Nayla terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Nayla terkaget saat tahu sekarang pukul empat pagi.
Ia melihat tempat tidurnya yang penuh dengan tisu, dan tangannya yang memeluk bingkai foto.
Nayla melihat bingkai foto yang ia peluk. Fotonya dengan Farel, saat ia masih bersekolah di Surabaya.Nayla baru ingat. Ketika ia pulang dari kafe, ia mengurung dirinya di kamar. Menangis sejadi-jadinya. Mengingat semua kenangannya dengan Farel.
Nayla tak habis pikir. Hubungannya baik-baik saja selama ini, walau satu bulan yang lalu Farel sempat sibuk.Farel yang dulu Nayla kenal benar-benar berubah. Bahkan Farel membawa wanita lain saat memutuskan hubungan mereka. Dada Nayla kembali terasa sesak. Ia menutup tubuhnya dengan selimut. Lalu menangis.
"Lo cinta pertama gue, Rel. Dan lo juga yang pertama matahin hati gue." umpatnya dalam hati.
Waktu terus berjalan. Matahari mulai menampakkan sinarnya. Nayla mencoba bangkit. Lalu bergegas mandi. Sekarang patah hati menjadi urusan nomor dua.
Bagaimanapun patah hati tidak boleh membuat semangatnya turun.* * *
Nayla pikir ia mampu. Nyatanya ia sulit sekali berkonsentrasi saat jam pelajaran. Ia kerap kali melakukan kesalahan. Bahkan karena mood yang buruk, Nayla memilih tidur dan tidak mendengarkan penjelasan guru.
Nayla membuka matanya secara perlahan. Bukan ruang kelas yang ia lihat. Nayla terbangun dari tidurnya, ia menatap sekitar. Ia kemudian menyadari bahwa dirinya tengah berada di ruang kesehatan.
"Kenapa gue ada di sini?" tanya Nayla heran.
"Nay, lo udah sadar?" sambar seseorang. Nayla menoleh, mendapati Hasya tengah duduk di pojok ruangan. Gadis itu berdiri lalu menghampiri Nayla.
"Tadi lo pingsan di kelas." jelas Hasya.
"Pingsan?" Nayla tampak bingung, setahunya ia hanya tidur.
"Iya, badan lo panas, wajah lo juga pucat."
"Tapi, gue tadi cuma tidur."
"Tapi badan lo panas." tegas Hasya.
Nayla memeriksa kening dan lehernya, meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Ngga panas kok, biasa aja."
"Mungkin panasnya udah turun karena di kompres sama Rafa."
"Sama siapa?!"
Hasya mendadak bungkam. Ia lupa sudah berjanji pada Rafa untuk tidak mengatakannya. Hasya kehabisan akal. Apa yang harus ia jawab.
"Lo tadi bilang apa?"
"G-gue ngga bilang apa-apa kok, mungkin lo salah dengar." elak Hasya.
"Ngga, gue ngga salah denger. Sya, gue tahu lo itu ga bisa jaga rahasia. Gue tahu lo itu suka banget keceplosan. Mendingan lo jujur sama gue." tekanan dari Nayla membuat Hasya benar-benar menyerah.
"Iya, iya. Jadi tadi pas anak-anak kelas bawa lo ke UKS, Rafa sama teman-temannya ngelihat. Nah, Rafa kelihatan panik banget. Terus selama lo tidur Rafa ngompres kepala lu supaya demam lo turun. Saat dia ngerasa lo udah mendingan dia pergi ngga tahu kemana, dan dia minta gue buat ngga bilang siapa-siapa termasuk, lo."
"Huh, lagaknya sok baik. Gue tahu, ini pasti satu dari ribuan cara dia buat mempermalukan gue lagi." kesal Nayla.
"Bener juga. Selama ini kan Rafa selalu mempermalukan lo. Aneh, kalau dia tiba-tiba baik. Terlebih waktu itu dia minta no handphone lo."
"Jadi... yang ngasih no handphone gue ke Rafa itu lo?!"
Hasya menepuk jidatnya. Lagi-lagi ia keceplosan. Tidak ada gunanya menjelaskan. Hasya hanya pasrah mendengar ocehan Nayla. Membiarkan gadis itu meluapkan semua emosinya. Hasya tahu betul, bagaimana Nayla membenci Rafa. Jika Hasya berada diposisi sahabatnya itu pasti juga akan membenci Rafa.
* * *
Popy tersenyum lebar sambil membawa makanannya. Bakso, dan mie ayam siap mengisi perutnya. Awalnya ia tidak ingin meninggalkan Hasya. Tapi, rasa lapar membuatnya mau tidak mau meninggalkan sahabatnya itu.
"Mampu makan sebanyak itu?"
Popy mendongak mencari sumber suara. Ia tercengang melihat kehadiran Nico. Sementara Nico tersenyum dan meletakkan minuman dihadapan Popy.
"Lain kali pesan minuman juga, ntar keselek mati lagi, kan sayang kalau populasi cewe cantik berkurang." kata Nico lalu duduk di samping Popy.
Popy tercengang. Lalu menatap Nico dengan heran."Maksud lo gue cantik?"
"Iya."
"Mendingan ntar pulang sekolah lo periksa mata. Kayanya mata lo bermasalah." tegas Popy. Entah kenapa terdengar aneh saat Nico memujinya cantik. Selama ini ia selalu di ejek babi, gajah, badak karena tubuhnya yang tidak ideal. Tapi itu bukan masalah bagi Popy, yang terpenting ia bahagia dengan makanan yang ia makan. Ia juga menganggap enteng bila tidak ada pria yang menyukainya, karena ia percaya seseorang diciptakan berpasang-pasangan. Maka dari itu, ia memilih membahagiakan dirinya daripada menyiksa agar pria menyukainya.
Meskipun begitu, Popy kerap kali jatuh cinta. Salah satunya, Rafa. Ia mengagumi Rafa sejak pertama menginjak Sekolah Menengah Atas. Tapi kembali lagi, Popy bukanlah orang yang perduli. Ia membiarkan rasa itu begitu saja. Ia tak memikirkan sakit dari cinta yang ia pendam, karena makanan cukup membahagiakan dirinya."Oke, ntar gue periksa." Nico tersenyum.
Popy merasa ngeri melihat senyuman Nico. Ia pun mencoba mengalihkan pandangan dan mulai memakan makanannya."Gue suka ngelihat cewe makan banyak."
Perkataan Nico sontak membuat Popy tersedak. Segera ia meneguk minuman yang Nico berikan. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang salah dengan Nico. Tidak ada hujan tidak ada angin, tiba-tiba saja menghampirinya dan memuji dirinya.
"Untung gue beliin minuman, kalau ngga bisa mati keselek lo." sambung Nico.
Popy menghela napas panjang. Lalu menatap Nico dengan tajam.
"Jangan kebanyakan basa-basi. Langsung aja apa yang lo mau."
Nico tersenyum lebar. Apa yang ia inginkan akhirnya ia dapatkan.
"Kasih tau gue makanan, barang, atau apapunlah yang Nayla suka."
Bukannya menjawab Popy justru memberi Nico uang. Bukannya tak ingin memberitahu, hanya saja Popy tak hapal betul apa yang disukai Nayla.
"Makasih minumannya." Popy beranjak dari pergi. Nafsu makannya benar-benar hilang. Nico merasa kesal karena gagal mendapat informasi tentang Nayla. Tak lama Rafa dan Adit menghampirinya.
"Gimana?" tanya Rafa.
"Gagal." jawab Nico, lesu.
Rafa tampak kecewa lalu duduk di hadapan Nico. Ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa, karena Nayla adalah cinta pertamanya. Rafa tak tahu pasti harus bersikap bagaimana terhadap wanita.
"Udahlah Raf, gausah ambil pusing kasih aja Nayla bunga. Gampang kan." usul Adit.
"Tapi kan gue ga tahu bunga kesukaan Nayla."
"Kasih aja bunga melati."
"Jadi, cewe itu suka bunga melati?" tanya Rafa, polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Nayla [TAMAT]
Подростковая литература"Caraku mencintai bukanlah dengan memilikinya, Tapi dengan cara melindunginya, membuatnya bahagia..., tersenyum. Dan mengobati semua lukanya." - Rafabry Andika(Rafa) [ 1216 ] [ DILARANG MENJIPLAK CERITA INI! CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN PENULIS...