7.

2.6K 270 4
                                    

Yein merapikan seluruh buku-bukunya sambil bersiul pelan. Salah seorang temannya memanggilnya berkali-kali dan diabaikannya karena memakai earphone si pesumpal telinga itu.

"Aku memanggilmu berkali-kali!" Ujar Kei sambil melepas earphone milik Yein.

"Maaf Kei, ada apa?" Tanyanya sambil tersenyum lugu.

"Kau dijemput Oppa-mu." Yein mengerutkan keningnya. Kenapa pas disaat mata pelajaran dimulai?

"Katanya ada urusan. Lalu kita tak bisa pergi bersama kalau begitu.." Kei memasang wajah cemberutnya. Yein bergerak khawatir.

"Huft, mianhae jagiya.."

"Dimana Oppa-ku?" Tanya Yein. Gadis itu menunjuk pintu kelasnya.

Yein berlari kecil menuju pintu kelasnya dan membelakkan matanya saat melihat Baekhyun disana.

"Oppa? Ada keperluan apa?" Tanyanya heran. Baekhyun hanya tersenyum kecil lalu menarik tangannya untuk keluar dari kelas.

Ia memeluk gadis itu lama. Dilorong koridor yang sunyi. Membuat Yein menaikkan alis heran.

"Oppa..ada masalah dikantor?" Ia menggeleng.

"Yein, aku tahu...kita hanya mengalami sister complex 'kan?" Ujarnya. Yein mengernyit heran.

"Apa maksudmu?" Baekhyun menghela nafas lalu melepas pelukannya.

¤¤

Yein sampai sekarang penasaran. Baekhyun dengan anehnya mengajak gadis itu ke cafe dan tidak mengeluarkan satu patah katapun.

"Sebenarnya ada apa Oppa?" Tanya Yein membuka suara.

Baekhyun memucat lalu menghela nafas kasar.

"Aku bosan untuk menahan ini lebih lama. Aku ingin semuanya terbongkar dengan cepat," ujarnya. Yein masih memandangnya dengan heran.

"Sungguh Oppa, aku tak mengerti," Baekhyun berdehem pelan lalu wajahnya berubah menjadi pucat.

"Maaf," ucap Baekhyun. Gadis itu menoleh dibuatnya.

"Untuk?" Baekhyun tertawa miris.

"Pernah melukai hatimu, berusaha pergi dari dunia dan.."

"Membohongimu tentang siapa aku," JungYein meliriknya dengan terkejut.

"Membohongiku? Tentang Oppa?" Baekhyun menunduk. Lalu meneguk minumannya.

"Aku. Aku, dulunya adalah anak adopsi. Mereka--ayah dan ibumu-- menginginkan seorang anak. Dan, ada saat itu.."

"Kau bukan Oppa kandungku?" Selanya. Baekhyun menatapnya dengan pandangan bersalah lalu mengangguk.

"Maafkan aku," Yein masih memandangnya tak percaya.

"Maafkan aku telah membohongimu selama ini." Yein menghela nafas.

"Yang benar saja..."

"Pantas wajahmu berbeda denganku." Ujarnya membuat luka lama itu terkuak kembali.

"Pantas segala sego fisik kita sangat berbeda."

"Dan pantas saja aku memang merasa kita bukan saudara," ucap Yein akhirnya. Ia tahu Yein akan berakhir marah seperti ini.

"Yein," panggilnya. Mata Yein sudah memerah.

"Oppa," ia tersenyum kecil. Lalu menghela nafas kasar.

"Oppa, kau tahu, kiraku aku adalah seorang yang satu-satunya berbohong. Nyatanya aku hanyalah pecundang yang tak mengerti tentang kehidupanku." Ucapnya. Yein menelan salivanya dengan susah payah.

"Karena itu maaf Yein,"

"Sejak awal aku sudah memaafkanmu." Yein tersenyum singkat.

"Jadi tak perlu meminta maaf," ucapnya.

"Oppa, kali ini aku butuh waktu sebentar untuk sendiri, ne?" Ujarnya. Ia tersenyum paksa ke arah Baekhyun.
"Yein.." Yein masih menatapnya dengan tatapan sendu.

"Gwenchanna, jeongmal gwenchanna." Ia menghapus air matanya.

"Oppa, aku ingin memelukmu ya?" Ia memeluk Baekhyun dengan air mata. Bahwa tak bisa menerima fakta yang sebenarnya.

"Aku pergi," ia meninggalkan Baekhyun dengan airmata yang mengalih dipipinya.

°°
"Jeongmal babo~ya.." ia menangis. Sekuat mungkin. Tanpa tahu dimana ia berada.yang jelas tempat itu sunyi.

Menyesali kenapa ia tak tahu itu sebelumnya. Menyesal karena tak mengetahui sebuah fakta yang jelas tertera.

"Nann..nann appo.." ia terisak. Terisak bahkan hingga nafasnya sesak. Tak mempedulikan sekitarnya yang benar-benar tidak ada orang.

Ia berjalan gontai saat menuju apartment-nya. Gadis itu mengusap wajahnya yang mendingin karena angin malam yang menusuk.

Ibunya sudah pulih dan sedang membereskan kamarnya.

"Yein? Darimana?" Tanya ibunya. Gadis itu mengangkat kedua alisnya lalu tersenyum singkat.

"Dari...luar. jalan-jalan malam," jawabnya.

"Eomma, aku masuk ya." Wanita itu mengangguk lalu membiarkan anaknya masuk ke dalam kamarnya.

Yein menghempaskan tubuh mungilnya ke atas kasur yang empuk.

Badannya serasa ingin patah semua. Keadaannya juga tidak baik. Matanya tak bisa tertutup padahal matanya perih.

Hatinya masih sakit. Berujung sampai sekarang. Seperti tidak ada berarti.

Fakta itu kadang menyakitkan jika kita mengetahuinya. Karena itu, merahasiakan adalah hal yang paling ampuh untuk menyembunyikannya. Tapi sekuat apapun rahasia, fakta akan selalu terkuak. Karena tak selamanya rahasia adalah tempat sasaran yang tepat.

Secret, 22.03.16
.

.

.

.

.

Sebenarnya sih, cerita ini udah aku buat darilama. Cuma takut buat ngepost. Yah, terus takut juga banyak yg gasuka.

Tapi aku memang masih mengharapkan para readers buat vote n comment. Dan juga jgn jd silent readers ya! Gomawo!^^

Happy reading!

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang