Chapter Two

1K 264 61
                                    

Some friends are real.
Some friends are good.
Some friends are fake.
Some friends are real good at being fake.
-unknown

***

Suasana di kelas XI-2 pun menjadi sangat ramai, mereka mengisi waktu kekosongannya dengan bermain bersama. Tetapi tidak dengan Nia, salah satu sahabat karibnya Rena, yang sedaritadi asik memainkan ponselnya dengan case berbentuk doraemon.

Sesekali Rena melihat ke arah Nia. Ia sedang tertawa terbahak-bahak sambil memegangi ponselnya itu. Lalu muncul pikiran negatif dipikiran Rena tentang sahabatnya itu. Rena menghampiri Nia lalu ia langsung duduk dikursi kosong yang berada disamping kiri Nia.

Rena bertanya-tanya kepadanya tentang hal yang sedang ia lakukan sendirian bersama ponsel kesayangannya itu. "Nia, sejak kapan lo jadi gila gini?"

Nia yang sedaritadi sedang fokus dengan ponselnya itu langsung menoleh ke arah Rena, "Sejak Pak Ridwan nikah sama Bu Lisa."
Pak Ridwan adalah guru musik di SMA Insan Bangsa. Guru satu ini sangat diincar oleh para warga SMA Insan Bangsa khususnya kaum hawa karena wajahnya yang sangat tampan. Dari para guru perempun hingga ibu-ibu tukang jualan es cendol di depan sekolah menyukai dirinya. Postur tubuhnya yang ideal dan tegap membuat semakin para kaum hawa tergila-gila dengannya. Selain itu, ia juga sangat cerdas di bidang apapun, khususnya di bidang musik. Sudah banyak piala maupun mendali kejuaraan yang ia peroleh dari kejuaraan tingkat rt hingga internasional.

Sedangkan Bu Lisa, istri barunya. Ralat. Maksudnya wanita yang baru ia persunting sekitar 2 bulan yang lalu itu merupakan guru bahasa inggris di SMA Insan Bangsa. Wajahnya yang tidak terlalu menarik, warna kulitnya yang tak terlalu putih atau lebih tepatnya sawo matang, postur tubuhnya yang tak tinggi, dan memakai hijab yang sangat syar'i ini dapat memikat hati Pak Ridwan. Padahal banyak guru cantik, sexy dan masih single yang mengharapkan cinta dari Pak Ridwan. Entah apa yang membuat hati Pak Ridwan terpincut oleh Bu Lisa, mungkin karena sifat Bu Lisa yang sangat ramah, baik hati dan penyabar. Berbeda dengan guru perempuan yang lain. Sangat jauh.

"Masih aja galauin Pak Ridwan. Udah punya bini woi! Inget!" Seru Rena. "Oiya tadi lo ngapain main hp sambil cekikikan?"

"Bales pesan dari temen rp gue."

"Hah, Rp? Rupiah? Sejak kapan Uang Indonesia bisa ngirim pesan?" Tanya Rena dengan polos.

Nia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia menjelaskan tentang dunia virtual yang disebut Roleplayer itu kepada Rena. Masalahnya adalah Rena salah satu perempuan yang telmi, telat mikir. Jadi, ia harus menjelaskan sedetail mungkin agar temannya yang satu itu pahan. Setelah Nia sudah menjelaskan panjang kali lebar, ia mengajak Rena untuk membuat akun roleplayer, tetapi Rena menolak mentah-mentah dengan alasan ia terlalu takut dengan dunia maya, karena menurutnya nanti dia akan bertemu dengan orang-orang jahat yang ingin menculiknya lalu menelfon orang tua Rena untuk meminta uang tebusan.

Maklum saja ia berpikir seperti itu karena otaknya sudah terkontaminasi dengan tayangan di saluran televisi yang terkadang menayangkan adegan tentang penculikan anak. Sejak saat itu, Rena menjadi sering berimajinasi bahwa suatu saat ia akan diculik seseorang.

***

Rena berjalan menuju kantin tanpa Nia. Sesampainya disana ia bertemu dengan Daniel yang sedang asyik memakan bakso pak jenggot yang merupakan salah satu makanan favorit warga Insan Bangsa. Bakso yang sangat enak ini dengan harga yang terjangkau sangat laku laris dikawasan SMA Insan Bangsa.

Percaya gak percaya, jika kalian ada yang berminat mencoba bakso ini, kalian harus melakukan adu badan dengan orang-orang yang ingin membelinya karena baksonya yang sangat terbatas tetapi peminatnya tak terbatas.

"Daniel, Daniel!" Teriak Rena sambil menepuk punggung sebelah kanan Daniel hingga ia terdorong ke depan.

Daniel tersedak, "Uhukk,, Bang-"

"Hah, Bang? Mau ngomong apa lo?" Tanya Rena sambik bertolak pinggul di hadapan Daniel.

"Bang- tut, bang bang tut akar kulang kaling siapa yang kentut dicium abang Daniel," ucap Daniel mengeles.

"Cium cicak dirumah gue aja sini," jawab Rena.

"Gak! Mending gue nyium banci taman lawang daripada nyium cicak."

Rena terkekeh, "Beneran ya nanti lo nyium banci."

"Cot. Ada urusan apa lo dateng-dateng bikin rusuh, ganggu gua lagi makan aja," ujar Daniel dengan wajah sebal sambil memakan bakso miliknya kembali.

"Gapapa, gue bosen aja. Tadi gue nyamperin Nia niatnya sih mau ngajakin dia ngeliat brogan, tapi dia lagi asik main hp."

"Brogan? Apaan tuh?" Tanya Daniel sambil menaikkan salah satu alisnya yang tebal.

"Brondong ganteng, haha."

"Ya ampun Ren, inget umur lu. Udah bangkotan juga, mending liatin gue aja, udah cakep, banyak yang naksir lagi," kata Daniel tersenyum manis ke arah Rena seraya menaik turunkan kedua alisnya yang berwarna hitam dan tebal. Spontan Rena memberi tatapan jijik ke arah Daniel. Tetapi Daniel membalasnya dengan senyuman manis ciri khas Daniel.

"Gak usah sok senyum gitu, jijik." Ujar Rena sambil bangkit dari tempat duduknya. Tetapi, sebelum Rena beranjak pergi, tangannya sudah terlebih dahulu digengam dengan erat oleh Daniel. Rena berusaha melepaskan genggaman tangannya dari Daniel.

"E-eh mau kemana lu? Temenin gue makan, sini!" Perintah Daniel seraya menarik tangan Rena bermaksud mengajaknya duduk kembali disampingnya.

"Apaan sih narik-narik, sakit tau. Gue mau ke toilet, udah kebelet nih," ucap Rena sambil meringis kesakitan.

"Ikut dong."

Rena memberi tatapan tajam ke arah Daniel, "Gak!" Jawab Rena.

"Galak banget sih, Ren. Jangan galak-galak ah nanti mukanya keliatan makin tua," ledek Daniel lalu ia mencolek dagu Rena.

"Berisik!" Teriak Rena sambil berjalan meninggalkan Daniel. Rena mempercepat langkahnya karena ia sudah sangat tak tahan.

"Rena sayang! Tunggu aku!" Daniel beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti Rena sampai toilet tetapi tak sampai masuk ke dalam.

"Hhh... akhirnya, lega juga." Rena merasa lega karena sudah membuang hasil ekskresi dari tubuhnya yang tadinya tertampung pada kantung kemih hingga penuh.

"Sayang! Rena sayang!" Teriak seorang laki-laki yang merupakan kakak kelas Rena, bernama Toni.

Mampus ada si Toni, gue mesti kabur! Batin Rena.

"Sayang! Kok kamu kabur sih?" Teriak Toni sambil mengejar Rena.

Bruk

Aduh!

Tiba-tiba ada suara orang jatuh yang berteriak kesakitan tepat di belakang Rena. Rena menengok ke arah belakang dan ketika ia melihat ke bawah ternyata yang jatuh adalah Toni.

"Ren, ayok cepetan!" Ajak seorang laki-laki sambil menggenggam dan menarik tangan Rena bermaksud mengajaknya kabur dari kejaran Toni.

"Rena sayang! Jangan kabur!" Seru Toni dari kejauhan tetapi Rena menghiraukannya, ia tetap berlari bersama pria itu hingga berada di depan kelas mereka.

"Makasih ya Niel." Ucap Rena berterima kasih kepada Daniel karena ia sudah menolongnya. Lagi-lagi Daniel membalasnya hanya dengan senyuman.

"Hm... Niel, tangan gue, ngomong-ngomong, lepasin."

"Eh, iya Ren. Maaf keterusan..."

StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang