Pihak Ketiga

207 12 1
                                    

Maafkan aku, kakak
Ternyata pilihanku salah
Ternyata ia adalah seorang monster jahat

Kakak,
Aku tidak sedih ataupun kecewa
Namun aku belajar satu hal
Aku takkan mempercayai orang lain lagi

Selain kakak.

----

Monster itu terus mendekatiku hingga kami hanya berjarak kurang dari satu meter. Aku tidak dapat menyelamatkan diriku. Aku akan mati di tangannya, di tangan seorang monster. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku mencoba bertahan. Kemudian, seketika saja aku sudah menancapkan gigi-gigi putihku kepada kulit tangannya yang mulai melingkari diriku. Kugigit ia seperti sedang mematahkan kayu yang kuat. Aku memejamkan mata, tak sanggup mendengar raungannya. Ia berteriak, keras sekali, hingga telingaku terasa berdengung.

Ia tidak melanjutkan aksinya, namun langsung mundur sambil memegangi bekas gigitanku. Gigiku berdenyut sama seperti jantungku yang berdebar. Sakit tak tertahankan. Keringatku mengucur lebih deras lagi, semakin membasahi sekujur tubuhku. Aku bernafas tak teratur, kadang berat, kadang cepat, kadang kuusahakan untuk tenang.

Tatapannya semakin menjadi-jadi. Kini ia benar-benar terlihat seperti membenci dan ingin membunuhku. Langsung saja ia menuju pintu tempat kedua anak buahnya keluar tadi dan memanggil mereka. Ia mengeluarkan sebuah benda dari dalam kantong celananya. Sebuah pisau. Habislah aku!

-----

KALEB

Sudah pukul 6 sore, kenapa ia belum pulang juga? Tidak wajar malam-malam begini masih berada di pantai.

Aku telah mencoba meneleponnya berkali-kali, namun selalu saja 'di luar jangkauan'.

Kamu di mana, Krystal?

Perasaanku sudah sangat tidak enak. Sungguh. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Krystal...

Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tahu ke pantai mana ia pergi. Aku tidak tahu dengan siapa saja ia pergi. Oh, Rain!

Aku mencoba mencari nomor telepon Rain di kontakku, ternyata tidak ada. Bagaimana ini? Sialan Rain itu! Berani-beraninya!

Aku berjalan bolak-balik di tempat yang sama, memikirkan sebuah solusi untuk adikku yang tidak ada kabar ini. Sialan!

Nafasku mulai tak teratur. Aku mulai bingung dan tak dapat berpikir. Duduklah aku, dan kutenangkan diriku, pikiranku, serta hatiku.

Krystal, tolonglah! Kamu harus baik-baik saja!

Aku terlintas sebuah nama. Reynold. Mungkin ia bisa membantuku. Kuambil lagi ponselku di meja makan dan langsung kucari kontaknya. Ada. Untung saja ia pernah meminjam ponselku.

Kutekan nama itu, dan tersambung. Dari sisi sebelah sana, aku mendengar sebuah suara pria muda yang belum sepenuhnya matang berkata, "Halo".

"Halo, Rey. Ini Kaleb.", jawabku agak tak sabar.

Ia terkekeh di sana, berbicara seperti seorang teman lama.

"Rey, ini penting. Aku butuh bantuanmu.", ucap Kaleb serius.

"Apa kau tahu ke mana kakakmu pergi hari ini?"

ExodusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang