Arlena menatap keluar kaca jendela mobil dengan tatapan menerawang. Baru saja ia merasakan bahagia saat melihat pernikahan orangtuanya, tapi kini ia harus tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya.
"Kamu bisa memanggilku Papa. Dari dulu aku ingin seseorang bisa memanggilku Papa!" ucap Rudi memecah keheningan.
"Aku hanya punya satu Papa. Dan itu adalah Papa Rayhan," tegas Arlena.
"Kalau begitu Ayah. Panggilan 'ayah' juga tidak buruk!" ucap Rudi.
Arlena tidak menanggapi ucapan Rudi, ia memilih tetap diam.
"Walau bagaimanapun aku tetaplah ayahmu. Suka tidak suka, mau menerima atau tidak, kamu harus menghormatiku. Itulah kenyataannya! Dan sekarang kamu akan tinggal bersamaku. Kamu harus mengikuti aturan yang ada di rumahku, salah satunya dengan berhenti menyebut nama pria brengsek itu di hadapanku!" kata Rudi mulai kesal karena sikap Arlena.
"Pada akhirnya Anda telah menunjukkan bagaimana sifat asli Anda. Sekalipun kenyataan mengatakan bahwa Andalah ayah kandung saya, hal itu tidak akan mengubah pandangan saya. Karena bagi saya, ayah saya hanyalah Rayhan Hadiwijaya. Bukan Anda maupun orang lain!" sahut Arlena.
"Apakah si Brengsek itu tidak pernah mengajarimu bagaimana cara berbicara dengan orang yang lebih tua darimu? Kenapa kamu sangat kurang ajar?" tanya Rudi.
Sesampainya di kediaman Rudi, dengan tidak sabar Rudi menarik pergelangan tangan Arlena dengan paksa dan menyentak tubuh Arlena begitu sampai di ruang tengah. Arlena tidak siap menerima sikap Rudi sehingga ia jatuh membentur lantai.
"Mungkin kamu perlu belajar bagaimana caranya bersikap tidak kurang ajar pada ayah kandungmu sendiri!" ucap Rudi.
Arlena menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan benci. Tak lama berselang, muncul wanita dari dalam rumah tersebut.
"Siapa wanita ini, Pa?" tanya wanita itu.
"Dia putriku dengan Vira."
"Vira?" Wanita itu menatap Arlena tajam. Jelas sekali bahwa wanita itu membenci ibunya karena ia tidak menyembunyikan sorot tak suka di kedua bola matanya. "Lalu kenapa kamu bawa anak ini kesini?"
"Mulai hari ini dia akan tinggal disini."
"Apa? Ngapain dia tinggal sama kita?" tanya wanita itu.
"Karena aku mau dia tinggal di sini."
Setelah mengucapkan itu, Rudi meninggalkan Arlena bersama dengan wanita itu.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu.
"Arlena, Tante."
Sinta menatap gadis dihadapannya tanpa bersuara. Ia bisa menangkap gestur ketakutan di tubuh Arlena tapi ia lebih memilih tidak menanggapinya. Ia tidak suka dengan penghuni baru di rumahnya, terlebih Arlena ada hubungan dengan masa lalu suaminya tapi kedatangan Arlena sendiri atas keinginan suaminya dan ia tidak bisa menolak keinginan suaminya yang keras kepala itu.
"Semoga kamu betah disini."
Arlena tidak mengharapkan sambutan yang lebih ramah keluar dari mulut Sinta, tapi ia juga tidak berharap akan tinggal seterusnya di rumah itu.
***
"Alen!"
Arlena sedikit terkejut menyadari Erlangga sudah menunggunya di pintu gerbang sekolahnya. Erlangga menghampiri Arlena dan keduanya duduk di luar pos satpam sekolah.
"Kamu nggak papa kan?" tanya Erlangga.
Arlena mengangguk. "Papa sama Mama gimana, Er? Mereka baik-baik aja kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Teen FictionPosesif. Overprotektive. Dua kata itu mampu mendeskripsikan seorang Erlangga di mata Arlena. Membuntuti kemanapun Arlena pergi seolah menjadi kebiasaan bagi Erlangga. Dua kembar ini selalu terlihat bersama. Dimana ada Arlena, di situ pasti ada Erlan...