17

11.9K 2K 536
                                    

Seusai kegiatan tutor, seperti biasa, Velvet buru-buru mengemasi barang-barangnya. Terlebih, kini Luke sedang menunggunya di rumah.

"Velvet," panggil seseorang yang berdiri di sampingnya.

Velvet jelas langsung mendongak, lalu mendapati Bimo sedang menunggunya beberes. "Ada apa, kak?"

"Uhmm," gumam Bimo sambil menggaruk tengkuknya. "Temenin gue ketemu Dokter Nisa yuk."

Mendengar nama dokter yang satu itu disebut, Velvet menelan ludah. Sudah bukan rahasia lagi jika Dokter Nisa yang juga merupakan Dekan di fakultasnya itu galaknya bukan main.

"Emang kenapa, kak? Saya bikin salah?" tanya Velvet panik. "Gara-gara Dokter Gusman ya, kak?"

Bimo mengernyitkan dahi, bingung perempuan ini bicara apa. "Dokter Gusman?"

"Iya kemaren waktu dia ngajar di kelas saya, saya—" Lah kenapa gua jadi curcol. "Ngga deh, kak. Gapapa."

"Ini Bu Nisa manggil aja. Mau ketemu lo katanya."

Buseng, batin Velvet. Ketam nih gue.

"Velvet?" panggil Bimo sekali lagi. "Ayo."

Velvet mengangguk, menyampirkan ransel kecilnya di sebelah pundak, lalu berjalan beriringan bersama Bimo menuju kantor Dekan.

Dokter Nisa membetulkan hijabnya, lalu kembali melirik Velvet dan Bimo secara bergantian melalui lensa kacamatanya yang tebal. Bimo terlihat santai, berbanding terbalik dengan Velvet yang sedari tadi gusar.

"Angieta," ujar Dokter Nisa sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Kamu namanya Angieta?"

"I-iya, Dok. Saya Angieta."

"Ya elah, Bim," kata beliau sambil bersandar lagi di kursinya, melirik Bimo. "Ini mah saya kenal. Velvet kan?"

"Oh iya, Dok?" Bimo terkekeh kecil. "Kirain ngga tau makanya saya bilang namanya Angieta."

"A-ada apa ya, Dok, saya sama Kak Bimo dipanggil ke sini?"

Alis Dokter Nisa bertaut, lagi-lagi melirik Bimo. "Bisa aja ini si Bimo. Padahal saya manggilnya kamu doang sendiri."

Velvet menoleh pada laki-laki di sampingnya yang langsung tertunduk malu.

"Jadi gini, Velvet," kata Dokter Nisa, jelas dan tegas. "Kata si Bimo ini, kamu ini pinter nulis ya?"

"Hobi aja sih, Dok.."

"Kalau begitu saya minta tolong boleh ya?" Dokter Nisa mengeluarkan selembar kertas dari laci meja kerjanya. "Saya minta tolong kamu untuk bikin booklet tentang fakultas kita —kedokteran gigi— untuk seminar minggu depan."

Bujug, batin Velvet. Dikira bikin booklet segampang ngupas kuaci kali ya.

Dokter Nisa terkekeh, memamerkan giginya yang putih. "Tenang aja, nanti dibantu Bimo, kok."

Lagi, Velvet menoleh pada Bimo. Kini laki-laki itu berani menatapnya sambil tersenyum lebar.

"Bisa, Velvet?"

Bisa. Bisa gila saya.

"Nanti gua bantuin," tambah Bimo.

Velvet, dengan sedikit ragu tersisa di hatinya, mengangguk. Lalu setelah itu, mereka berdua diizinkan untuk meninggalkan ruangan Dekan.

"Sorry, ya, Vel. Ga bilang-bilang dulu," kata Bimo, menyusul Velvet yang sudah terlebih dahulu jalan.

"Yee makanya, Kak. Jangan main tunjuk-tunjuk orang aja. Emang dikira orangnya ga sibuk? Kalo udah ditanya langsung sama Dekan kan saya ga enak nolaknya."

Lah kok gue ngegas sih, pikir Velvet.

"Oh, lo sibuk, Vel?"

Velvet mengangguk. "Iya. Banyak urusan." Nemenin yang di rumah, maksudnya.

"Maaf deh," ujar Bimo penuh penyesalan. "Kita gercep aja gimana? Biar cepet kelar."

"Yaudah ayo. Datanya ada di kakak semua kan?"

Bimo mengangguk. "Yuk."

"Ngerjain di mana?"

"Kosan gue pasti penuh anak-anak pada nge-basecamp." Bimo memutar otak, mencari tempat yang pas. "Rumah lo aja, gimana?"

Setelah perdebatan panjang-lebar mengenai tempat pengerjaan booklet sialan itu, Velvet akhirnya setuju dengan usulan Bimo tadi; di rumahnya, mengingat saldo di rekeningnya yang menipis dan dua lembar uang dua ribuan yang hanya cukup untuk bayar parkir. Seniornya itu juga katanya sedang tidak punya uang —sebetulnya Velvet tidak tahu pasti.

Velvet memasukkan mobilnya ke garasi, sedangkan Bimo yang mengendarai motor ninja kesayangannya menepi di pinggir jalan. Melihat itu, Velvet nyaris mencak-mencak lagi. Cukup sudah kesabarannya habis oleh si senior.

"Masukin ke dalem aja," kata Velvet. "Komplek gue banyak maling."

Halah bodo amat pake gue-elo udah capek gue, batinnya sambil masuk ke dalam rumah.

Saat memasuki ruang tamu, Velvet sudah bisa mencium bau-bau familiar. "Ya anjir dia bikin Indomie lagi," desisnya.

Dan benar saja, Luke sedang asyik menonton FTV SCTV di ruang tengah, ditemani semangkuk mi goreng dan coca cola dingin.

"Hey, you're home!" serunya sembari meletakkan mangkuknya di meja.

"Yeah," jawab Velvet malas. "Why aren't you in my room?"

"I was just thinking I need to study your house so that I know what type of house you like if we wanna build one someday," ujar Luke dengan cengiran.

"Cheesy, but I like that reason though."

Luke tertawa, lalu menjawil hidung kekasihnya itu. Dua-duanya kaget saat pintu dibuka, menimbulkan suara derit yang agak keras.

"Vel? Gue masuk ya," kata Bimo meminta izin.

Luke menoleh, mencari sumber suara itu. "Who's that?"

Belum sempat Velvet menjawab, Bimo terlebih dulu menjejakkan kaki di ruang tengah dengan canggung, setengah terkejut melihat seorang Luke Hemmings di hadapannya.

"Eh, uhm, sorry if I'm interrupting something," kata Bimo.

"Who is he, Vellie?" tanya Luke tidak sabar.

Velvet menyeka keringatnya terlebih dahulu, baru menjawab. "He's my friend, Luke. His name's Bimo. Bimo, this is Luke."

Mereka berdua berjabat tangan agak lama. Velvet tahu hawa ruangan itu mendadak panas, maka ia buru-buru berdeham agar keduanya melepaskan tangan satu sama lain.

"I need to talk to you," kata Luke sambil membawa mangkuk Indomie-nya naik ke atas. "Meet me upstairs."

Velvet menghela napas, menoleh pada Bimo yang kebingungan. "Bentar ya. Kalo mau nutrisari, seduh aja sendiri."

"Why do you bring a dude here?" tanya Luke saat Velvet baru saja membuka pintu kamarnya.

"We got something to do." Velvet duduk di samping Luke, meletakkan ranselnya di lantai. "A project."

Luke menyuap mi gorengnya dengan bernafsu, lalu ia menenggak coca cola-nya. "Okay, then."

"Okay? What do you mean by saying okay?"

"You can work on that project with him," katanya. "But I'll be watching you."

Velvet menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti apa maksud Luke.

Luke menghela napas, menyuapi sisa mi gorengnya pada Velvet. "He might be into you. I can see it from his eyes."

dah kan tu double update yehey

woi knp ya mau miles teller sejahat apapun di divergent series gue gbs benci

bawaannya sayang aja gt

rang ganteng bebas

Middle Row ♪ Hemmings | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang