Tujuh

9.2K 529 49
                                        

Rafa masih memikirkan kejadian di sekolah tadi pagi. Ia merasa Nayla semakin membencinya. Benar yang dikatakan Nico dan Adit. Seharusnya ia tak begitu pada Nayla.
Akibat kesal, Rafa menendang pintu rumahnya cukup keras.

Pintu rumah terbuka. Seorang wanita berlari menghampirinya. Rafa tercengang begitu melihat kehadiran ibunya.

"Rafa, kok pintunya ditendang?" tanya ibunya lembut.

"Mamah sendiri kenapa disini?" tanya Rafa heran. Wajar saja ia kaget melihat kehadiran ibunya. Ayah dan ibunya sudah berpisah sejak Rafa berusia dua belas tahun.

Diana merangkul Rafa, lalu mengiring Rafa ke ruang tamu.

Rafa duduk di sofa, diikuti Diana, ibunya.

"Mamah sama Papah mau rujuk." jelas Diana. Rafa terheran. Baik, memang jika kedua orangtuanya kembali rujuk. Tapi, setahunya Ibu dan Ayahnya sangat menjaga jarak. Bahkan Rafa tahu betul, bagaimana kerasnya Pras memisahkannya dari ibunya.

"Mamah serius?" tanya Rafa.

"Semua ini mamah lakuin demi Farel, Raf."

"Farel?"

Diana mengangguk. Matanya mulai basah.

"Farel mau, melihat mamah dan papah rujuk. Farel mau kita bersama-sama kaya dulu." kata Diana.

Tak lama Farel turun dari lantai dua. Senyumnya merekah ketika melihat saudara kandungnya telah pulang. Farel menghampiri Rafa, lalu duduk disamping Rafa.
Dengan cepat, Diana menghapus air matanya.

Farel merangkul Rafa dengan kuat.

"Wih, adik gue udah gede ternyata."
Rafa menyingkirkan tangan Farel dari tubuhnya.

"Adik durhaka lo. Gue kakak, lo yang adik." kesal Rafa.

"Haha, canda."

* * *

Sesudah makan malam, Rafa di minta untuk menemui ayahnya. Di sana ayahnya mulai menjelaskan perihal pindahnya Diana ke rumah mereka. Benar saja perkiraan Rafa. Tidak mungkin ayahnya mau rujuk begitu saja. Terlebih Rafa mengenal benar bagaimana dulu ibunya meninggalkan ayahnya.

Rafa terkejut saat mendengar penjelasan ayahnya. Farel, adiknya kini mengalami kerusakan ginjal.
Awalnya, Diana ingin mendonorkan ginjalnya untuk Farel. Namun sayang, ginjalnya tidak cocok. Makanya Diana datang, meminta agar Pras, ayahnya untuk mendonorkan ginjalnya.

"Jadi, maksud ayah, mamah kembali hanya agar papah mendonorkan ginjal papah untuk Farel?" tanya Rafa.

"Bagaimanapun Farel juga anak papah. Papah enggak bisa lihat Farel sakit, apalagi ini penyakit yang cukup serius."

"Tapi, pah. Aku tidak suka dengan perlakuan mamah yang semena-mena seperti ini. Mamah ninggalin kita, dia bawa Farel. Dia enggak pernah dateng untuk Rafa,pah. Rafa hampir senang saat dengar papah dan mamah mau rujuk. Tapi, kesenangan itu berubah jadi hal yang paling nyakitin untuk Rafa. Karena mamah kembali bukan untuk kita bersama, tapi hanya agar Farel sembuh." bentak Rafa.

"Rafa, papah paham maksud kamu. Tapi papah tidak bisa diam melihat Farel menahan sakit setiap harinya. Papah tidak sanggup jika harus bersama Farel dalam menghadapi sisa waktunya."

"Pah, aku juga sayang sama Farel. Aku sayang sama mamah, aku sayang sama papah. Tapi, hidup dengan satu ginjal itu-"

"Rafa, apapun akan papah lakukan untuk anak." jawab Pras.

Rafa mengalah dengan keputusan ayahnya. Ia pergi ke kamar Farel. Begitu masuk ia melihat Farel yang tampak asyik mengotak-atik ponselnya.

"Rel," panggil Rafa.

Hello Nayla [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang