Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Khalwat dalam tingkatan lebih tinggi, tidak mesti harus mencari tempat dan waktu yang sunyi, sepi, dan menyendiri.
Khalwat dapat dikondisikan seperti halnya di tempat dan waktu yang khusus dan sepi, sungguhpun orang itu di tengah keramaian masyarakat.
Seseorang bisa menjadikan mobil dan mushala kecil di dalam rumah (zawiyah) sebagai Gua Kahfi atau Gua Hira.
Jika seseorang sudah mengenal dirinya dan memiliki kemampuan menyetel diri dan perasaannya, maka mungkin sambil menerima tamu, sambil menekuni pekerjaan rutinnya, tetapi pada saat bersamaan ia sedang menghayati keberadaan Allah SWT.
Rasulullah SAW dalam suatu sirah disebutkan, selama enam tahun turun-naik ke Gua Hira melakukan khalwat, hingga pada tahun keenam sudah kedatangan tamunya yang berjubah putih di dalam keheningan malam gua itu, yang tak lain adalah Malaikat Jibril yang membawakan kalam Tuhan berupa wahyu pertama, "Iqra bi ismi Rabbik", sampai ayat kelima.
Setelah menerima ayat pertama itu, Rasul seakan juga menerima ijazah kemampuan untuk mandiri melakukan khalwat secara terbuka. Ia tidak perlu lagi naik ke Gua Hira, tetapi di manapun ia berada, hal itu bisa diumpamakan bagai Gua Hira. Bukan lagi ia mencari Gua Hira tetapi Gua Hira yang mencarinya.
Wahai para pemula pencari Tuhan! Orang yang sudah mengenali dirinya dan sudah mengenali Tuhannya, tidak lagi bergantung pada tempat dan waktu tertentu. Waktu dan tempat itulah yang mengondisikan diri seperti apa yang di benak orang itu.
Mungkin orang yang ada di sekitarnya tidak melihat ada tanda-tanda aneh kepadanya. Semuanya terlihat biasa dan normal saja, namun yang bersangkutan perhatian dan connecting (ketersambungan)-nya tidak pernah terputus dengan Tuhannya. Semuanya berjalan secara otomatis.
Suatu ketika seorang sufi, yang mungkin sudah berstatus wali, menunaikan haji di Padang Arafah, terdengarlah ucapan dari temannya, "Alangkah banyaknya orang menunaikan ibadah haji dengan menggunakan pakaian ihram putih."
Sang sufi tiba-tiba nyeletuk, "Saya tidak melihat di sana kecuali kebanyakan di antaranya khimar-khimar berselimut kain putih." Orang awam melihatnya sebagai orang berjubah putih, tetapi sang sufi (wali) melihat dengan pandangan spiritual, orang-orang yang memenuhi Padang Arafah banyak di antaranya seperti manusia berkepala khimar (binatang sejenis kuda) yang menggunakan pakaian ihram.
Red: Chairul Akhmad
#kolom nasaruddin umar #jalan hidup salikin
KAMU SEDANG MEMBACA
JALAN HIDUP SALIKIN
SpiritualKumpulan tulisan prof.dr Nasaruddin Umar yang berjudul jalan hidup salikin yang dimuat dalam kolom republika online... (sementara ini dulu rinciannya) Maksud ku ini berisi kumpulan kopian tulisan berjudul Jalan Hidup Salikin yang aku copy dari sit...