MBB1

294 24 10
                                    

Dua orang yang tak saling mengenal

Dua orang yang memiliki kehidupan berbeda

Dua orang yang saling bertolak belakang

Namun saat takdir tlah berbicara

Dua orang tersebut akan bertemu di suatu muara

Akan merangkai cerita baru bersama'

Membuka lembar-lembar kehidupan berdua

Berlabuh bersama dalam satu perahu

Tuk mengarungi gelombang kehidupan menuju sebuah dermaga


~ My Beautiful Boy ~


Sesekali Rahma terlihat memijit pelipisnya di sela-sela kesibukannya berkutat dengan buku-buku yang tertumpuk di mejanya. Ruangan guru itu sudah nampak sepi. Tak ada seorang pun yang masih tinggal disana selain dirinya.

Hari ini memang hari yang menyibukkan untuk Rahma. Banyaknya tugas anak-anak yang harus ia periksa, mengharuskannya untuk lembur. Sebenarnya ia bisa saja membawa pekerjaan itu ke rumah seperti guru-guru yang lain, namun ia lebih senang menyelesaikannya di sekolah, tentu tidak berisiko. Lagipula saat di rumah, ia mempunyai tanggung jawab untuk anak-anak yang lain.

Rahma sangat menyukai anak-anak. Oleh karena ia memutuskan untuk menjadi seorang guru, seorang guru di sekolah dasar dan sekarang ia menjabat sebagai wali kelas di kelas IV A. Ia mengajar di salah satu sekolah dasar swasta yang cukup terkenal di kota Semarang. Karin -sahabatnya yang merekomendasikan dirinya untuk mengajar disana dan gajinya lumayan besar. Mayoritas anak-anak yang bersekolah di sana adalah berasal dari anak-anak orang kaya.

Lembar terakhirpun akhirnya dapat ia selesaikan. Ia melirik jam dinding yang tertengger di tengah-tengah ruangan tersebut telah menunjukkan pukul empat sore. Sudah dua jam berlalu dari jam pulang yang seharusnya. Ia merenggangkan kedua tangannya yang cukup penat. Menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mengurangi sedikit kepenatan yang ia rasakan. Apalagi ia masih dalam periode datang bulan, perutnya terasa kram. Ia kemudian bergegas merapikan buku-buku tersebut dan memasukkannya ke dalam lemari miliknya.

Rahma keluar dari ruangannya dengan langkah gontai. Hari ini sungguh sangat melelahkan untuknya. Badannya pun terasa lengket –sungguh tidak enak baginya dalam masa menstruasi seperti ini.

Seketika ia tersenyum tipis ketika mengingat saudaranya –Cinta. Gadis itu bahkan selalu pulang sore dan tak jarang pulang hampir maghrib. Namun adiknya itu sungguh tak pernah menampilkan wajah yang kelelahan. Ia sepertinya harus belajar lagi dari adiknya itu. Gadis yang sungguh luar biasa menurutnya. Gadis yang sangat penyabar yang pernah ia kenal. Ia sangat menyayangi adiknya itu.

Rahma tersenyum dan mengucapkan salam pada Pak Sucipto –satpam di sekolah tempatnya mengajar. Pak Sucipto pun membalas sapaannya ramah. Bahkan lelaki paruh baya itu sempat melontarkan gurauan sebelum ia benar-benar berlalu dari kawasan Sekolah Dasar Pelita Bangsa.

Ia menengadah –menatap langit yang kini berselimut kabut. Sepertinya awan-awan telah bersiap memuntahkan kumpulan air yang telah mereka kandung. Memberikan secercah kehidupan pada tanah serta makhluk hidup di atasnya. Sungguh fenomena luar biasa dari Yang Maha Kuasa.

Rahma mendesah. Ia lagi-lagi terlupa untuk membawa payung. Padahal ia sadar betul bahwa bulan ini sudah memasuki musim penghujan. Bahkan ia sebagai seorang guru yang sering menyebutkan tentang pepatah 'sedia payung sebelum hujan', kerap sekali terlupa untuk itu. Sebenarnya, tadi teman sejawatnya sesama guru –Andre–guru bahasa inggris, menawarinya pulang bersama. Bahkan guru tampan berusia dua puluh lima tahun itu bersedia untuk menungguinya. Namun Rahma menolaknya –untuk kesekian kalinya.

My Beautiful Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang