Accident

2.7K 247 9
                                    

Sabtu, 31 Oktober 1953

"Trissta.. Ayo kita bicarakan nilaimu.. Akhir akhir ini nilaimu menurun ya? Padahal dulu psikolog bilang kamu pintar.." Rox mengetuk pintu kamar anaknya itu perlahan dengan lemah. Di tangan kanannya terdapat hasil hasil pekerjaan milik Trissta. Masih tidak mengerti apa yang membuat anaknya menakuti Gabbie, karena ia tidak menceritakannya, hatinya masih meminta jawaban yang pasti dari anaknya itu.

Sudah 30 menit lebih Rox berdiri didepan kamar anaknya. Bahkan pembantu yang ingin masuk membersihkan kamar Trissta saja tidak diizinkan masuk olehnya. Kaki Rox mulai bergetar tanda tidak sanggup untuk berdiri lebih lama lagi. Karena lelah, ia memutuskan untuk meninggalkan kamar anaknya untuk beberapa saat.

"Dinner sudah siap, jika kamu lapar keluar dan turun ke ruang makan ya, papa dan mama mau makan dulu.." Rox mengharapkan jawaban dari anaknya, tetapi hanya dinginnya angin AC koridor yang ia dapatkan. Dengan berat hati, ia melangkahkan kakinya menjauh dari depan kamar Trissta.

Sementara didalam kamarnya, Trissta mulai berbicara kembali kepada seseorang bersuara sangat berat.

"Kau adalah anakku, Anak perempuanku."

"Kau selalu mengatakan itu kepadaku.. Tapi apa kau yakin?"

"Tentu saja. Aku sangat menyayangimu. Aku hanya ingin kau melakukan sesuatu yang sangat mudah untukku, Trissta. Dengan itu aku akan sangat menyayangimu"

"Sebutkan saja.. Aku akan melakukannya untukmu.. Aku ingin membanggakanmu, menjadi yang terbaik." Trissta memandang sosok dihadapannya yang sedang duduk di kursi belajarnya dengan lengan dilipat dan kaki yang dinaikkan sebelah, menggunakan pakaian yang sangat rapih berwarna hitam, atau dapat disebut sebagai jas.

Tentu saja yang dihadapannya itu bukanlah Christopher, walaupun keduanya memiliki postur yang berwibawa, tetapi lelaki ini bukanlah Christopher. Trissta tau itu.

~~~~~~~~~||~~~~~~~~

Senin, 2 November 1953, 06:15

"3 pembantu, 2 pelayan, 2 sekertaris, 2 supir, 1 juru masak, 1 tukang kebun, 1 dokter pribadi dan 1 guru privat.. Apa itu cukup untukmu, ayah?"

"Tidak. Kau harus kuat untuk seluruhnya."

"Aku akan mencobanya.." Ujar Trissta pada lelaki misterius yang mengunjunginya tepat di pagi hari setelah ia bangun dari tidurnya.

Trissta mulai mengganti piyamanya dengan baju dress abu-hitam-putih dan berjalan ke arah ruang makan dengan mata yang terus menatap tajam ke segala penjuru ruangan.

"Selamat pagi, Trissta! Bagaimana harimu?" Ujar salah satu pembantu yang bernama Henne. Trissta tidak menjawab sedikitpun pertanyaan Henne dan berjalan lurus ke arah tangga, seperti menganggap Henne tidak ada.

Semua orang di rumah sudah terbiasa diperlakukan seperti itu oleh Trissta. Apalagi Trissta bersikap seperti itu setiap hari. Orang orang hanya harus tetap bersikap baik padanya dan tidak memarahi atau bahkan mendengus karena perlakuannya. Jika tidak, orangtua Trissta pasti akan memecat mereka tanpa memberikan uang.

Orangtua Trissta memang terkenal sedikit sombong juga sedikit pelit juga mudah marah, kecuali kepada anaknya. Mereka sangat tegas dan bertanggung jawab hingga mereka selalu sukses dalam segala bisnis. Tidak heran mengapa mereka bisa menjadi orang terkaya di kotanya.

"Good morning, Trissta!" Sambut Christopher dan Rox dari ruang makan. Mereka baru saja duduk saat anaknya mendatangi mereka. Tatapan Trissta masih sama seperti biasanya, tajam. Christopher dan Rox tidak dapat berkata apa apa lagi dan hanya dapat tersenyum.

"Kami paham jika kamu masih tidak ingin bicara, tapi kalau kamu mau kita hari ini bisa jalan jalan ke manapun yang kamu mau. Universal? Disney land? Kamu hanya tinggal menunjuknya. Yay or nay?"

TRISSTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang