Kwon Jiyong memicingkan kedua matanya, menatap yeoja bertubuh kurus yang tengah tersenyum tipis ke arahnya dengan geram, "Kiko, kenapa kau ada disini?! Apa kau gila? Bagaimana bila paparazzi mengambil gambarmu dan semua ini menjadi berantakan untuk kesekian..kalinya."
Kiko membenarkan posisi duduknya, kini mereka berdua berada di dalam apartemen Jiyong. Dengan dua gelas coklat panas terletak di atas meja.
"Aku tidak bisa menghubungimu.. jadi aku kemari."Sebelum Jiyong sempat menjawab, yeoja di hadapannya berkata, "Mian. Mianhae. T-tapi kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Lihat. Aku menyamar! Aku menutup wajahku dan mengenakan wig.."
"Aku tidak menyangka kau sampai harus datang menemuiku, itu yang kupikirkan saat ini. Hanya pastikan agar ini tidak akan dimuat di media MANAPUN. Apa yang ingin kau bicarakan lagi, hm?" Jiyong mendesah berat, masih mengingat kondisi tubuhnya yang kelelahan.
Kali ini Kiko menunduk, perlahan ia meraih tangan Jiyong dan menggenggamnya. "Mianhae. Aku pastikan itu. Aku selalu berhati-hati."
Jiyong mengalihkan pandangan, menghembuskan nafasnya dengan kesal.
"Kau..belum bisa memaafkanku, Jiyong?"
"Itu sudah lama terjadi."
"Lalu.. kenapa kau menghindar?"
Jiyong menatapnya, lalu mendesah. "Karena aku cukup yakin telah berbicara padamu tentang hal ini. Dan aku ingat aku pernah memberimu jawaban, angeurae?"
"Kau tidak memberiku kesempatan, Jiyong."
Namja itu menarik tangannya perlahan, tersenyum. "Kau tau kita bisa jadi teman. Teman yang sangat baik, Kiko."
Kiko menggigit bibir bawahnya, matanya mulai memancarkan kesedihan ketika ia melihat Jiyong berdiri.. berjalan ke arah jendela besar di sudut ruangan, memunggunginya.
Sedetik kemudian, yeoja itu menyadari suaranya berubah sedikit parau, "...Wae?"
Hening.
Hanya lantunan musik klasik yang terdengar memenuhi ruangan mewah itu.
"Waktu berlalu, Kiko. People changes."
"Hanya itu?"
"Jangan membuatku mengingat masa lalu. Kau, meninggalkanku." Suara Jiyong tetap tenang.
"Tapi aku kembali..untukmu."
Jiyong mendengus, masih tersenyum tipis memandang langit Seoul dari balik jendela. "Hidup tidak semudah itu. Hatiku juga tidak bisa sembuh dengan semudah itu."
Yeoja yang pernah ia cintai itu pun diam seribu bahasa. Menatap Jiyong dengan pandangan terluka yang nampak jelas di wajahnya. "Wae.."
Lagi-lagi namja tampan itu mendesah.
"Waeyo...?!" Kiko mengulang kata-katanya. Namun Jiyong memilih untuk tetap diam. "Kau.. mencintai orang lain?"
Suaranya semakin lirih sekarang. Ia menggenggam batas sofa dengan erat, mengantisipasi butir air mata yang akan mengalir keluar. Menanti jawaban yang ia mengerti akan menghancurkan harapannya.Apa lagi yang ia miliki kali ini selain harapan?
"...Ya. Aku mencintai orang lain." Jawab Jiyong datar, dan tegas. Seumur hidupnya, ia belum pernah merasa seyakin ini.
Namun sebelum Jiyong bergerak atau bahkan melakukan apapun, ia telah merasakan seseorang memeluk tubuhnya dari belakang, terisak pelan di balik pundaknya.
Satu kalimat yang didengarnya saat itu adalah..
"Apa aku sudah begitu terlambat?"
****
YOU ARE READING
FATE
Fanfiction© 2014 dinaseptavida [RENOVATIO @indofanfictionsarts] Sandara Park, telah kehilangan Jaejoong Kim untuk selamanya. Hancur. Patah. Tidak lagi utuh. Namun demi malaikat kecilnya -Daehan Kim, ia berjuang untuk menjadi lebih kuat. Hingga suatu k...