"Lho? Papa mau kemana? Kok udah rapi pagi-pagi gini? Papa ada kerjaan mendadak? Atau Papa lupa kalau ini hari Sabtu?" berondong Arlena.
Rayhan yang sedang berusaha menggulung lengan kemeja panjangnya menoleh dan menemukan tatapan Arlena yang heran. Ia menghampiri Arlena dan duduk di sebelahnya. Tanpa diminta, Arlena membantu Rayhan merapikan lipatan kemeja Rayhan.
"Pa, kok diem aja sih? Papa mau kemana?" desak Arlena.
"Gimana Papa mau jawab pertanyaan kamu, Sayang, kalau kamu tanyanya kayak lagi interogasi penjahat gitu? Satu-satu dong kalau mau tanya," canda Rayhan.
"Papa mau kemana pagi-pagi udah rapi?" tanya Arlena.
"Papa mau keluar sebentar."
"Ada kerjaan mendadak?"
"Enggak."
Alis Arlena berkerut bingung mendengar jawaban Rayhan. Ia mengamati penampilan Rayhan sekali lagi. "Kalau bukan urusan kerjaan, terus Papa mau kemana dong?"
"Papa mau ketemu sama Mama."
Rayhan menatap Arlena lekat, menilai reaksi Arlena. Tapi hingga beberapa menit, Arlena hanya diam dengan ekspresi terkejut mendengar jawaban Rayhan.
"Maksud Papa," Arlena menelan ludahnya dengan susah payah, "Mama kandung Alen?"
Rayhan mengangguk sambil mengelus puncak kepala Arlena. "Ada yang mau kamu sampaikan buat Mama kamu?"
Arlena tidak menjawab pertanyaan Rayhan. Ia meremas-remas ujung bajunya dengan gelisah. Rayhan yang mengetahui kegundahan Arlena kemudian meraih kepala Arlena dan memeluknya.
"Nggak papa kok, Sayang. Papa ngerti apa yang kamu rasakan! Papa berangkat dulu ya!"
Rayhan bangkit berdiri. Baru beberapa langkah ia pergi, suara Arlena menghentikan langkahnya. "Pa?"
"Iya, Sayang?"
"Alen boleh ikut ke rumah Mama?"
***
Mobil Rayhan berhenti di pinggiran kota. Tepatnya di depan sebuah rumah sederhana dengan halaman yang sangat luas dan teduh. Rayhan turun dari mobil diikuti Arlena. Arlena menatap sekeliling rumah itu. Di depan rumah itu, ada sebuah pohon besar dengan sebuah rumah pohon mungil di atasnya. Arlena begitu terpesona dengan warna hijau yang mendominasi halaman rumah itu. Beberapa bunga mawar tumbuh subur di pekarangan. Arlena masuk ke dalam halaman dan berhenti tepat di balik punggung Rayhan yang sudah mengetuk pintu dengan tidak sabar.
Tak lama kemudian muncul seorang wanita paruh baya yang membukakan pintu. Wanita itu masih terlihat cantik walaupun wajahnya tidak tersapu make up.
"Rayhan?"
"Vira, coba tebak aku datang sama siapa?" ucap Rayhan senang.
"Sama siapa?"
Rayhan menggeser tubuhnya sehingga Vira bisa melihat sosok Arlena. Kedua bola mata Vira membelalak tidak percaya melihat dirinya versi lebih muda berdiri di depannya. Perlahan, Vira melangkah mendekati Arlena.
"Mama?" gumam Arlena serak.
Mendengar Arlena memanggilnya 'Mama' membuat tangis Vira pecah. Vira menarik Arlena ke dalam pelukannya. Saat-saat yang sudah lama ia nantikan akhirnya tiba. Vira merasa sangat bersyukur, akhirnya ia bisa bertemu dengan putrinya.
"Kamu sudah besar, Nak?"
"Iya, Ma." Airmata sudah membasahi kedua pipi Arlena. "Mama apa kabar?"
Pertemuan pertama antara ibu dan anak membuat hati Rayhan terenyuh. Matanya berkaca-kaca, tapi di bibirnya tersungging sebuah senyuman melihat kedua wanita yang berarti di hidupnya menangis karena bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Teen FictionPosesif. Overprotektive. Dua kata itu mampu mendeskripsikan seorang Erlangga di mata Arlena. Membuntuti kemanapun Arlena pergi seolah menjadi kebiasaan bagi Erlangga. Dua kembar ini selalu terlihat bersama. Dimana ada Arlena, di situ pasti ada Erlan...