Bintang Jatuh

113 7 0
                                    

Dan sejak itu, rumah peninggalan orangtua kami sudah terisi oleh lebih dari seorang saja. Ada aku, kakakku, dan Annie.

Aku tak banyak bicara, apalagi jika mereka sedang bercakap-cakap berdua. Aku takkan pernah memotong pembicaraan mereka.

Kakak sepertinya sadar akan tingkahku, namun memutuskan untuk diam. Ia bukan kakak yang dulu, yang akan selalu datang ke kamarku dan menghiburku dengan alunan melodi yang dimainkannya, atau dengan kata-kata berisi nasehat indahnya. Dan saat ini, kakak sudah memiliki bintangnya.

Pagi ini kakak pergi sendirian, menyisakan aku dan Annie di rumah kecil ini. Aku yang tidak memiliki topik untuk dibicarakan dengan Annie memutuskan untuk melakukan kebiasaanku sejak dulu, mengurung diri.

Aku melihat tropi-tropi yang aku dapatkan hasil dari beberapa lomba menulis di atas meja belajar lamaku. Rasanya memang itulah satu-satunya pelarianku dari dunia.

Pada saat aku hendak mengambil laptopku untuk menulis, seseorang mengetuk pintuku. Aku menyuruh orang itu masuk dan ternyata dia adalah Annie.

Aku menampilkan senyuman paling natural serta bahagiaku untuk menutupi semua keperihan yang aku rasakan. Namun Annie tahu.

"Krystal..", sapanya lembut.

Aku tersenyum lebih lebar lagi.

Ia berjalan memasuki kamar dan duduk di sebelahku, di atas kasur tuaku.

"Kau mencintai kakakmu, kan?", tanyanya sangat lembut sehingga tidak menimbulkan sedikitpun ketersinggungan.

"Maksudku, cinta yang lebih dari cinta seorang adik kepada kakak.", sambungnya.

Aku tak berani menatapnya. Apa begitu jelas semua itu?

Tapi perasaan itu sudah lama sekali. Perasaan itu sudah tertimbun bertahun-tahun lalu. Apakah memang terlihat sejelas itu?

"Jangan khawatir. Aku tidak akan marah. Kamu mencintai Kaleb, aku tahu itu. Kamu mencintai setiap sel di dalam tubuhnya, aku pun juga mengetahui hal itu.", ucap Annie membelai rambutku lembut.

Hatiku tiba-tiba terenyuh. Tidak seharusnya ia berkata begitu kepadaku. Ialah yang berhak memiliki Kaleb, bukan aku. Ialah yang berhak mencintai Kaleb, bukan aku.

"Annie.. Tapi.. Kenapa?", tanyaku pelan masih tak berani menatapnya.

Kurasakan Annie tersenyum. Lalu ia memelukku lembut. Ia benar-benar seorang dewi.

"Krystal, jangan buang cinta itu. Jangan pernah pula kamu membohongi dirimu sendiri bahwa kamu tidak mencintai kakakmu. Aku tidak apa-apa jika memang harus membagi cintanya denganmu juga. Aku mengerti bagaimana perasaanmu kepadanya dan juga perasaannya.", Annie berbicara lembut di balik telingaku.

Aku tak dapat menahan emosiku lagi. Air mataku jatuh secara perlahan, namun tanpa henti. Annie, harusnya ia tidak mengatakan hal itu.

Aku menggeleng, meyakinkannya dan terutama juga diriku.

"Tidak, Annie. Aku tidak boleh mencintai Kaleb. Tidak lagi. Semua itu hanya sebuah kesalahan kami di masa lalu. Kini ia memilih kamu. Dan kamu pun layak mendapatkannya. Jadi, cintailah Kaleb untuk mewakili cintaku padanya. Aku merestui kalian berdua.", ucapku kini sambil menatap matanya.

Annie tersenyum dan kembali memelukku. Seketika kami berdua terpaut dalam sebuah koneksi yang mendekatkan kami layaknya sepasang sahabat tua. Aku merasakan getaran cinta kepada Annie, yang kuyakin juga dirasakan olehnya. Jika Kaleb berhak mendapatkan seorang gadis sempurna, Annie lah orangnya.

-----

"Aku ingin mencoba kafe yang lagi booming di daerah barat sana. Temani aku, ya!", Annie berbicara lewat pintu kamarku.

Aku mengacungkan kedua jempolku sambil tersenyum lebar. Belakangan ini kami benar-benar lekat seperti telah tersihir oleh lem. Kaleb sendiri bahkan tidak menyangka akan kedekatan kami. Malah, Kaleb yang harus tersingkir.

ExodusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang