"Er."
"Hmm."
"Mama sama Papa cocok ya?"
"Iya."
"Gimana kalau kita jodohin Mama sama Papa? Kamu setuju nggak?" tanya Arlena.
Arlena menatap Erlangga yang sedang asyik main game dengan antusias. Erlangga tidak menghiraukan pertanyaan Arlena. Melihat sikap Erlangga yang tak mau tau, Arlena merasa kesal. Ia merebut ponsel Erlangga dan menjauhkan benda itu dari jangkauan Erlangga.
"Kamu apa-apaan sih, Len? Aku kan lagi main. Kalau nanti aku kalah gimana?" protes Erlangga. "Balikin ponsel aku!"
"Nggak mau. Aku kan lagi ngomong sama kamu. Masa kamu nggak ngerespon pertanyaanku sih?" sahut Arlena.
"Iya tapi kembalikan dulu ponsel aku."
"Nggak mau."
"Alen!"
"Enggak."
Perdebatan sengit antara Erlangga dan Arlena berlangsung hingga kemudian Arlena mengalah dan mengembalikan ponsel milik Erlangga dengan dongkol.
"Tuh kan aku kalah! Gara-gara kamu sih!" protes Erlangga.
Arlena mengabaikan protes dari Erlangga dan memilih keluar dari kamar Erlangga. Arlena duduk di sebelah Rayhan yang sedang menonton televisi sambil menggerutu. Rayhan menatap putrinya heran.
"Ada apa, Sayang? Kok mukanya cemberut gitu?" tanya Rayhan.
"Nggak papa, Pa. Alen lagi kesal aja sama Erlangga. Diajakin ngobrol malah asyik sama gamenya," jawab Arlena.
"Kalau gitu, sini ngobrol sama Papa aja."
"Nggak mau ah."
"Lho kenapa?"
"Alen udah nggak mood ngobrol lagi," kilah Arlena.
"Emangnya kalian lagi ngobrolin apa sih?" tanya Rayhan acuh tak acuh.
"Rahasia dong, Pa."
"Kok sekarang kamu main rahasia-rahasiaan sih sama Papa?" protes Rayhan.
"Ini tuh girl's talk, Papa!"
"Emangnya sejak kapan Erlangga jadi cewek?" tanya Rayhan.
"So, it means sibling's talk."
Rayhan mengacak-acak rambut Arlena mendengar jawaban asal Arlena. "Kamu laper nggak? Makan yuk?"
"Delivery order aja, Pa. Aku lagi pengen Pizza."
"No junk food, Dear."
"Kan nggak setiap hari, Papa. Hari ini aja deh. Boleh ya? Pleaseeee. . ." Arlena mengeluarkan tatapan memelasnya untuk membujuk Rayhan.
"Tapi janji hanya untuk hari ini ya?" ucap Rayhan memastikan.
"Aye-aye, Capt!"
***
"Divo?"
Arlena tidak bisa menyembunyikan wajah sumringahnya ketika melihat sosok Divo sedang menunggu di dekat gerbang sekolahnya. Arlena mempercepat langkah kakinya menghampiri cowok yang sudah beberapa hari tak menampakkan batang hidungnya itu.
"Hai, Divo!" sapa Arlena.
"Hei. Kamu apa kabar?" tanya Divo membalas sapaan Arlena sambil menyunggingkan senyumnya.
"Aku baik. Kamu sendiri apa kabar?" sahut Arlena.
"Aku baik juga," ucap Divo. "Kamu ada acara nggak habis ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Teen FictionPosesif. Overprotektive. Dua kata itu mampu mendeskripsikan seorang Erlangga di mata Arlena. Membuntuti kemanapun Arlena pergi seolah menjadi kebiasaan bagi Erlangga. Dua kembar ini selalu terlihat bersama. Dimana ada Arlena, di situ pasti ada Erlan...