Nayla membuka pintu rumah dengan rasa percaya diri. Untung saja ibunya belum pulang dari luar kota, sehingga ia tidak takut meski pulang larut malam.
Nayla berjalan menuju ruang tamu. Langkahnya terhenti saat melihat ibunya yang kini sibuk membaca majalah."Mamah...," Nayla menatap ibunya dengan tidak percaya.
"Dari mana saja kamu?"
"Aku dari rumah Popy, mah. Belajar kelompok."
"Belajar kelompok sampai larut malam begini?"
Nayla berdecak kesal. Semua ini karena Popy, jika saja temannya itu tidak lupa, dan berada dirumah, tugas kelompok mereka akan kelar lebih cepat, dan Nayla bisa pulang lebih awal.
"Atau, jangan-jangan kamu jalan sama pacar kamu?"
"Mah..., aku kan udah bilang, aku belajar kelompok di rumah Popy. Kenapa sih mamah gak percaya sama aku? Lagian aku punya alasan sendiri, kenapa aku pulang telat."
"Ya, itu, kamu pulang telat karena jalan sama pacar kamu, kan, sudah jangan bohong sama mamah."
"Mah, Farel tinggal di Surabaya, gak mungkin dia dateng ke Jakarta untuk ketemuan sama aku, meskipun dia sempat... Sudahlah, lagian aku sudah putus dengan dia."
"Mamah gak bilang kamu jalan sama Farel. Tapi mamah bilang, pacar. Bisa ajakan kamu punya pacar baru."
"Mah..." Nayla hampir menyerah menghadapi ibunya.
"Sudahlah, mbak. Selama mbak pergi, baru kali ini Nayla pulang larut malam. Lagian Nayla belum menjelaskan kenapa ia pulang telat." kata Tante Deri, mencoba untuk membela Nayla.
"Mamah udah izinkan kamu untuk pacaran. Tapi izin yang mamah kasih, kamu salahgunakan. Pergi malam mingguan sampai lupa waktu, alasannya belajar kelompok. Kamu pikir mamah siapa, yang bisa kamu bohongi." tambah Gina, ia tetap saja tidak percaya jika Nayla pergi belajar kelompok.
Tante Deri memijat kepalanya pelan. Ia merasa pusing melihat tingkah kakaknya yang teramat serius.
"Mbak, masih untung Nayla pulang, meskipun larut malam, daripada dia tidak pulang sama sekali." lontar Tante Deri.
"Kamu tidak tahu rasanya jadi seorang ibu. Saya marah, karena saya sayang pada anak saya. Saya hanya khawatir, ia pergi dengan teman-temannya yang tidak jelas. Kamu tahu kan bagaimana pergaulan remaja sekarang?"
Tante Deri menatap Gina dengan tajam.
"Tidak tahu rasanya jadi seorang ibu."
Perkataan Gina barusan membuat Tante Deri merasa benar-benar terpukul. Ia teringat saat dokter menyatakan ia mandul. Dan karena hal itu suaminya menceraikannya. Selama ini Tante Deri berusaha menutupi lukanya, dengan bersikap seolah-olah tidak ada masalah dalam hidupnya. Tapi, setelah sekian lama, sakit itu kembali terasa, oleh sebuah kata singkat, yang diucapkan kakaknya."Terserah, mamah mau percaya atau enggak sama aku, yang penting, aku sama sekali gak bohong sama mamah." ucap Nayla singkat, lalu bergegas ke kamar.
Tante Deri beranjak dari sofa. Ia pergi ke dapur untuk mengambil sesuatu. Setelah dari dapur, tante Deri bergegas ke kamar Nayla. Ia mengetuk pintu kamar Nayla dengan pelan. Namun, tidak ada jawaban. Tampaknya Nayla sangat kesal, karena ibunya yang tidak mempercayainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Nayla [TAMAT]
أدب المراهقين"Caraku mencintai bukanlah dengan memilikinya, Tapi dengan cara melindunginya, membuatnya bahagia..., tersenyum. Dan mengobati semua lukanya." - Rafabry Andika(Rafa) [ 1216 ] [ DILARANG MENJIPLAK CERITA INI! CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN PENULIS...