"apa yang sedang kau lakukan! Cepatlah buat salad sana! Kita hampir kehabisan salad untuk ayam!!" pinta ahjumma setengah berteriak.
"eh... ah.. mianhae, aku akan buat salad sekarang" jawab seorang gadis muda berumur belasan tahun dengan mengenakan celemek. dia sangat terkejut dengan suara barusan.
"kau ini kenapa? Dari tadi aku meperhatikanmu hanya melamun saja sepanjang hari, bagaiman pekerjaanmu bias beres!" ujar Park ahjumma lagi. ia mendekatkan bibirnya pada telinga gadis itu.
"mianhae," hanya kata itu yang terucap sebagai balasan dari bentakan ahjumma.
"kalau begini terus aku bias rugi! Kau mau aku pecat atau bagaimana?" mata park ahjumma melotot. sambil bersungut-sungut.
"anio... jeongamal mianhae, aku tidak akan mengulanginya lagi" jawabnya.
"seharusnya aku tidak mengurusmu dari dulu, apa untungnya membawamu kemari? Kau itu tidak berguna! Kalu bukan karena almarhum ibumu, mungkin aku akan membiarkanmu hidup di jalanan..." kata park ahjumma tajam. Dia sangat kesal pada keponakannya yang bekerja di restoran ayam miliknya itu.
"mian..."
Gadis yang bernama hwang eunbi, atau biasa disapa sinbi itu langsung bergegas menuju dapur restoran dan membuat salad seperti yang dimaksud ahjumma. Ia hanya bias mengelus dada mendengar kata-kata dari ahjumma. Baginya, ia sudah biasa mendapat perlakuan seperti itu. Bagaimanapun juga, ia sangat berterimakash atas ahjumma yang mengomelinya tadi. Benar, jika sinbi tidak ada disini, mungkinlah dia sudah hidup di jalanan. Semenjak kematian ibunya 12tahun yang lalu, ia dipungut oleh ahjumma-nya dan tinggal bersama. Sebagai rasa terimakasih, sinbi bekerja di restoran ayam milik ahjumma. Tanpa dibayar. Ia merasa sudah cukup untuk menyusahkan ahjumma. Apalagi dia seorang janda dengan dua orang anak.
Mungkin karena alasan itu, ahjumma selalu mengomeli sinbi. Dengan kata-kata tajam yang sama sekali tidak pantas diucapkan. Sinbi hanya bias menerima ocehan itu, meskipun dia seudah bekerja dan membantu dengan baik, tapi tetap saja, ahjumma tetap mengomelinya. Meski demikian, sinbi masih bersyukur, kalau ahjumma tidak pernah mengusirnya dan masih menganggapnya keponakan.
Sinbi mulai membuat salad. Padahal ini sudah hampir tengah malam, ia merasa ngantuk dan lelah. Tapi apa daya ia harus membuat salad demi ahjumma. Padahal besok dia harus pergi ke sekolah, dan pr nya belum ia kerjakan. Mau tidak mau, ia harus 'lembur' untuk mengerjakan pr-nya nanti.
Sebenarnya dia sadar dan merasa sangat menderita, kalu boleh jujur, dia tidak kuat hidup keras seperti ini. Terkadang dia ingin kabur dan mencari kehidupan sendiri. Tapi ia tidak bisa, ia harus lulus sekolah, dan sukses. Agar ia bisa membalas budi pada ahjumma yang selama ini mengurusnya.
andai saja kejadian 12 tahun yang lalu itu tidak terjadi, dia pasti hidup semerti remaja normal yang lainnya. tertawa bersama, nonton film bersama sepulang sekolah, bolos ke cafe saat jam pelajaran, pergi ke taman fantasi dan membeli gulali bersama. atau... mungkin saat ini dia sudah punya pacar sekarang. ia pernah membayangkan anadai saja ada yang memberinya coklat, boneka, bunga atau bahkan secarik post-it yang tertempel di loker bertuliskan ajakan kencan. ah.. semua itu hanya khayalan.
ketika dia melihat dunia nyata, sungguh berkebalikan dengan ekspetasi. selama ini, setiap pulang sekolah langsung 'on the way' ke restoran. untuk bekerja part-time tapi tidak dibayar. di sekolah pun, ketika ada waktu luang ia gunakan untuk tidur, atau terkadang ia pura-pura sakit dan menuju ruang kesehatan hanya untuk tidur nyenyak. pacar?... bagaimana dia mau punya pacar. waktu luang yang ia gunakan untuk berpacaran saja tidak ada. bayangkan,dia setiap hari berada di restoran ayam hingga larut. kalau sehari saja dia minta izin untuk berkencan pada ahjumma, bisa-bisa dia ditendang dari rumah.