Rabu, 4 November 1953. 21:12
"Para detektif itu masih tidak menyerah, mereka bilang kasus tersebut masih bukan suatu kecelakaan yang tidak disengaja.."
"Walaupun tidak ada salah satu dari anggota rumah yang terlihat mencurigakan?"
"Aku juga tidak mengerti. Memang semua itu terlalu ganjil jika disebut sebagai kecelakaan.. Tetapi..."
Christopher dan Rox terus berdiskusi di ruang kerja milik Christopher tanpa memperhatikan bahwa anak mereka sedang memperhatikan mereka dari balik pintu.
Semakin yakin pula Christopher dan Rox bahwa kejadian tersebut adalah kecelakaan biasa.
"Aku rasa Trissta tidak boleh tau soal ini.. Ia sudah cukup ketakutan.. Aku tidak ingin dia makin menutup dirinya."
"Aku setuju denganmu, Rox. Trissta tidak akan terlibat dengan masalah ini. Aku janji."
"Sepertinya kita harus menghiburnya suatu hari. Ia pasti akan memikirkan ini berhari hari. After all, ia hanya anak kecil biasa. Anak kita.. Aku tidak ingin dia trauma.."
"Aku tau Rox.. Kau sudah berkata seperti itu beribu - ribu kali hari ini.."
Tatapan tajam Trissta dari balik pintu tidak dihiraukan oleh kedua orangtuanya yang terus berdebat karena dirinya. Dengan perasaan bangga kepada dirinya sendiri, Trissta mulai kembali berjalan kembali ke dalam kamarnya untuk bersiap tidur.
Suara suara aneh yang ada disekitarnya tidak ia hiraukan dan dalam hatinya ia terus berjanji bahwa ia akan membanggakan 'ayah' nya.
------||------
Kamis, 5 November 1953. 00:01
Trissta terbangun dari tidurnya dengan kelopak mata yang bahkan memaksanya untuk kembali tidur. Tetapi ada pula yang menginginkannya terbangun.
Trissta mulai bangkit dari kasurnya dan berdiri sambil merapihkan rambut cokelat panjangnya. Tak ia sadari seseorang menduduki kursi didepan meja belajarnya, menghadap lurus ke arah Trissta.
Beberapa lama kemudian, setelah Trissta sadar dari tidurnya, ia mulai dapat melihat kembali sosok yang pernah ia lihat sebelumnya. Orang yang mengaku bahwa ialah ayah Trissta yang sebenarnya. Orang dengan setelan jas dan tanduk.
"A-ayah...?"
'Iya, ini aku, ayahmu. Well done.'
"Apa aku telah membuatmu bangga..?"
'Tentu saja belum. Kau kira aku bangga hanya karena kau dapat memberikan 1 jiwa padaku? Belum. Walau sudah cukup baik untuk anak seumuranmu dapat menyamarkan pembunuhan. Tetapi kau pasti sudah tau apa yang aku berikan padamu.'
"No.."
'Kekuatan yang kau gunakan. Apa kau sudah lupa, dan tidak ada terimakasih untukku?'
"Kekuatan.. Saat didapur..? Kekuatan itu..?"
'Yeah, ternyata kau masih ingat. Gunakan itu agar kau tidak perlu bersusah payah. Tetapi aku menginkanmu menggunakannya dengan bijak.'
"Baiklah ayah.."
Trissta terus menatap lurus ke sosok yang ada dihadapannya tanpa ekspresi sedikitpun hingga sosok tersebut menghilang dari pandangannya.
Tidak ada pikiran cemas ataupun takut yang mengelilingi kepala gadis kecil itu. Dengan apa yang ia lakukan sebelumnya berhasil ia samarkan, ia dapat melakukannya kembali tanpa terlihat mencurigakan bagi siapapun.
Dengan perasaan tidak sabar, ia mulai mengendap keluar dari kamarnya. Dapat ia dengar beberapa suara langkah kaki hingga ia berhenti di depan ruangan yang tertutup rapat. Ia dapat mendengar suara langkah tersebut lebih jelas lagi. Ia sedang berada didepan ruangan asisten dari Christopher. Suara langkah kaki tersebut mulai menghilang saat dimulainya percakapan kecil dari balik pintu.
"Kau ini bagaimana sih?! Aku hanya meminta segelas teh!"
"Iya saya mengerti.. Tetapi apakah ini tidak terlalu malam..? Saya butuh sedikit istirahat.."
"Hanya segelas teh! Cepat buatkan untukku!"
"Baiklah.."
Dengan berhentinya percakapan tersebut, Trissta sigap berlari ke samping rak buku untuk bersembunyi. Terdengar kembali suara decitan pintu dan suara hempasan nafas kesal.
"Ugh dasar perempuan egois. Mengapa harus segalanya dikerjakan olehku? Segelas teh, cemilan, membuka gorden dan mesin tik. Segalanya olehku. Padahal dia bahkan bukan majikanku. Dasar mrs. Carlton.."
Dari suara tersebut, Trissta dapat meyakinkan dirinya bahwa itu adalah suara salah satu dari pembantunya, yaitu Henne. Ia dan salah satu sekertaris Christopher memang tidak terlalu akrab. Sekertaris tersebut yaitu Jess Carlton. Sekertaris yang paling keras kepala dan malas tetapi sangat ambisius.
Mengetahui apa yang akan ia lakukan beberapa minggu kedepan untuk Henne dan Carlton, Trissta tersenyum pada dirinya sendiri dan kembali mengendap kembali kedalam kamarnya.
Ia makin merasa percaya diri bahwa dirinya akan membanggakan 'ayah' nya kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRISSTA
HorrorTrissta Everett, seorang anak perempuan dari orangtua yang sangat mapan pada waktunya itu adalah anak yang sangat periang hingga umurnya menginjak 6. Entah apa yang sedang dia alami hingga ia berubah dan membuat orangtuanya khawatir. Ternyata, ia se...