29

10.8K 1.9K 338
                                    

Michael menatap pintu di hadapannya, lalu Calum dan Ashton secara bergantian. "I'm not gonna knock it."

"Oh, c'mon, Mike. Be a gentleman," ujar Calum, mulai tidak sabar.

Sudah sepuluh menit mereka berdebat untuk menentukan siapa yang akan mengetuk pintu rumah Velvet. Ketiganya termakan omongan Luke pada Michael tempo hari tentang Ibu Velvet yang tidak sebaik yang ia pikir.

"Okay," kata Ashton menengahi. "I'll do it."

Ashton yang tau rencana penjemputan paksa Luke ke Jakarta ini paling belakangan, kini hanya bisa mendengus. Ia lelah mendengar kedua temannya itu bertingkah layaknya anak kecil sejak mereka pertama kali menginjakkan kaki di bandara.

"Ash, it's so hot," kata Michael sambil mengipas-ngipaskan lehernya dengan tangan. "I think we need to buy some ice cream."

"Yes!" seru Calum yang wajahnya mulai memerah.

Ashton menggeleng. "Mate, we have to get outta here quickly or somebody will notice us."

"No!" teriak keduanya bersamaan, lalu berpegangan tangan sambil menatap Ashton tajam.

Tanpa basa-basi lagi karena kakinya mulai pegal, Ashton membenarkan posisi topi fedora-nya, lalu mengetuk pintu rumah Velvet.

Sedangkan Michael dan Calum berbaris di belakang badan Ashton yang tegap —bersembunyi.

"Iya cari sia—" raut wajah si pembuka pintu berubah kaget ketika mendapati rumahnya disambangi tiga bule sekaligus. "Luke's friends, right?"

"Velvet's mother, right?" kata seseorang dari balik badan Ashton.

Ashton, jelas saja, langsung menggeleng-gelengkan kepala tanda membela diri. "That wasn't me," katanya sambil menoleh ke belakang. "Screw you, Mike."

"Listen," kata Ibu Velvet. "If you want to stay here too, I suggest you better go now because my house is not a hotel."

"I didn't know she speaks English too," ujar Calum yang langsung disambut jitakan pelan Ashton di kepalanya.

Ashton kembali menatap Ibu Velvet. "We are here to pick Luke up with us."

Luke duduk di sisi ranjang, memandangi Velvet yang sedang memberesi bajunya ke dalam tas sambil memunggunginya. Bahu perempuan itu tidak henti-hentinya berguncang.

"Vellie, I promise I'll find a way to stay," kata Luke, berusaha menenangkan.

Velvet menggeleng. "It still won't work in the end."

Luke menghela napas, menghampiri Velvet dan duduk di sampingnya. Matanya menatap lurus-lurus wajah Velvet yang merah padam.

"Don't cry," ujar Luke lalu ia mengelap air mata serta ingus Velvet dengan ujung kausnya.

Velvet, bukannya berhenti menangis, malah terisak lebih parah.

"Vellie, I promise." Luke tersenyum miris. "Come here."

Lengan Luke menarik Velvet ke dekapan, mengelus kepala perempuan itu lembut. Pertama kali dalam hidupnya ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Yang ia tahu hanya; ia mencintai Velvet.

Tapi mungkin, itu saja tidak cukup.

"Luke," panggil seseorang setelah pintu kamar Velvet terbuka.

Yang dipanggil menoleh, lalu matanya memicing —tidak percaya penglihatannya sendiri. "Ashton?"

Lalu seorang cowok ber-sweater hitam menyusul masuk.

"Calum?" Luke menggeleng-gelengkan kepalanya, melepas pelukannya dengan Velvet lalu bangun. "This must be Michael's plan."

Dan ya, setelah disebut namanya, pria itu masuk sambil menundukkan kepala —takut Luke marah.

"Mike, I told you not to tell anyone," kata Luke dengan suaranya yang parau.

"But I need to tell everyone," bela Michael, menekankan kata 'need'. "Holy balls, you got into a fight. We're all worried."

"I can handle that, okay? You guys don't have to come all over here."

"I'm sorry," kata Ashton, lalu ia berjongkok di samping Velvet yang masih menangis. "I'm sorry, Velvet. Your mum told us that Luke had to leave, and coincidentally, we're here to pick him up."

Velvet menoleh. "What the hell? Is this arranged or something?"

"No, Velvet. Don't get us wrong," kata Michael sambil ikut-ikutan duduk di samping Velvet. "We ourselves wanted to take him with us again, because we think, it's better for you two to separate."

Calum yang masih berdiri, melirik Luke agak takut, lalu menatap Velvet. "For your own good too."

"Here," kata Ashton tenang. "We do this thing to protect Luke, just like what your mum does to you."

Velvet rasanya ingin menyumpal telinganya dengan kapas —atau apapun— agar kalimat-kalimat menyesakkan itu tidak mampu lagi ia dengar. Hatinya hancur, entah jadi berapa keping, tapi sakitnya bukan main.

Luke masih belum angkat bicara. Ia mematung, membiarkan amarah menguasai dirinya. Lalu pria itu meraih earphone di nakas, menyambungkannya ke ponselnya, lalu memutar sebuah lagu.

"Wear this," kata Luke, memberi ponselnya pada Velvet.

Velvet mendongak, menatap Luke bingung.

"Just fu—" Luke menghela napas. "Just wear it, Vellie. Please."

Perempuan itu menurut, lalu memasang earphone ke telinganya. Melihat Velvet sudah mengenakannya dengan sempurna, Luke mulai bersuara.

"Guys," kata Luke. "I appreciate that you guys have been worrying about me. But I fucking can do this on my own. I mess things up, I get it. I just don't want to fucking let go of her. I'm fucking in love with her.

Just fuck it, you guys don't even know what it feels like to be in love. I almost doubt if you even have hearts. She means the world to me. Why can't you just fucking understand?"

"Luke, your safety is above everything," ujar Ashton sambil bangkit dari jongkoknya. "No more arguments."

Luke menganga, tidak terima dengan keputusan yang diambil sepihak itu. Ashton lalu menepuk bahunya, sebelum akhirnya keluar dari kamar Velvet.

"We'll be waiting downstairs, Luke," kata Calum sebelum menyusul Ashton. "The flight back to LA is tomorrow."

"The heck?"

Michael, paling terakhir keluar, sempat berdiri di hadapan Luke. "I'm so sorry, Luke."

"Your fucking apology won't change anything, Mike. Just fucking go," ujar Luke dingin, enggan menatap balik kawannya itu.

Luke menutup pintu setelah ia kembali berdua dengan Velvet di kamar. Velvet termangu, lalu melepas earphone yang sedari tadi menyumbat telinganya.

"Luke, what were you guys talking about?"

Tidak kuasa menjawab, Luke lebih memilih untuk mendekap Velvet, berusaha mengingat-ingat apa rasanya berada di dalam pelukan gadisnya itu —jika nanti untuk melihat sosoknya saja terasa mustahil.

good luck buat yang pada lagi un sma dan us smp! doa ajalah yang penting mah, usahanya kan udah tiga taun

gue mah bersyukur aja bisa sans di rumah #kelassebelaslife

btw mulmed nemu di pinterest trs gue pikir2 "hm yajugaya" dan jadilah adegan luke-nyuruh-velvet-pake-earphone-sebelum-berkata-kasar he

Middle Row ♪ Hemmings | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang