?" tanya Rayhan salah tingkah.
"Papa kapan menikah sama Mama?" kali ini Arlena menjawab pertanyaan Rayhan.
Mendengar kedua anaknya mengungkapkan keinginan terpendamnya dengan gamblang sukses membuat Rayhan speechless.
"Kalian ini. Memangnya siapa yang bilang kalau Papa suka sama Mama?" elak Rayhan.
"Memangnya siapa yang tanya kalau Papa suka sama Mama? Aku kan tanya kapan Papa lamar Mama, bukan Papa suka atau enggak sama Mama," ucap Erlangga sambil cekikikan.
"Kalian itu yaa... Siapa yang ngajarin kalian pinter ngeles gini?" gerutu Rayhan sebal.
***
"Kamu ngapain lagi ke sini? Belum puas kamu udah buat aku menderita? Sekarang kamu mau ganggu hidup aku lagi?"
Samar-samar Arlena mendengar suara pertengkaran dari rumah Vira. Dan Arlena bisa menebak bahwa suara yang ia dengar tadi adalah suara ibunya. Karena penasaran, Arlena mempercepat langkah kakinya agar segera sampai di rumah Vira.
"Assalamualaikum."
Kedua manik mata Vira membelalak kaget melihat kedatangan Arlena. Arlena mencium punggung tangan Vira dan melihat seorang lelaki asing yang sedari tadi membelakanginya.
"Kamu tunggu di dalam ya, Len," ucap Vira.
Arlena mematuhi ucapan ibunya tanpa banyak bicara.
"Siapa dia, Vira?" tanya lelaki asing itu.
"Bukan urusanmu. Aku nggak mau lagi lihat kamu muncul di rumahku. Sekarang aku mohon kamu pergi dari sini dan jangan ganggu hidupku lagi!" tegas Vira.
"Aku berhak tahu siapa dia, Vira."
"Hak kamu sudah hilang semenjak kamu memutuskan untuk ninggalin aku!" tukas Vira.
"Dia putriku kan?" tanya lelaki asing itu.
"Bukan."
"Jangan bohong, Vira. Dia anakku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Teen FictionPosesif. Overprotektive. Dua kata itu mampu mendeskripsikan seorang Erlangga di mata Arlena. Membuntuti kemanapun Arlena pergi seolah menjadi kebiasaan bagi Erlangga. Dua kembar ini selalu terlihat bersama. Dimana ada Arlena, di situ pasti ada Erlan...