Akulah Putrinya Malam Ini

238 9 1
                                    

Frekuensi makan siang kami meningkat dengan pesat sejak dua minggu terakhir ini. Mulai dari restoran bintang lima, hingga akhirnya ke warung pecel lele kesukaanku.

Rain adalah pria yang fleksibel, baik, serta memiliki banyak topik yang sangat menarik. Aku merasa nyaman berada di dekatnya. Sebuah kenyamanan yang berbeda dari yang aku rasakan terhadap kakak. Ia juga sangat perhatian terhadapku.

Kami menjadi semakin akrab dari hari ke hari.

"Hai, Moirae.", panggil seseorang dari belakangku.

Aku menoleh, Rain tentu saja. Siapa lagi yang pernah memanggilku Moirae kalau bukan dia?

"Hai, Zeus!", jawabku bersemangat.

"Nanti malam bisa dinner sama aku?", tanya Rain langsung.

Aku berpikir sejenak tentang jadwalku hari ini. Tidak ada jadwal apa-apa. Pulang sekolah aku bisa memasakkan kakak makanan untuk nanti malam sekalian.

"Oke. Nanti jam berapa?", tanyaku kepada Rain sambil tersenyum. Gembira sekali aku.

"Nanti aku jemput jam 7 ya, Moirae. Kamu harus cantik malam ini.", jawabnya lembut sambil mencubit hidungku.

-----

18.57

Akhirnya ia tiba. Rain turun dari mobilnya dengan memakai kemeja merah maroon, celana panjang hitam, dengan gaya rambut pomade yang membiusku. Ia terlihat lebih tampan dan keren daripada Edward Cullen (Vampir dari serial Twilight Saga). Sungguh, aku siap untuk mati malam ini.

"Hai, kamu cantik sekali.", sapa Rain melihatku dari ujung rambut hingga ujung heels-ku.

Aku tersenyum.

Ia menggandengku menuju mobilnya, membukakan pintu, dan menyuruhku masuk ke dalam. Aku merasa seperti putri.

"Kamu ikut aku ya malam ini.", ajak Rain sambil menatapku dalam senyuman manis yang teramat manis hingga aku meleleh.

"Kemana dulu?", jawabku menawar sambil menyungging.

Ia tersenyum, tak merasa ter-skakmat olehku.

"Ke Olympus, ketemu dewa-dewa Yunani!", jawabnya yakin dan penuh percaya diri. Ia pun langsung menancapkan gasnya, dan mobilnya melaju meninggalkan rumahku dan kakak yang berada di dalam.

Perjalanan kami berangsur singkat. Tidak ada macet, halangan, atau apalah, seperti sudah direstui oleh Zeus sendiri.

Kami berhenti di sebuah restoran. Bintang lima lagi. Kesukaan Rain. Ia membukakan pintu mobilnya untukku dan menggandengku keluar. Aku benar-benar tersipu malam ini. Sungguh.

Restoran itu memiliki fasilitas danau sintesis yang ada perahu seperti yacht yang sangat terkenal di kota. Ingin naik perahu itu saja harus rela mengantri berjam-jam, atau bahkan harus booking hingga berhari-hari sebelumnya. Namun malam ini, Rain benar-benar menjamuku seperti putri. Aku tak harus menunggu hingga berjam-jam atau berhari-hari untuk menaiki satu perahu berwarna putih di atas danau sintesis di restoran bintang lima yang terkenal di kota. Akulah putrinya malam ini.

Ia mengajakku untuk naik ke dalam perahu dan segeralah perahu itu dijalankan. Kami menikmati pemandangan malam di sekitar restoran itu. Begitu banyak mata yang melihat ke arah kami. Begitu banyak pula bintang yang berkilap memeriahkan malam ini. Aku merasa begitu spesial.

"Krys, lihat ke atas! Bintangnya banyak sekali.", kata Rain menunjuk langit.

Aku mengangguk dan tersenyum, tak sanggup berkata-kata lagi. Malam ini, tak salah lagi, bintang-bintang di langit turut merasakan kebahagiaan yang kurasakan. Mereka bersinar terang benderang, tersenyum gembira melihatku.

Seketika ada bunyi ledakan yang mengejutkanku. Kembang api rupanya. Ledakan-ledakan berwarna-warni itu semakin membuat hatiku terpanah. Apakah ini bagian dari rencananya? Atau hanya kebetulan semata?

Kembang api itu tak kunjung berhenti, meledak-ledak seperti perasaan ini. Rain memegang tangan kananku, lembut.

"Krystal..", panggilnya.

Tiba-tiba saja sudah ada sebuah buket bunga mawar berwarna merah muda, kesukaanku di tangannya. Ia tetap memegang tanganku, lalu mengecupnya kecil.

Aku menatapnya penuh rasa penasaran sekaligus takut dan grogi.

"Maukah kamu menerima buket ini sebagai tanda penerimaanmu terhadap cinta yang aku berikan?", tanya Rain seketika berlutut, menatapku penuh harap.

Aku terdiam. Oh, Tuhan! Bagaimana ini?

Satu detik

Dua detik

Apa yang harus aku lakukan?

Tiga detik

Empat detik

Lima detik

Ia mencintaiku.

Namun, aku mencintai orang lain.

Dan juga kamu, Rain.

Enam detik

Tujuh detik

Tapi ia terlalu susah digapai.

Dan tak mungkin benar-benar bisa kugapai.

Delapan detik

Ia bukan takdirku.

Baiklah.

"Rain...", jawabku singkat.

Ia menampakkan tanda tanya dari cara pandangnya.

"Aku mau.", jawabku lagi.

Aku mengambil buket itu dari tangannya, dan ia memelukku.

Aku mendengar bisikan 'terima kasih, moirae' di telinga kananku.

----

Maafkan aku, cinta
Harus kukhianati dirimu
Demi cinta yang lain
Yang tak sama sepertimu

Dosakah aku, cinta?
Mencintai kamu yang sangat jauh
Yang tak dapat kugapai
Walau telah kukorbankan segalanya

Sekali lagi
Maafkan aku, cinta
Namun tetap aku akan tinggal
Bersamamu, cinta

(Catatan di tengah malam)

ExodusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang