Precious Little Girl

4K 302 5
                                    

Dia bukan hanya sekedar anak kecil.

Dia bukan hanya sekedar anak perempuan.

Kalian tidak menyadarinya.

Dia adalah bencana.

Berhati - hatilah..

Aku sudah memperingatimu.

~~~~~~||~~~~~~

Kamis, 3 April 1947

"It's a girl!"

Seorang dokter mulai membesarkan nada bicaranya dalam perasaan senang dengan kedua tangannya yang memegang bayi perempuan yang baru saja lahir. Ayah dari sang bayi tersenyum lega menatap anaknya dan istrinya yang ada disampingnya, terbaring lemah dengan senyuman yang ada di wajahnya.

Sang dokter memberikan bayi perempuan itu kepada ibunya secara perlahan dan sang ibu menatap wajah bayinya dan tersenyum lebih senang dari sebelumnya, seakan akan kelelahan dan kesakitannya hilang dalam sekejap mata.

"Aku akan memberikannya nama Trissta. Trissta Everett." Ucap sang ibu dengan air mata yang turun perlahan lahan dari kelopak matanya.

"Ia pasti akan menjadi anak yang dapat membanggakan kita berdua suatu hari."

Sang ayah mencium kepala istrinya dan anaknya yang sangat dia sayangi, terbayang ia akan membawa buah hatinya itu ke rumahnya dan menjadi keluarga kecil yang sempurna.

~~~~~||~~~~~

Minggu, 1 Juni 1951

"Dimana Trissta?"

"Ia masih bermain dengan boneka yang kau belikan di dalam kamar. Kau terlalu banyak memberinya mainan. Jangan terlalu memanjakannya seperti itu.."

"Aku memberinya mainan sebanyak itu karena aku bangga padanya. Dia bisa masuk SD pada umur 4 tahun karena kepintarannya dan kemampuan otaknya. Apa itu salah?"

"Bukan salah. Ia hanya tidak pernah bersosialisasi dengan seumurannya. Bahkan di sekolah dia lebih memilih sendirian. Dia masih sangat muda dan dia memang tidak mau memulai percakapan."

"Jika ia merasa terganggu, ia mungkin akan aku panggilkan guru untuk home schooling. Apa kamu harus memikirkan segalanya hingga menjadi terbelit belit seperti ini, Rox?"

"Tidak juga, Christopher. Baiklah, aku seharusnya memang tidak berlebihan."

"Asalkan anak kita senang, tidak masalah untuk membuatnya tetap seperti itu. Iya kan?"

Christopher, sang ayah dari Trissta mulai membuka pintu kamar anaknya perlahan, tidak ingin mengganggu anaknya yang sedang asyik bermain. Ia dapat melihat senyuman manis anaknya dari balik pintu. Ia sedang memainkan boneka - bonekanya di atas kasur berwarna pink tuanya itu.

Wajah Trissta sangat bahagia dan senyumannya sangat lebar, membuat hati kedua orangtuanya selalu hangat setiap menatap wajahnya,

Mungkin Trissta memang ditakdirkan menjadi anak yang dapat membuat orangtuanya bahagia setiap waktu.

"Papa! Mama! Ayo, main yuk sama Trissta?" Sapa anak itu dengan senyumannya. Tangannya melambai lambai kepada kedua orangtuanya yang kemudian memasuki kamarnya.

Benar - benar bahagia memiliki keluarga kecil yang akur seperti ini.

~~~~~||~~~~~

Selasa, 5 Mei 1953

Rox terus memperhatikan anaknya yang mulai bersikap agak aneh sejak ulangtahunnya yang ke-6. Ia tidak pernah melihat lagi senyuman manis di wajah anaknya juga ia tidak pernah melihat anaknya begitu aktif lagi.

Sekarang Trissta lebih cenderung pendiam, tidak pernah tersenyum dan lebih suka mengurung diri di kamar sambil menggambar di kertas bekas yang diberikan oleh ayahnya.

Walaupun orangtuanya sudah membelikan apapun yang Trissta inginkan walaupun ia tidak memintanya, Trissta tidak tersenyum riang dan berteriak terimakasih kepada orangtuanya seperti dulu.

Ia hanya membuka bungkus kadonya dan berkata terimakasih dengan suara yang sangat kecil, bahkan nyaris tidak terdengar. Wajahnya tidak terlihat bahagia dan excited seperti dulu.

Karena itu, Rox dan Christopher mulai khawatir dengan anaknya dan mencoba menghiburnya berkali kali.

Tetapi segala hiburan gagal. Mereka sudah menghabiskan banyak jumlah uang untuk anaknya, walau mereka tidak masalah karena mereka merupakan keturunan dari orang yang terkaya pada masa ini. Namun, Anaknya tidak juga menampakkan wajah cerianya.

Wajah Trissta sejak kemarin - kemarin terlihat seperti marah dan sangat sinis, seperti yang tidak ingin bertemu atau bertatap muka dengan siapapun.

Sejak homeschooling kali ini, ia tidak lagi aktif menjawab pertanyaan gurunya seperti dulu. Dulu ia sangat pintar dan aktif, tetapi sekarang keaktifannya perlahan meredup, menjadi seorang anak perempuan yang terlihat seperti selalu berkabung.

"Trissta, ayo kita makan bareng.. Kamu selalu suka makan bareng kan? Mamamu udah masakin makanan kesukaanmu lho.."

Christopher mencoba mengetuk kamar anaknya perlahan lahan, tetapi tidak ada jawaban dari anaknya. Yang dapat ia dengar dari luar pintu hanya suara helaan nafas dan langkah kaki yang terdengar sangat lambat.

Trissta membuka pintu kamarnya dan menatap ayahnya yang menunjukkan senyuman kepada anaknya. Trissta malah mengacuhkan senyuman dari ayahnya dan melangkah melewatinya.

Hati Christopher benar benar merasa sedih kali ini. Melihat anaknya yang biasanya ceria sekarang menjadi pendiam dan pemalas. Bahkan menyapa dirinya saja, anaknya tidak mau.

Apalagi Rox, melihat sifat anaknya berubah drastis seperti itu sangat menghancurkan hatinya. Entah apa yang sudah dialami anaknya hingga ia menjadi seperti itu.

Kadang mereka ingin sekali menemukan orang yang dapat membantu Trissta jika memang anak kesayangannya itu memiliki masalah. Mereka hanya ingin anaknya kembali ceria seperti semula. Anak periang dan manis, juga murah senyum yang mereka tau.

TRISSTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang