"Arlena, pipi kamu kenapa? Kok kayak memar gitu?" tanya Reina penasaran.
Arlena otomatis menyentuh bekas tamparan Rudi. "Nggak papa kok. Tadi gue nggak sengaja nabrak tembok waktu bangun tidur."
"Beneran?"
"Iya."
"Tapi kok itu kayak bekas pukulan sih, Len?" tanya Reina.
"Ah, cuma perasaan kamu aja kali."
Arlena mengalihkan perhatiannya ke arah lain, berusaha menyembunyikan sikap gugupnya agar Reina tidak curiga. Tiba-tiba dering ponselnya membuatnya kaget. Tanpa melihat id caller yang masuk, Arlena langsung mengangkat telpon.
"Halo?"
'Len, kamu lagi di sekolah kan?'
"Iya, Er. Kenapa?"
'Aku jemput sekarang. Kamu minta izin pulang cepet aja!'
"Hah? Ngapain?"
'Udah jangan banyak tanya, buruan!'
"Eh, tunggu dulu! Kasih tau dulu kenapa!"
'Papa kecelakaan. Sekarang ada di rumah sakit!'
Sesaat Arlena blank, ia bahkan tidak mendengar ucapan Erlangga sebelum menutup telponnya. Ia duduk diam di bangkunya, mencoba mencerna informasi dari Erlangga. Begitu ia mendapatkan kembali kesadarannya, Arlena buru-buru mengemasi barang-barangnya ke dalam tas.
"Re, tolong bilangin ke pak guru ya. Gue pulang duluan. Urgent."
Begitu sampai di pintu gerbang, Erlangga ternyata sudah menunggunya. Tanpa menunggu lama, Arlena naik ke boncengan motor Erlangga dan keduanya pun melesat menjauhi sekolah Arlena menuju rumah sakit tempat Rayhan dirawat.
"Gimana keadaan Papa, Ma?" tanya Arlena dengan nafas terengah-engah.
"Alhamdulillah Papa sudah stabil. Mungkin perlu beberapa hari dirawat inap di sini," jawab Vira.
"Gimana ceritanya sih Ma kok Papa bisa kecelakaan? Bukannya Papa kalau nyetir itu hati-hati?" tanya Erlangga.
"Mama juga belum tau gimana kronologisnya."
Arlena, Erlangga, dan Vira masuk ke dalam ruang inap Rayhan dan melihat Rayhan masih tertidur pulas efek dari obat tidur.
Beberapa jam kemudian. . .
Rayhan membuka matanya dan melihat keluarganya berdiri mengelilinginya.
"Ray, gimana keadaan kamu?" tanya Vira.
"Aku gapapa, Sayang. Maaf ya udah buat kalian khawatir!" gumam Rayhan.
"Biar Erlangga panggil dokter dulu!"
Erlangga keluar meninggalkan kamar rawat Rayhan untuk memanggil dokter. Tak lama kemudian, dokter datang dan memeriksa kondisi Rayhan.
"Syukurlah kondisi pak Rayhan sudah membaik. Tinggal menunggu pemulihan untuk luka luarnya saja," ucap dokter jaga. "Nanti saya akan tulis resep untuk ditebus di apotek rumah sakit. Kemungkinan besok pak Rayhan sudah boleh pulang. "
"Terimakasih, Dokter."
Setelah mengetahui hasil diagnosa dokter, kekhawatiran sudah mulai reda.
"Papa kok bisa sih sampai kecelakaan?" tanya Erlangga.
"Papa juga nggak tahu. Tiba-tiba rem mobil Papa blong."
Arlena sedikit terkejut mendengar jawaban Rayhan. Ia merasa was-was, takut jika yang sedang menimpa Rayhan adalah salah satu ulah Rudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Teen FictionPosesif. Overprotektive. Dua kata itu mampu mendeskripsikan seorang Erlangga di mata Arlena. Membuntuti kemanapun Arlena pergi seolah menjadi kebiasaan bagi Erlangga. Dua kembar ini selalu terlihat bersama. Dimana ada Arlena, di situ pasti ada Erlan...