Prolog

494 29 11
                                    


"Adek kenapa?"


Gadis remaja berkerudung merah muda itu mendekati seorang bocah lelaki berparas imut  yang terkesan cantik tengah duduk di bangku taman sembari menatap kosong pada raport bersampul merah di pangkuannya. Tentu gadis beranjak remaja itu merasa khawatir pada bocah di depannya. Ini telah menjelang petang dan seragam merah-putihnya masih melekat di tubuh bocah itu.  Bagaimana ia tak merasa khawatir?

"..."

Gadis beranjak remaja itu menelisik setiap sudut wajah yang masih dapat ditangkap oleh korneanya, berhubung bocah di depannya itu terus menunduk—mengabaikan dirinya.

Raut wajah itu terkesan datar, sehingga gadis itu hampir mengira jika bocah lekaki itu kemungkinan mempunyai masalah di pendengarannya.

"Dek, apa kamu tersesat? di mana rumah mu? nanti mbak anterin ya?"

"..."

"Dek? hello?", Gadis remaja itu melambaikan tangan kanannya di depan mata bocah lelaki itu—mencoba merengkuh perhatiannya.

"BERISIK!!!"

Gadis beranjak remaja itu terkesiap. Bocah lelaki itu kini mengangkat wajahnya—mencetak sorat amarah yang tertulis jelas di netranya. Menatapnya dengan geram—seolah ia teramat bersalah karena telah mengusik ketenangan seseorang.

Tanpa gadis remaja itu sempat beraksi kembali, bocah lekaki itu telah beranjak dari bangkunya—meninggalkannya dengan langkah keras, sehingga menyebabkan bunyi bedebum nyaring yang menyertai setiap geraknya.

Mata gadis beranjak remaja itu memicing—ia mengumpat dalam hati atau lebih tepatnya merapalkan permohonan agar tidak akan bertemu kembali dengan bocah kurang ajar itu lagi—SEMOGA!

"Rahma, ayo pulang!"

Panggilan seorang pemuda yang memeluk sebuah bola membuatnya menoleh. Ia tersenyum dan kemudian berlari menghampiri pemuda yang jauh lebih tinggi dan lebih besar darinya.

"Ayo Bang!", sahutnya ceria.

Pemuda yang disebutnya 'Abang' itu meraih sebelah tangannya—menuntunnya penuh sayang, sehingga membuatnya terlupa dengan kejadian di bangku taman tadi.

Ia lupa atau bahkan keduanya tak kan pernah mengingat kejadian itu. Pun ketika mereka bertemu lagi setelah dewasa—tak akan pernah mampu untuk mengingat pertemuan mereka itu. Kejadian kecil itu hanya menjadi moment yang tersembunyi, tanpa ditahu apa akan akan terjadi setelahnya.

****


prolog di edit..
awalnya dalam bentuk diary Rahma prolognya n nanti akan nyambung ke epilog. tapi aku mau ganti aja.. masukin masa kecil aja disini. Soalnya kalo masukin masa kecilnya pas di part kayanya gak sesuai, krn mereka masih kecil, pasti byk hal-hal yg terlupa juga. Dan ini side storynya... semoga ada yg mau baca , makasih :)

My Beautiful Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang