MBB6

137 17 9
                                    


"Ini resep hari ini yang harus ditebus", Seorang perawat perempuan menyerahkan secarik kertas resep pada Rahma.

"Emm, sus.. resep obat nya kasih aja sama mas-mas yang di pojok itu!", Rahma menunjuk Rangga yang duduk di sofa pojok ruang rawat nek Arsih.

"Oh iya mbak", Dengan malu-malu perawat perempuan itu mendekati Rangga yang duduk diam dengan raut kesal, lalu menyerahkan resep itu pada Rangga.

"Ini resepnya mas", ucap perawat itu sembari tersenyum semanis mungkin.

Rangga segera menyambut resepnya, "Makasih, sus. Tapi jangan panggil saya mas. Saya masih kuliah, masih dua puluh tahun. Jadi belum setua itu."

Perawat itu menggaruk kepalanya malu, "Eh pantes masih imut-imut gitu. Maafin mbak ya, dek", lalu perawat itu pamit keluar dari ruang rawat nek Arsih.

Rahma hampir tergelak. Ia segera menutup mulutnya rapat, berusaha menahan tawa yang hampir pecah.

Rangga mendelik sebal pada Rahma. Ia tahu bahwa gadis itu ingin mentertawakannya. Rangga berusaha sekuat mungkin mengontrol emosinya. Ia sadar sedang di mana ia sekarang. Tentu ia tidak mau membuat keributan di rumah sakit. Oleh karena itu ia memutuskan untuk segera beranjak dari ruangan itu untuk menebus resep nek Arsih.

****


Setelah hampir 30 menit ia mengantri untuk menebus resepnya, Rangga akhirnya kembali ke ruang rawat nek Arsih.

"Ini di taroh dimana?", ujar Rangga menunjukkan kantong yang ia bawa.

Rahma yang baru selesai sholat Ashar menoleh ke Rangga. "Taroh aja di atas nakas. entar ada suster yang bakal ngambilnya",sahutnya datar.

Rangga sedikit terpesona melihat Rahma berbalut mukena putih. Entah kenapa auranya terlihat berbeda. Cantik—bisik Rangga dalam hati.

"Kenapa bengong? Taroh aja di nakas", tegur Rahma membuat Rangga sedikit salah tingkah.

"Ah iya..." , Rangga lalu beranjak, ia segera menaruh kantong tersebut di atas nakas.

"By the way, makasih ya, dek!", ledek Rahma sembari melipat mukenanya kembali.

"IYA MBAK!", sahut Rangga kesal. Baru saja ia sedikit memuji wanita itu, namun wanita itu kembali membuat emosinya naik.

Belum sempat Rangga mendudukkan kembali pantatnya di sofa, Rahma segera menginterupsinya. "Dek, air galon udah habis nih. Mau nggak tolongin mbak buat ngisi galon ini?", Rahma menunjuk galon yang airnya tinggal sedikit.

Rangga menatap Rahma semakin kesal. Ia tidak tahu bagaimana bisa di balik ucapan lembut itu tersirat kalimat menusuk di dalamnya. Ia sangat tahu bahwa Rahma sengaja membuatnya merasa kesal dan ya, Rahma berhasil.

Rangga kemudian mengambil galon tersebut dan segera keluar lagi dari ruang rawat nek Arsih dengan raut wajah yang tentu sudah dapat ditebak seperti apa.

"Jangan pake lama ya, dek!", seru Rahma sesaat setelah Rangga membuka pintu ruang rawat nek Arsih.

"Kamu ini nduk, kenapa gitu sih? Gak baik loh ngerjain dia kaya gitu?", tegur nek Arsih, melihat Rahma cekikikan menatap pintu yang telah tertutup rapat.

"Hahahaha, gak apa-apa nenek ku sayang. Sekali-kali bikin dia kaya gitu.. Anak kaya dia pasti gak pernah digituin. Kan seru sekali-kali"

"Ya, tapi kan kasihan juga dia. Atau jangan-jangan kamu suka yah sama dia?", Nek Arsih menatap Rahma curiga.

My Beautiful Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang