Sabtu, 11 Oktober
Aku terbangun ketika pintu kamarku terbuka. Mama ternyata yang masuk.
"Na, Mama pergi dulu ya."
Aku mengucek-ngucek mataku berusaha mengumpulkan nyawa disaat aku masih sangat mengantuk.
"Kemana, Ma?"
"Ke Lombok. Mama ada kerjaan 2 hari disana."
Aku berusaha mencerna perkataan Mamaku walaupun mata masih setengah terpejam.
"Kamu baik-baik ya jangan nakal. Jagain adik kamu, ajarin dia belajar." kemudian Mama menutup pintu kamarku. Hawa kesepianpun langsung menyergap.
Aku segera kekamar mandi untuk sholat shubuh serta sikat gigi. Hari ini hari sabtu. Mungkin aku akan berencana tidur lagi setelah sholat.
Ketika sholat, entah mengapa aku menangis. Hatiku terasa teriris jika mengingat kedua orangtuaku, mengingat keluargaku, mengingat Billy, mengingat sekolahku. Entah mengapa itu semua menjadi rumit. Selama ini aku mencoba kuat, aku mencoba bahagia, aku mencoba tidak merasakan dan memikirkannya.
Hidup layaknya teka-teki. Ketika saatnya kau akan mengerti, maka disitulah kau mulai tersiksa dengan rasa sakit. Aku iri melihat foto anak kecil yang terpajang didinding kamarku. Posenya sedang senyum bahagia. Aku rindu akan senyum itu. Ya, senyum diriku dimana saat masa tersebut aku belum mengerti apa-apa dan selalu bahagia.
Aku coba berbaring dikasur dan mencoba tidur kembali. Tapi nyatanya, airmata ini terus menetes. Aku merogoh nakas kecil yang ada disamping tempat tidurku, mencari handphone yang aku sangat butuhkan.
Satu nada sambung..
Dua nada sambung..
Tiga nada sambung..Sepertinya Billy belum bangun. Entah aku harus mengeluh kepada siapa lagi. Aku tidak mungkin keluar kamar dengan mata sembab seperti ini. Aku harus pergi hari ini dari rumah. Mataku lama-lama lelah akibat menangis. Tanpa sadar aku tertidur..
Suara pesan masuk membuatku terbangun tiba-tiba. Baru saja aku ingin mencari handphoneku, pintu kamarku tiba-tiba saja terbuka.
"MasyaAllah, Nina.. Ini udah jam berapa? Lo telat Squel! Buru mandi deh!" sudah kupastikan ini suara Po.
"Po, ini mimpi gak sih?"
"Enggak! Buru deh! Gak enak gue bareng Try kesini dia nungguin dibawah. Ngomong-ngomong dibawah cuman ada adek lo. Pada kemana, Na?"
Aku mengucek-kucek mata sambil berjalan kearah kamar mandi, "Nyokap tadi pagi pamit pergi ada urusan kerjaan, bokap emang kalo setiap sabtu bulutangkis."
Po hanya mengangguk-angguk lalu aku segera masuk kekamar mandi.
******
"Sabtu ini tumben lumayan rame ya, Na. Padahal Meridian gak main." Bagas tiba-tiba duduk disampingku, ditempat biasa aku duduk; bawah pohon dekat dengan tukang jajanan.
Aku hanya tersenyum memandangi lapangan. Hari ini panitia memakai baju kuning. Aku lucu sendiri melihatnya.
"Lagi ada masalah, Na?"
Aku terdiam. Sahabatku yang satu ini memang paling peka dengan perubahan sikapku. Aku malah jadi teringat Billy yang hampir sebulan ini aku tidak bertemu dengannya. Kontakanpun hanya seperlunya saja karena ia sibuk main, aku sibuk dengan Squel dan sekolahku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Black White Oreo
Teen FictionKarenina Andjani, adalah gadis gendut yang tidak terlalu tinggi karena sangat suka makan oreo. Gadis berwajah cantik oriental ini ketahuan suka dengan Arsyah, seniornya yang menjadi wanna be. Seiring berjalannya waktu, banyak yang harus dikorbankan...