X

17 0 0
                                    

"Pertama, kita naik Kora-kora." Fardian mengangguk sembari tangannya menunjuk perahu besar yang menggantung,perahu yang bergerak seperti ayunan. Dia menoleh ke belakang, meminta persetujuan dari yang lain. Lalu ia sadar. "Kenan mana?" tanyanya lgi sambil mengerut dahi.

Dua gadis yang bersama Fardian ikut menoleh ke belakang, mereka kemudian ikut mengeernyit dahi. Reksa yang berdiri paling belakang malah sok memutar badan ke belakang juga. Setelah itu dia berbalik dan pura-pura kaget. Reksa mengedik bahu tak acuh.

"Reksa, Kenan pergi berdua sama Renia, ya?" Fardian kembali bertanya.

Reksa mengangguk, eh, dia langsung menggeleng dan mengangkat kedua bahunya. "A-aku nggak lihat. Mungkin iya." Reksa terbata.

Fardian ikut mengangkat bahunya. "Ya sudah, lagian ini memang date kan, jadi nggak masalah mau pergi sendiri-sendiri. Reksa mau berduaan sama Lenia?" fardian menaikkan alisnya dua kali.

Lenia sontak melotot. "Ap-"

"Aku ikut sama Fardian saja." Sambil menggaruk belakang telinga. Reksa lalu mendesah. "Kok malah nggak apa-apa sih? Bukankah rencananya kita harus terus sama-sama."

Reksa pun baru ingat, kalau Fardian belum bilang seperti apa detil rencananya. Reksa dan Kenan cuma dapat arahan harus saling bersama. Itu saja. Jadi itu semua membuatnya bingung. Tapi ya sudahlah, kelihatannya Fardian tidak masalah kalau pergi sendiri-sendiri. Mungkin dia punya rencana B atau semacamnya. Lagipula, Fardian tahu betul seperti apa Kenan. Mungkin benar, Fardian telah menyiapkan rencana cadangan sebagai antisipasi kalau-kalau hal seperti ini terjadi.

"Ya udah yuk, naik!" Fardian berseru lagi. menyentak Reksa dari lamunannya.

Mereka sudah mengantre dan kini mendapatkan kursi. Duduk di paling pojok bagian Kora-kora merupakan hal paling menegangkan. Pasalnya, paling pojok berarti naik paling tinggi, diayun paling kencang. Reksa nampak sudah tidak lagi memikirkan soal Kenan. Kini doi sedang tersenyum di tempat duduknya dan bersiap menikmati wahana perahu besar ini.

Di sebelahnya, duduk gadis dengan topi yang manisnya. Kedua tangannya memegangi topi saat si operator di bawah sana dengan ceria memandu para penumpang.

"Hei, lepas topimu." Reksa menyenggol lengan Lenia.

"Buat apa?" Lenia menggeleng. Raut mukanya nampak cemas. Tangannya menggenggam erat pegangan yang tersedia.

Reksa mengangkat satu alisnya. "Topimu bisa jatuh." Reksa membantu meraih topinya. Melepasnya dari kepala gadis manis itu, yang kemudian menyembulkan rambut keriting gandul panjang. Sejenak, semerbak aroma shampo gadis itu membuat Reksa berhenti bernafas. Wanginya dia sesap perlahan. "Wow, wangi."

"Hah?" Lenia menoleh dengan gugup. "Apa katamu?"

Reksa menjauhkan kepalanya dari rambut Lenia. "Ah, nggak, topimu wangi," bohong Reksa. Lalu menyimpan topinya di belakang tumit kaki. Di bawah sana sempit, tidak mungkin jatuh karena terjepit kaki, pikir Reksa.

Lenia membeo seketika. Entah lantaran ucapan Reksa yang menyinggung bau topi, atau karena topi kesayangannya itu tersimpan di tumit laki-laki itu? mungkin dua-duanya. "Oh." Hanya itu balasannya. Kemudian memutar pandang lagi ke depan. Mengatur nafas.

Reksa menangkap raut itu dengan sembunyi-sembunyi, dia langsung menahan tawa. "Kamu takut?" tanyanya bergumam. "Mana nih yang katanya cewek terkenal kecowokkannya?"

Lenia menoleh cepat ke arah Reksa. Dia meloloti laki-laki itu. Anehnya pandangan gadis berambut keriting ini sama sekali tidak menyiratkan kemarahan. Melainkan hal lain. Dan baru saja lenia akan membuka mulut untuk bertanya, operator sudah lebih dulu menjalankan Kora-kora.

"Siap yaa, kita berlayaarr!"

Kora-kora mulai berayun. Pelan, pelan, lumayan, lumayan, lalu cepat. Reksa mengangkat kedua tangan sembari berteriak lantang. Hembusan angin yang menerpa wajahnya membuat dia semakin menjerit. Sensasi diombak serasa sangat menyenangkan.

Sebelahnya, Lenia. Gadis itu itu menutup mulutnya rapat-rapat. "Mmm," menahan jeritan yang hendak keluar.

"Keluarin aja, Lenia. Jangan ditahan. Teriak! Teriak!" Reksa menyoraki sembari dirinya sendiri sibuk berteriak tidak jelas.

Posisi Kora-kora pada sisi yang ditempati Lenia sedang tinggi-tingginya. Ketika dari posisi teratas tersebut diayun ke bawah. Rasanya jantung Lenia tertimggal di sana. Tetapi gadis itu masih menolak untuk mengeluarkan suaranya. Dia menggeleng keras kepala.

"Keluarin semua bebanmu, Len! Kita di sini buat senang-senang. Nggak bakal ada yang denger suaramu kecuali-" Kora-kora berayun lagi. Suara teriakan penumpang lain pun terdengar semakin memekik, apalagi ketika pemandu di bawah sana berkata 'siap berlayar kecepatan penuh?' menggunakan pengeras, suara Reksa kian tak terdengar. "Aku contohin nih, Len." Kora-kora berada di posisi atas lagi. Reksa mengambil napas sebanyak mungkin, mengumpulkan penghayatan sedalam mungkin.

Lalu berkoar sekuat tenaga. "I'M BLACK BUT I'M HOT AND I KNOW IT, YEAH!" Reksa mengangkat tangan tinggi-tinggi waktu Kora-kora berayun lagi. Jujur, Reksa menyukai sensasi ini. Seperti di pantai, teriakannya merupakan kalimat yang tak pernah bisa dia ledakkan.

"AKU SUKA WANGI RAMBUT CEWEK DI SAMPINGKU, YEAHH!" berlanjut dengan teriakan, "GILA, MASA AKU JATUH CINTA GARA-GARA WANGI SHAMPONYA SIH!" diakhiri dengan tawa membahana.

Tidak ada yang menggubris kalimat Reksa. Reksa sendiri juga tidak sadar apa yang barusna diteriakkannya.

"Lakuin seperti yang aku lakuin, Len!" Reksa menoleh ke samping. Dia memandang Lenia yang tertunduk, dengan semburat merah di pipinya. "Kok malah diem? Kan tadi aku bilang teriak seperti yang kula-" Ah, merasa sudah ingat betul tadi dia meneriakan apa, Reksa mendadak ikut terdiam, tertunduk, dan tidak bisa menikmati sansasi wahana Kora-kora lagi. Reksa menikmati hal lain-keberaniannya yang tak terduga, tadi.

Lovable (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang