Bel pulang berbunyi. Begitu selesai membaca doa, Rafa langsung bergegas menuju keparkiran. Langkahnya amat cepat. Pagar belum dibuka, tetapi Rafa sudah tiba menunggu. Hingga satpam penjaga sekolah geleng-geleng kepala dengan tingkah laku Rafa.
Begitu gerbang dibuka, motornya melaju menerobos angin sore. Rafa mendapat kabar bahwa kondisi Farel semakin memburuk. Jika tidak mendapatkan donor, makan ia, dan kedua orang tuanya harus menghabiskan waktu bersama Farel dalam waktu yang singkat, kecuali Tuhan memberikan keajaibannya.
Rafa tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Harapan satu-satunya adalah Puna. Ia tahu Puna wanita yang baik, meski ia baru mengenalnya. Rafa amat bersemangat untuk membuat kesepakatan dengan wanita itu, meski belum pasti ginjal Puna cocok dengan saudaranya.
Jika setelah melakukan tes tidak cocok, Rafa rela memberi ginjalnya untuk Farel.Rafa tiba di toko bunga milik Puna. Sesegera ia masuk ke dalam. Dengan napas tak beraturan ia tersenyum melihat Puna yang sibuk menata bunga.
"Puna." panggil Rafa, membuat wanita itu menoleh.
"Hm? Kapan kamu sampai?" tanya Puna biasa.
Rafa mendekat dan memegang tangan Puna erat. "Mari saling bantu, aku mohon."
Puna terdiam. Air mukanya berubah seketika. "Kamu datang kemari hanya untuk memohon bantuanku? Tidak yang lain?" tanya Puna setelah lama hening.
"Nggak. Aku gak mau beli bunga. Aku juga gak mau pinjam selimut."
"Hanya itu?"
"Pun, gue mohon sama lo. Lo harapan gue satu-satunya. Gue cuma mau bawa lo ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan—"
"Kalau misalnya gak bisa?" tanya Puna memotong ucapan Rafa. "Apa kamu akan datang lagi?"
Rafa terdiam cukup lama.
"Aku akan tutup toko, dan kita akan pergi ke rumah sakit."
Rafa yang sedari tadi bingung untuk menjawab, kini kembali seperti awal. Tanpa ragu ia memeluk Puna. Dengan senyum lebar ia terus mengatakan terima kasih. Cocok atau tidaknya urusan belakangan. Setidaknya Rafa berhasil membawa calon pendonor untuk adiknya. Dan juga ia berjanji, jika Puna tidak dapat mendonorkan ginjalnya, maka ia sendiri yang akan memberinya untuk Farel.
* * *
Bel istirahat berbunyi. Sejak Puna menerima permintaan Rafa, pria yang tadinya sedikit tertutup dengan Adit dan Nico, kini kembali berkumpul bersama. Hari yang sangat bersejarah untuk mereka. Terlebih Nico yang sangat merindukan kehadiran Rafa.
"Untung lo galaunya gak lama." kata Adit.
"Rafa 'kan anti galau." timpal Nico.
"Sudah jangan di bahas. Sakit saat gue tahu, gue masih suka Nayla tapi dia saling suka sama adik gue sendiri."
"Tadi katanya jangan dibahas, sekarang malah buka topik." singgung Adit.
"Bahasa aja. Seru lagi. Cocok untuk dijadiin judul sinetron. Adikku Mantan Gebetanku, Adikku Menikungku, Aku Menyukai Mantan Adikku—"
"Apaan, kagak ada yang bagus."
"Terus yang bagus apa?"
"Aku Tidak Bisa Berpacaran Dengan Gebetanku Karena Ia Adalah Mantan Adikku." ucap Adit dengan serius.
"Itu judul sinetron atau curhatan." kesal Nico membuat Rafa dan Adit tertawa.
"Oh ya Raf. Soal mendaki bukit, yakin ajak Nayla?" tanya Adit disela tawa.
"Terserah kalian, 'kan semuanya ide kalian." jawab Rafa enteng.
"Gue ngerencanain ini semua untuk membut lo lupa dari Nayla. Lo itu butuh liburan. Lihat alam bebas. Jangan lihat lingkungan sekolah mulu yang mengingatkan lo sama dia. Istilahnya, biar lo cepat move on." papar Adit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Nayla [TAMAT]
أدب المراهقين"Caraku mencintai bukanlah dengan memilikinya, Tapi dengan cara melindunginya, membuatnya bahagia..., tersenyum. Dan mengobati semua lukanya." - Rafabry Andika(Rafa) [ 1216 ] [ DILARANG MENJIPLAK CERITA INI! CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN PENULIS...