5.

2.9K 269 0
                                    

Kata ibu, takdir itu adalah sesuatu yang memang akan terjadi dan yang sudah ditetapkan.

Kalau takdir benar-benar ada, bunuh diri juga salah satu sebuah takdir?

Yein menyeduh sebuah kopi panas. Ia menghela nafas saat kopi itu sudah bisa disajikan.

"Silahkan tuan," ujarnya. Ia membungkukkan badannya lalu tersenyum ramah. Yein kembali ke dapur restoran itu lalu menghela nafas.

"Yein, ice americano dua." Yein merapikan rambutnya yang sudah mulai berantakan.

"Oh, baiklah eonni." Ia menyiapkan beberapa es lalu mengambil dua buah cangkir.

"Biar aku bantu," ujar seseorang. Yein sedikit terkejut lalu tersenyum.

"Terima kasih, Woo Hyun Oppa." Lelaki itu tersenyum simpul lalu menyajikan ice americano-nya dengan lincah.

"Biar aku saja Oppa." Lelaki itu mengangguk lal memberikannya sebuah nampan berisi dua buah minuman itu.

Yein menyajikannya kepada sang pelanggan dengan senyuman manisnya. Ia duduk didapur restoran itu sambil menghela nafas.

"Pekerjaan yang cukup melelahkan?" Tanya Woo Hyun.gadis itu tertawa kecil lalu mengangguk. Woo Hyun memberikan sebuah minuman dingin padanya.

"Oh? Tidak apa-apa, Oppa. Aku tidak haus." Tolaknya. Woo Hyun meletakkan itu tepat ke tangannya.

"Agar kau lebih berenergi." Yein tertawa lalu mengangguk senang.

"Terima kasih, Oppa." Woo Hyun mengangguk lalu duduk disamping gadis itu.

"Kenapa kau bekerja diumurmu yang sangat muda ini? Seharusnya kau belajar dirumah." Nasehat Woo Hyun. Gadis itu menyengir lalu bergumam pelan.

"Aku hanya ingin menambah penghasilanku. Lagipula tak apa jika aku bekerja." Jawabnya. Woo Hyun menaikkan kedua alisnya.

"Kau punya Oppa. Oppa-mu arsitek yang cukup terkenal. Kenapa kau malah bekerja? Oppa-mu tak melarang?" Tanyanya. Yein tersenyum.

"Walaupun penghasilan Oppa lebih banyak dari aku. Setidak aku bisa mempunyai hasil sendiri. Aku tak ingin berharap terlalu banyak pada Oppa." Woo Hyun tahu gadis disebelahnya ini sudah memikirkan semuanya dengan matang. Sikapnya yang tenang dan ramah membuatnya seperti tak memiliki beban banyak.

Woo Hyun tahu gadis ini diam-diam menyimpan banyak luka.

"Setelah semuanya selesai, aku antar kau pulang ya?" Lagi-lagi Yein membalasnya dengan gelengan. Yein cukup tahu diri bahwa ia hanya pelayan direstoran itu.

"Tak perlu repot-repot." Woo Hyun hendak berdebat namun ditahannya.

"Pokoknya nanti kau harus pulang denganku." Ucapnya. Yein menghela nafas.

"Aku sudah terlalu lancang dekat dekat manager direstoran ini. Dan seharusnya aku memanggilmu dengan sebutan Sajangnim. Bukan Oppa." Ucapnya. Woo Hyun mencibirnya.

"Aku yang mendekatimu, Yein. Bukan kau. Lebih baik kau tenang dan jangan pikirkan semua omongan orang-orang." Yein menghela nafas lalu mengangguk.

Yein tahu pekerjaannya lebih melelahkan dibanding tugas sekolah. Dan ia tahu, istirahat yang tak cukup membuat tubuhnya tidak baik akhir-akhir ini.

"Yein, kenakan helm ini." Lagi-lagi Yein hanya mengangguk mengikuti Woo Hyun. Hari sudah mulai sore dan Yein harus pulang.

"Terima kasih Oppa."

Yein melangkah menuju apartmentnya. Tak lama ia melangkah, gadis itu bertemu dengan pria jangkung dihadapannya.

"Sudah pulang?" Tanyanya. Proa itu menatap ke belakang Yein. Yein melirik ke arah Woo Hyun yang masih disana.

"Sudah Oppa," jawabnya. Baekhyun berdehem pelan lalu melirik Woo Hyun dengan sinis.

"Kau masuk deluan. Aku akan menyusul." Yein mengangguk lalu menatap Woo Hyun sebentar.

"Baiklah." Yein meninggalkan dua orang pria yang masih bertukar tatap itu.

°°
"Bagaimana Yein direstoran?" Tanya Baekhyun. Pria itu mengangguk kecil.

"Bagus. Gadis itu ramah." Jawabnya sambil meneguk minumannya. Baekhyun berdecih pelan.

"Aku tahu kau menyukainya. Jadi berhentilah memperhatikannya." Ucap Baekhyun. Woo Hyun tertawa hambar.

"Apa itu peringatan?" Tanyanya. Woo Hyun meletakkan minumannya lalu memutar bola matanya malas.

"Kau juga menyukai gadis itu kan?" Baekhyun tersenyum miring.

"Kau memang gila daridulu."

"Aku kakaknya," ujarnya dengan penekanan. Woo Hyun menaikkan satu alisnya.

"Kalian bahkan tak memiliki hubungan darah. Bagaimana mungkin sama-sama tak mempunyai rasa?" Satu pukulan melayang ke arah Woo Hyun.

"Jaga ucapanmu." Woo Hyun meringis lalu melihat ke seluruh penjuru cafe yang memerhatikan mereka berdua. Ia berdecih pelan.

"Sesuai dengan perjanjian." Woo Hyun bangkit sebelum menyelesaikan kata-katanya.

"Aku akan menjaga rahasiamu. Bahwa kau adalah anak adopsi." Ucapnya. Ia berdecih pelan lalu keluar dari cafe itu.

Woo Hyun mengerang kesal sambil keluar dari cafe.

"Dasar keparat!" Ia berteriak kesal saat mengetahui pinggir bibirnya berdarah.

°°


SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang