Aku meniriskan air dari gelas yang kucuci dan mengeringkan tanganku. Tidak ada yang berubah dalam keseharianku, tapi aku merasa sangat senang.
Aku melihat kalung pemberian Harry masih tergantung di leherku, aku tersenyum seraya menyembunyikan kalung itu di balik baju hangatku.
Dad keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, kemudian duduk dan menyeruput kopi hangat buatanku.
"Dad, aku mau main bersama Louis," aku mengambil skateboard-ku di atas lemari buku.
"I've got news," ucap Dad serius.
Aku duduk menghadapnya, "Ada apa?" aku menelan ludah.
"Tebak siapa anggota regu pemadam kebakaran yang baru?" tanya Dad padaku.
Senyumku mengembang lebar, "No way!" pekikku senang.
Dad membalas senyumanku dengan puas, "Selamat tinggal, koran-koran."
"That's huge!" melompat dan memeluk Dad yang sudah siap menangkapku.
I feel like I'm on top of the world right now.
_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_
"And yeah, my Dad is basically a hero," aku merentangkan tanganku untuk menyeimbangkan tubuhku di atas skateboard yang meluncur dengan tersendat di salju.
"Aku senang mendengarnya," jawab Louis dengan tulus, "Kau pantas untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari ini, Vay."
"Thank-- Whoa!" aku tersungkur di atas hamparan salju, "Aaahh! Dingin sekali!" aku langsung berdiri dan memungut skateboard-ku.
Aku membungkuk untuk membersihkan salju yang ada di pakaianku.
"Kau memakai kalung?" Louis bertanya tepat saat aku menyadari kalungku keluar dari tempat persembunyiannya.
"Yeah, haha," aku tertawa canggung sambil menyembunyikan kalung itu di balik pakaianku.
"Please tell me that you don't steal it," canda Louis.
Aku memutar bola mataku dan tertawa, "Tentu saja tidak. Someone gave it to me."
"Who?" sambarnya tanpa membuang waktu.
"Harry."
"Ahh.. Borjuis itu," Louis mengangguk-angguk, "You like him so much, don't you?"
Aku menggigit bibirku, "I do. He's amazing," aku menghela napas pelan, "Does love feel like this, Louis?"
"Like what?"
"Semuanya terasa begitu tepat. All I wanna do is smile. Jantung yang berpacu begitu cepat, otot yang mendadak terasa lemas, dan sensasi aneh yang ada di perut. It's a beautiful feeling, doesn't it? I love the feeling of being in love," jelasku pada Louis.
Kemudian, aku meralatnya, "I love the feeling of being in love with Harry Styles."
"Apa kau berminat untuk mendengar nasihatku?" tanya Louis sambil menatap jalanan berlapis salju.
"What is it?" aku bertanya sambil terus berjalan di sampingnya.
"Enjoy it while you can, Vay," entah mengapa aku merasa suara Louis sama dengan dinginnya dengan udara di musim ini. Terdengar begitu sendu dan tenang, tetapi justru itu keganjilannya.
Dengan suara yang tajam seperti pisau, Louis memberitahuku sebuah kenyataan pahit, "Love is beautiful. It is so beautiful to the point that people will forget that love is the only this that can destroy you completely."
Louis terdiam sejenak, "But love still hurts beautifully. The pain is beatiful that you will drown in it without complaining."
Aku menatap Louis nanar, aku hampir lupa kalau Louis masih menyayangi mantan kekasihnya, "I'm sorry," aku menunduk merasa bersalah. Melihat Louis seperti ini seperti hantaman pada ulu hatiku.
"I'm just hoping that you won't face the ugly truth of love, Vay."
"Aku tau," aku membasahi bibirku, "Kupikir, semuanya akan terasa menyakitkan pada satu titik tertentu."
"But, I know Harry will worth the pain. I love him, Louis. I really do."
•••••
A/N
love is bullshit. that's it. except my mom's love.
aku di rawat nih huhu i hate being hospitalized
BUT GLORY DAYS IS SOOO GOOD
Love, Karen xo
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Edelweiss // h. styles [A.U] {DISCONTINUED}
FanfictionEdelweiss should've blossomed on a high mountain, not stuck in the valley of sorrow. Rated PG-13 Creative Commons (CC) April 2016 by plot-twister