Sejak bangun tadi, perut Velvet dipenuhi kupu-kupu yang beterbangan. Hari ini akhirnya datang juga. Jantungnya tidak mau berdegup normal, senyum di wajahnya tidak mau berhenti mengembang.
Lah anjir ini yang mau konser siapa yang deg-degan siapa?
Tanpa buang-buang waktu, Velvet langsung mengemasi barang-barang untuk malam nanti, termasuk lembaran kertas bertuliskan sign 'I AM ...' untuk worldwide project. Ia mencetak puluhan kertas, untuk dibagi-bagikan di venue.
"Vellie," sapa sang Ibu, mengejutkannya. "Mau pergi sekarang?"
Velvet mengangguk pelan, memastikan kamarnya tidak mencurigakan. "Iya, abis ini mau mandi."
"Yaudah. Nanti turun ya. Mama udah beliin bubur."
Setelah yakin ibunya sudah tidak berada di lantai dua, Velvet duduk sebentar di bean bag-nya, membiarkan badan mungilnya tenggelam. Ada perasaan bersalah melintas di benaknya karena telah membohongi orangtuanya.
You, little rebel, ucapnya dalam batin, merujuk pada dirinya sendiri.
Within a minute I was all packed up
I've got a ticket to another world
I don't wanna go, I don't wanna goPonsel Velvet berbunyi, tapi ia tidak ingin mengangkatnya buru-buru.
Lumayan dengerin sebentar.
Baru saat nada deringnya memasuki bagian chorus, ia men-slide layar ke kanan.
"KE MANA AJA SIH?! LAMA BANGET ANGKATNYA! ABIS BOKER YA?!" seru Trisya setengah berteriak.
"Ngga. Abis enaena sama Luke."
"APAAN SIH?! LO MABOK?!"
Velvet mendengus. "Jangan teriak-teriak napa. Pengeng kuping gue."
"Iya, bawel," ledek Trisya. "Lo di mana?"
"Di rumahlah."
"Gue harus berangkat bentar lagi."
"Oh iya ya mau soundcheck," gumam Velvet lemah. "Nanti gue nungguin lo gitu? Kalo lo masuk, gue gimana?"
Trisya bergeming, berpikir sejenak. "Lo ke AEON dulu aja."
Menghela napas panjang, Velvet mengiyakan saran kawannya itu. Ia mengambil handuk, lalu masuk ke kamar mandi, membilas badan seadanya.
—
Velvet: Gue di lobby
Trisya: Mau mampir dulu ga
Velvet: Ga usah
Velvet: Bawain chiki dong buat di jalanTrisya: Y ok
Lima menit kemudian, Trisya keluar dari lift dengan atasan turtleneck hitam dan ripped skinny jeans. Rambutnya dibiarkan tergerai, tidak ingin hasil catokannya rusak sebelum waktunya. Typical Trisya —stunning, almost looks like a goddess.
Sebetulnya, Velvet sama cantiknya dengan Trisya. Mereka sama-sama menarik, dengan cara yang berbeda.
Velvet adalah perempuan yang kautemukan di Timezone, bermain Dance Dance Revolution dengan semua mata terpaku padanya.
Trisya adalah perempuan yang membuat para pramuniaga Sephora berdecak kagum hanya karena nail art-nya yang menawan.
See the difference?
Terlepas dari semua perbedaan yang mereka punya, Velvet dan Trisya bukan cuma sekadar teman menonton konser. Mereka lebih dari itu. Sahabat mungkin kata yang pas.
"Udah kan?" tanya Velvet seraya bangkit dari sofa di dekat resepsionis.
Trisya mengangguk. "Baju lo lebih niat dari biasanya."
Velvet menunduk, memerhatikan outfit-nya sendiri, lalu tersenyum bangga. "Kan mau ketemu pacar."
"Bitch, no. They're all mine," ujar Trisya posesif.
"Tai lo."
"Lo juga." Trisya memeluk Velvet erat. "I can't believe that this really is happening!!"
"Bawel, Soundcheck," cibir Velvet.
Bibir Trisya merengut. "Ish, ngga gitu maksudnya, Vel."
"Iya, ya elah. Gue liat 5SOS lewat big screen aja udah bahagia kok."
Ngga juga sih, elak hati Velvet. Ya abis mau gimana lagi?
—
"Lo mau ke mana abis ini, Vel?" tanya Trisya yang sudah berada di barisan para pemegang tiket dengan Soundcheck Experience.
"Beneran ke AEON kali. Mau ngisi perut dulu juga."
Trisya mengangguk. "Gue nunggu di dalem ya. Foyer-nya udah dibuka."
"Yaudah gih."
"Tapi serius lo gapapa? Gue ga enak nih, Vel."
Velvet tersenyum maklum. "Santai aja. Sana gabung sama yang lain."
Dengan itu, Trisya pamit masuk ke dalam Foyer, meninggalkan Velvet yang bingung ingin ke mana. Gate 10, gerbang masuknya nanti, masih sepi. Hanya ada beberapa gadis yang terlihat lebih muda darinya sedang duduk melingkar.
"Masa makan sih? Masih kenyang bubur...," ujar Velvet sambil menepuk-nepuk perutnya.
Di tengah kebimbangannya mencari arah, Velvet melihat sebuah topi di dekat tangga turun menuju basement.
Ia mendekat, meraih topi itu.
Dadanya berdesir, tangannya seketika berkeringat dingin.
Topi Bintang.
Velvet menoleh ke kanan dan kiri. Nyatanya, tidak ada yang sadar jika topi itu sudah berada di sana dari bermenit-menit lalu. Maka, Velvet menggenggamnya erat-erat. Selain itu, ia tidak tahu harus berbuat apa.
Sungguh tingkat kewarasannya menurun drastis saat ini.
"Sorry, that's mine," kata seseorang dari balik punggungnya.
Velvet berbalik badan, sedikit tersentak karena takut dikira mencuri.
Di hadapannya kini berdiri seorang laki-laki dengan sandal hotel, skinny jeans, dan hoodie hitam yang dipakai menutupi kepalanya.
Velvet menelan ludah, mencoba memastikan diri ia bukan di dunia khayal.
—
ok i kno cerita relationship between a fan sm idolanya udah banyak bgt tp please give this a shot
gue juga belum tau cerita ini mau dibawa ke mana
gue cuma mau nulis apa yang ada di otak gue setelah slfl kemaren
mohon maaf jika ada kesamaan nama/alur/adegan, semuanya tidak ada unsur kesengajaan ya geng
xx,
atha
KAMU SEDANG MEMBACA
Middle Row ♪ Hemmings | ✓
Fanfiction❝The spotlight is on me but she's all I see.❞ Highest rank #5 in Fanfiction [23/4/16] [ i put this story in the 'mature' section because it contains harsh words and a violence scene] Copyright © 2016 by bajigur