Part 12
Osaka, Japan
Chanwoo POV
Selama 3 jam berkeliling, berputar mengitari kota ini, bahkan akupun sudah mencari ke setiap sudutnya. Tetap saja, aku belum menemukan sebuah alamat yang tertulis pada secarik kertas ini. Yang dari tadi, selama 3 jam ini, terus kugenggam erat. Kertas itu sudah lusuh dan bercampur dengan keringat yang mengucur dari telapak tanganku. Bahkan mungkin, tulisan nya tak terbaca lagi.
Aku menghela napas. Berdiri diam dan meratapi apa yang telah kuperbuat selama 3 jam ini. Aku benar-benar lelah dan menyerah. Tapi, jika aku melakukannya maka rasa bersalah yang terus menyelimutiku selama 12 tahun ini tak akan hilang.
Sudah banyak yang kuperbuat untuk menghilangkan perasaan bersalahku ini. Akan tetapi, semua hasilnya sia-sia dan kupikir hanya buang-buang waktu dan tenaga. Alhasil, aku mencari alamat yang dengan susah payah kudapatkan. Dan harapanku saat ini, aku berharap aku bisa menemukan yang kutuju dari alamat ini.
Mengingat kemarin sebelum aku meluncur ke kota ini. Aku benar-benar mati-matian untuk mendapatkan alamat ini. Aku bahkan memaksa ahjumma sinB untuk memberitahukannya. Aku bahkan rela bolos sekolah demi datang ke rumah sinB dan menginterogasi ahjumma-nya. Aku memilih waktu yang tepat untuk bertandang ke rumah itu agar tidak ketahuan sinB. Aku kesal juga, mengingat ahjumma itu yang terus saja ngomel tanpa arah dan selalu menjawab setiap pertanyaanku dengan emosi. Tapi setelah aku bujuk hampir setengah mati, akhirnya dia mau memberikan alamat lengkap dimana keberadaan Appa seorang sinB.
Lagi, aku bahkan rela mengeluarkan uang demi menutup mulut seorang ahjumma yang brengsek itu agar ia tak memberitahu sinb jika aku datang ke rumahnya dan menanyakan keberadaan appa nya. kukira dia baik, tapi ternyata dia memiliki sifat yang keras dan serakah bahkan bisa dibilang mata duitan.
Hanya ini yang bisa kulakukan untuk menebus kesalahanku yang aku perbuat. Dan aku berharap agar semua ini bisa terlaksana dengan baik.
Kuputuskan untuk pergi kesalah satu cafe terdekat yang menjual minuman dingin untuk sejenak menghilangkan lelah dan dahaga. Sembari menunggu pesananku disajikan, aku hanya bisa terus menatap kertas lusuh dengan tulisan kanji yang bahkan aku tidak bisa membacanya.
Kau tahu, untuk bisa pergi ke kota ini, aku bahkan hanya bermodalkan bahasa inggris untuk mencari alamat yang kutuju. Tapi dari sekian ratus orang yang kutanya tentang alamat itu, jawaban mereka beragam dan cukup membuatku pusing.
Aku percaya pada diriku sendiri, bahwa tak salah jika aku menemui ayah biologis dari seorang hwang eunbi itu. Untuk bisa merubah nasib sinB menjadi lebih baik, aku harus bicara terus terang pada Appa-nya. Mengatakan keadaan sinB saat ini yang benar-benar menyedihkan. Dan aku yakin, sejahat-jahatnya seorang ayah, pasti tak akan meluakai anak kandungnya sendiri. Tak peduli jika ayahnya seorang kepala mafia.
Dan satu keyakinan besar dalam hatiku, bahwa jika aku berhasil menggugah hati appa-nya, pastilah appa nya akan bersedia untuk menemuinya.
Tak lama kemudian, pesanan datang. Seorang pelayan kafe itu datang dan menaruh cup yang berisi White Chocolate Mocha. Pelayan itu tersenyum kearahku setelah menaruh pesanan milikku. Aku pun membalas senyumannya. Kemudian dia kembali dibalik meja pesanan dan meracik minuman untuk pembeli yang lain.
Tetapi, tiba-tiba saja kericuhan terjadi. Dua orang yang memakai pakaian serba hitam tiba tiba masuk dan langsung menyerang pelayan wanita yang baru saja memberikan pesananku itu. Sebenarnya mereka tidak bersenjata.Tetapi tingkah laku mereka sama seperti seorang peramok. semua orang yang berada di dalam kafe berteriak panik. Bahkan ada sebagian yang berhamburan keluar dari kafe dan belum sempat memebayar minumannya. Yang paling panik, adalah pemilik kafe yang terus uring-uringan.