Chapter 11

453 31 2
                                    

"Gimana kalo ngasih jam aja?"

"Boleh juga sih. Yaudah deh ngasih kado jam aja ke Vero."

Aku tipikal orang yang sangat amat susah untuk menabung. Ya bisa dikatakan kalo aku melihat uang rasanya ingin kubelikan apapun itu. Entah itu aksesoris, sekedar iseng membeli, ataupun makanan. Tapi sebenarnya sih lebih sering kuhabiskan uang ku untuk membeli makanan hehe. Jika kalian bisa melihat pipiku. Tidakkk tidakk jangan lihat!!. Pipi yang menggembung seperti bakpau dan berwarna merah. Aahhh pipi ku sangat tembem. Jangan tertawa hey!

Oke kita lewatkan membahas tentang bakpau merah tadi. Jadi kesimpulannya bisa dikatakan bahwa aku sangat susah payah menabung untuk membeli kado Vero tersebut. Untungnya ada para sahabatku yang dengan senang hati membentakku untuk menabung wkwk. Mereka juga yang menemaniku untuk membeli jam tersebut.

Dan akhirnyaaa aku bisa membelikan Vero sebuah jam dengan susah payah hasil menabung tadi.

Ini momen yang sangat menegangkan. Kalian bayangkan saja, kita akan memberikan sebuah hadiah kepada orang yang kita sukai. Tidak segampang seperti di film-film tentunya kan?. Butuh keberenian yang sangat luar biasa untuk memberikan itu.

Tapi....seperti saat ini keberanianku sedang menciut. Bagaimana tidak! Vero sedang berada di depan kelasnya sekarang, bersama teman-temannya yang lain. Ramai! Sangat ramai! Oh!! Tidak!! Jangan gila!! Tidak mungkin kan, aku menunjukkan muka ku ini secara langsung kepada mereka sambil memberikan kado tersebut. Bisa-bisa aku menjadi bahan pembicaraan mereka sampai lulus sekolah nanti. Ah jangan coba-coba dengan anak kelas Vero.

Akhirnya dengan berat hati aku memutuskan untuk meminta bantuan dari Opi, teman sekelasku. Dia perempuan kok.

"Pi, boleh minta tolong ga?" Kataku dengan memasang wajah memelas dan suara merengek selembut mungkin.

"Nolongin apa?"

"Ini....hm...bantuin aku ngasih kado ini ke Vero. Boleh? Mau kan? Mau ya mau. Tolong pleaseeeeee" nada merengek dan memaksaku mulai keluar.

"Hemm bantuin ga ya?"

"Ayolah pi please. Lihat deh di depan kelasnya itu rame banget! Mana berani aku." Kataku meyakinkan Opi.

"Lah nanti dikira temen-temennya malah aku yang ngasih kado ini ke Vero dong." Balas Opi membantah

"Gapapa deh. Terserah. Lagian ga mungkin mereka bakal ngatain kamu sama Vero kan. Jelas-jelas kamu ga ada apa-apa sama Vero. Well rasanya mereka bisa ngeliat itu kan. Lagian juga di dalam kado ada suratnya gitu. Ntar Vero pasti tau dari siapa kado ini. Please ya Pi tolongin. Opi kan baikkkk"

"Iyadeh demi temanku Dewi yang sedang jatuh cinta ini kenapa aku ga mau bantuin kan." Sahut Opi sambil menyubit lenganku.

"Hehehehe Opi emang top deh" sambil kuacungkan kedua ibu jari ku.

Aku mengintip dari balik pintu melihat punggung Opi yang semakin jauh mendekati kelas Vero. Setelah Opi sampai di depan kelas Vero aku tak berani mengintip lagi. Entahlah padahal yang memberikan kado itu bukan aku, ya dalam artiannya bukan secara langsung yang memberikan kado tersebut.

Dadaku tak berhenti berdetak dengan keras, keringat mengucur deras dari dahiku, muka ku merah. Mungkin ini yang dirasakan pemeran utama wanita jika ia memberikan sesuatu kepada orang yang spesial. Mungkin. Cinta itu berbeda-beda rasanya pada setiap orang. Ada anggur, strwaberry, jeruk, melon, dan lain-lain. Seperti rasa buah. Ya, bagiku cinta itu seperti rasa buah. Setiap buah memiliki rasa yang berbeda pada setiap gigitannya. Rasa enak atau tidaknya buah itu tergantung pada si pemakan. Begitupun cinta. Rasa sakit, rasa benci, rasa bahagia itu sebenarnya timbul dari pemikiran-pemikiran yang sebenarnya belum tentu terjadi.

Dear heart, why him?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang