"Hai," Nico tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Lo kenal sama Nico juga, Ai?" tanya Juna. Dia menatap Aira penasaran.
"Iya. Ini Nico yang gue bilang sama lo. Waktu itu," kata Aira. Wajahnya memerah, malu karena ketahuan membicarakan tentang Nico bersama Juna.
"Oh. Temen kecil lo? Yang lo bilang tambah gan-" sebelum Juna menyelesaikan ucapannya, Aira sudah membekap mulut Juna.
"Hmff," Juna memukul tangan Aira.
"Heh, sakit bego!" Aira mengaduh sambil melotot pada Juna.
"Lah, lo juga ngapain bekap gue?" Juna balas melotot.
"Lo sih bocor banget. Kayak cewek aja lo!"
"Bocor apaan?" Juna mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
"Tau ah. Lemot," Aira mendesis lalu duduk di sofa ujung.
"Sorry, Nic. Kita ribut," kata Aira ketika melihat Nico yang menatapnya sambil tersenyum geli.
"No problem. Kalian rencananya mau jalan-jalan?" tanya Nico.
"Iya. Lo mau ikut?" tanya Aira.
"Nggak usah ikut lo, Nic!" kata Juna sebelum Nico menjawab.
"Ih, apaan sih lo. Gue nanya Nico bukan lo," ujar Aira.
Juna mencibir. Dia menatap Nico dengan tatapan lo-jangan-ganggu-acara-gue-sama-Aira-hari-ini.
"Gue nggak ikut, Ai. Yang ada gue jadi kambing congek disana," jawab Nico yang dibalas helaan napas lega dari Juna,
Aira mengangguk, "btw, lo tadi ngapain ke rumah gue?"
"Oh, itu," Nico menyerahkan sebuah kotak yang berada disampingnya daritadi.
"Apa nih?" tanya Aira.
"Brownies," jawab Nico.
"Dari?"
"Adek gue. Katanya dia kangen sama lo, makanya waktu gue cerita kalo gue ketemu lo lagi dia langsung buatin ini."
"Sweet banget adek lo ya," kata Aira lalu mencomot satu brownies favoritnya.
"Iyalah, kakaknya juga," ujar Nico sambil tertawa.
"Lo mah pahit, Nic!"
"Nic, lo pulang gih. Gue mau berangkat nih sama Aira," kata Juna tiba-tiba.
Nico mengangkat satu alisnya lalu tersadar akan sesuatu. Dia tersenyum jahil pada Juna.
"Iya, ini gue mau pulang. Lo nggak perlu cemburu sama gue, Jun. Gue nggak bakal ngambil Aira dari lo, serius," kata Nico lalu langsung melangkah keluar dari rumah Aira tanpa menunggu jawaban Juna.
"Cie, lo cemburu ya. Cie Juna," Aira tertawa keras sambil menoel-noel pipi Juna.
"Ih, apaan. Ge-er lo. Udah ayo berangkat," ajak Juna.
"Lo bawa motor atau mobil?"
"Mobil, kenapa?"
"Berarti gue bisa ngabisin brownies di perjalanan! Yuk berangkat sekarang!" kata Aira sambil melangkah panjang.
"Eh, brownies nya mau lo abisin sendiri?"
"Iyalah. Kan tadi Nico bilang adeknya buat khusus untuk gue. Jadin gue yang abisin dong," kata Aira.
Dia membenarkan posisi duduk lalu memakai sabuk pengaman.
"Ah, lo mah gitu. Pelit!"
"Sori ya. Tapi gue itu cinta brownies, dan lo tau kalo cinta itu bukan buat dibagi-bagi," Aira tersenyum bangga karena berhasil menyelamatkan browniesnya.
"Rese lo! Dasar raksasa perut buncit!" kata Juna kesel lalu mulai menjalankan mobilnya.
Selama diperjalan, Aira sibuk dengan makanannya dan Juna asyik dengan lagu yang diputar di radio.
Macet yang lumayan lama membuat Aira bosan.
"Jun, gue bosen nih. Ngantuk lagi," kata Aira lalu menyenderkan tubuhnya pada kursi.
"Mau main tebak-tebakan?"
"Nggak. Soal lo garing semua," dengus Aira kesal.
"Yaudah. Lo sekarang tidur, kalo udah sampe gue bangunin."
"Iya."
"Inget. Jangan ilerin kursi mobil gue. Mahal."
Juna menatap Aira yang sudah terpejam ketika dia mengatakan kalimat terakhirnya.
Juna mengangkat tangannya untuk menarik pipi Aira.
"Ternyata bukan cuma perut lo yang buncit, ya. Pipi lo juga," kata Juna sambil tetap menarik-narik pipi Aira pelan.
"Tapi, lo masih tetep cantik kok. Tenang aja," tangan Juna beralih membelai rambut Aira sebentar lalu kembali fokus ke jalan.
Dia tidak sadar, kalau sekarang bibir Aira membentuk senyuman kecil yang manis.
***
Aira menggeliat merasakan tepukan kecil dipipinya.
"Bangun woy. Dah nyampe."
"Hm," Aira mengerjapkan matanya pelan.
Butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan cahaya sekitar dengan matanya.
"Udah nyampe?"
"Iya. Udah gue bilang tadi. Ayo turun," ujar Juna lalu keluar dari mobilnya.
Aira dengan pikiran setengah sadar keluar dari mobil.
"ANJIR! INI KEREN BANGET SUMPAH!" mata Aira langsung terbuka lebar ketika melihat pemandangan didepannya.
"Lo nggak usah teriak gitu deh, Ai. Bikin malu gue aja," rutuk Juna.
"Jangan salahin gue dong kalo gue teriak. Ini bagus banget soalnya. Makasih udah bawa gue kesini ya, Jun. Hehe," kata Aira lalu memberikan cengiran lebarnya kepada Juna.
Juna tersenyum lalu mengacak pelan rambut Aira. Setelah itu, dia mengajak Aira untuk duduk dibawah pohon yang berada dekat dengan danau.
"Lo darimana tau tempat ini?" tanya Aira memecah keheningan.
"Waktu gue kecil sering kesini," jawab Juna yang diberi jitakan kesal oleh Aira.
"Kok gue nggak diajak sih? Kan kita udah temenan dari kecil," sungut Aira.
"Mana gue tau lo suka tempat ginian. Kan gue kira lo suka main di mall gitu. Lagian gue udah ngajak lo kesini sekarang kan?" Juna mengangkat kedua bahunya.
Aira tidak membalas perkataan Juna. Tangannya bergerak mengambil batu berukuran sedang disebelahnya lalu melemparnya kedanau.
'Byur'
Suara batu yang masuk kedalam air membuat Aira ketagihan untuk melemparkannya lagi.
"Lo ngapain sih lempar-lempar batu terus? Nggak ada kerjaan amat," sindir Juna.
"Sekarang gue alih profesi jadi pelempar batu," Aira menatap Juna sinis.
"Lo lagi kesel ya? Kenapa?"
"Gue kesel sama lo! Kenapa coba lo nggak ngajak gue kesini dari dulu?" ujar Aira lalu melempar batu lagi.
"Masalah gitu aja kesel lo. Bocah," ledek Juna sambil memeletkan lidahnya.
"Ih, Juna! Lo yang bocah!" kata Aira lalu menggelitik Juna.
"Aira stop! Geli gue! Aira!" Juna tertawa sampai air matanya keluar.
"Geli kan lo! Hahaha. Rasain! Siapa suruh lo rese sama gue," kata Aira sambil tersenyum miring. Tangannya masih tergerak menggelitik Juna.
"Kampret lo Ai!"
Aira tertawa lalu menghentikannya. Juna mengelus perutnya yang sakit akibat terlalu banyak tertawa.
"Jun..."
"Ya?"
"Best friend forever?" tanya Aira sambil mengangkat jari kelingkingnya.
Juna tersenyum lalu menyatukan kelingkingnya, "best friend forever."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden; ✔
Teen FictionYang Juna tahu, Aira jatuh cinta kepada orang lain. Yang Aira tahu, Juna jatuh cinta kepada orang lain. Namun, sebenarnya adalah mereka saling jatuh cinta dan tidak ada yang berani mengungkapkannya lebih dulu. Juna selalu menjaga Aira. Itu karena d...