=delapan=

1.2K 109 23
                                    

[Memilih Kata Hati]

***

Suara adzan di kejauhan berhasil memanggil Lindung dari tidur pulasnya. Mengerjap, Lindung tidak segera bangun dari posisinya. Dia memandang langit-langit, sesaat tersergap rasa bingung dimana dia berada. Saat mulai sadar dengan keadaannya, dia mengambil nafas panjang dan meggerakkan bibir untuk tersenyum. Bersyukur untuk hidup yang kembali Allah berikan.

Setelah melakukan ritual rutinnya itu, rasa bersalah karena melewatkan tahajud muncul. Ah... ini yang pertama sejak empat tahun lalu dia meninggalkan tahajud selain waktu menstruasi. Semoga Allah memampukannya untuk kembali bangun besok. Rasanya dia sudar berkhianat pada Rabb nya.

Dengan sedikit gontai akibat begadang membaca buku semalam, Lindung mulai menegakkan badan. Dia mengambil air wudlu kemudian sholat subuh. Setelahnya Lindung meraih mushaf Al-Qur'an di meja. Mushaf dengan cover berwarna biru langit yang setiap lembar di dalamnya masih rapi tanpa kerutan, mushaf yang baru saja dia dapat semalam dari Mirna. Saat Lindung membuka halaman pertama, selembar kertas dengan ornamen cantik dan tulisan rapi di atasnya jatuh. Dia mengambilnya dan tersenyum karenanya. Mirna yang dulu dikenalnya sudah menjadi wanita luar biasa...sholehah?

"Sayang kalau kamu membacanya tiap hari tanpa tahu maksudnya. Bukan tidak baik. Percayalah, untuk rutin menggenggamnya setiap hari itu luar biasa, namun dia bukan rentetan kata tanpa makna. Bahkan setiap hurufnya pasti ada tujuannya, karena Allah tidak pernah menciptakan kesia-siaan."

Lindung baru akan mengucapkan basmallah ketika dia sadar ada ganjalan di beberapa halaman  mushaf yang dia pegang. Tertarik dia membuka halaman-halaman itu satu demi satu.

Halaman pertama dia buka, menemukan kertas tebal bertuliskan nama surat dan ayat yang tepat ada di halaman itu. Di sana Lindung mendapat perintah sholat. Membuka halaman berikutnya berturut-turut ada perintah puasa, zakat, haji, bahkan wudlu. Kemudian, pada halaman terakhir, yang memang ada di akhir halaman mushaf, Lindung menemukan kertas tebal yang berbeda dengan kertas-kertas sebelumnya. Kalau sebelumnya dia akan menemukan ayat yang dimaksud pada halaman yang sama, maka tidak dengan ayat ini. Di sana Mirna juga menambahkan tulisan.

Jangan berlindung pada dalih hidayah. Kamu tidak akan pernah yakin apakah tidak berubahnya kamu karena Allah belum memberikan hidayah, atau karena hatimu yang sudah terlampau keras.

Lindung mengernyit. Sama sekali tidak merasa tersinggung, malah merasa tergelitik. Sepertinya Mirna ingin mengampaikan sesuatu dengan ayat-ayat yang dia baca. Apa? sejauh ini Lindung sudah berusaha melakukan semua yang ada pada ayat-ayat sebelumnya. Yah...Lindung cukup ingat saat SD memang diajarkan bahwa Rukun Islam semuanya bersumber dari Al-Qur'an. Lantas? Mengikuti insting, Lindung membalik kertas terakhir, di sana dia mendapatkan dua ayat yang ada di surat yang berbeda.

**++**

Belum pukul 06.00 ketika Lindung keluar dari kamar dengan berbagai rencana. Apapun rencana itu harus dia laksanan segera. Namun saat ini dia harus melakukan apa yang menurutnya menjadi kewajibannya yang lain, memasak dan membersihkan rumah. Ratri wanita yang luar biasa, hanya satu tahun mereka berkenalan, dan Ratri sudah tahu dia tidak mau tinggal diam bila diberi kebaikan.

Selama tiga hari Lindung tinggal di rumah ini, Ratri dan Tejo hanya menginap satu malam. Setelahnya Lindung sama sekali belum bertemu keduanya, membuat Lindung semakin tidak nyaman karena seolah dialah pemilik rumah. Memang ada Mirna, tapi tetap saja berbeda.

Mirna ternyata sudah menunggu Lindung di ruang tengah. Wanita itu sedang asyik dengan buku di tangannya. Seperti biasa, meski dia sibuk dengan hal lain, dia tetap mampu tahu keadaan sekelilingnya, termasuk ketika Lindung berjalan mendekatinya.

"Masak apa Dan?" tanya Mirna tanpa mengalihkan perhatian dari bukunya. Benar kan, dia benar-benar kutu buku.

"Hm...bentar..." sahut Lindung sembari berjalan ke arah kulkas. Ruang dapur dan ruang tengah di rumah ini hanya disekat dengan meja bar.

Lindung membuka kulkas dan mendapati pilihan masakannya tidak banyak. Hanya ada kangkung, tempe dan udang. Sebenarnya oseng kangkung campur udang sepertinya menyenangkan, tapi...

"No seafood."

Nah... Mirna dari awal sudah bilang padanya anti dengan makanan laut. Lindung meringis.

"Yowis, Oseng kangkung aja kali ya...ntar tempe nya digoreng sama bikin sambel aja."

Mirna akhirnya menutup buku dan berjalan mendekat. "Yep. Aku bikin yang itu, kamu ngolah udangnya. Budhe ntar siang mau ke sini soalnya, jadi butuh masak lebih banyak."

Setelah di hari pertama mereka berebut untuk memasak, akhirnya mereka memutuskan untuk memasak bersama.

"Oya?"

Mirna mengangguk. "Kamu pasti belum buka HP kan?"

Lindung meringis dan mengangguk.

"Itu yang bikin budhe nggak mau susah-susah sms kamu. Pasti nggak dilihat, katanya. Haha..."

"Masa?" sahut Lindung sambil mengambil bahan-bahan dari kulkas. Memilih bahan yang akan dia olah, pun dengan Mirna.

"Iyap. Kata Budhe dia sering dapat curhatan dari temen-temen Yayasan kalau kamu jarang buka pesan."

"Haha...kebiasaan nggak pernah pegang hp sampe tahun lalu masih kebawa..."

Mirna mengangguk angguk. "Nggak papa, bagus kok. Aku apalagi, selama mondok Hp kudu dikumpulkan ke ustadzah. Hanya hari Ahad diperbolehkan pegang, itu aja hanya siang hari. Nyatanya tanpa Hp juga tetap bisa hidup ini."

"Ya masa terus mau bunuh diri Mir."

"Ya kali? kan sekarang pada banyak tuh yang nggak bisa lepas dari Hp. Padahal di sebelahnya ada orang, eh dicuekin. Malah ngurus yang di dunia antah barantah..." Mirna berkisah sambil bersungut, membuat Lindung tertawa.

"Santai Mir, asal kita nggak gitu aja..."

"Naudzubillah...tapi nggak gitu juga Dan, sebagai Muslim kita punya kewajiban untuk saling mengingatkan. Kalau kita hanya terus diam dengan kebatilan, yang ada kebatilan itu akan semakin meluas seolah dibenarkan."

Lindung mengernyit, mencoba mencerna.

"Aku masih percaya masih banyak orang-orang baik di luar sana, sayangnya mereka tidak bersuara dan memilih bungkam. Bayangkan kalau yang banyak bicara adalah pengajak keburukan...yang banyak tersebar jadi keburukan kan."

Akhirnya Lindung mengangguk mengerti. Sepertinya ada banyak hal yang harus diubah darinya. Selama ini dia hanya diam bila ada yang salah, karena berpikir tidak mau mencari masalah. Toh masih ada orang lain yang berbicara...

Masalahnya, kalau setiap orang berpikir sepertinya, apa yang akan terjadi?

**++**

Selesai makan pagi Lindung mulai bergerilya untuk bersih-bersih rumah sedang Mirna sudah langsung pergi entah kemana.

Lindung hanya berani membersihkan bagian luar dan kamarnya, tidak berani masuk ke tiga ruang tertutup lain yang ada di rumah itu, termasuk kamar yang dipakai Mirna sekarang. Ketika merasa semuanya beres, dia kembali ke kamar, ingin segera merealisasikan rencanya pagi tadi.

Betapa terkesimanya Lindung ketika dia mendapati satu bungkus plastik  tergantung di handel pintu kamarnya. Satu bungkus plastik yang berisi beberapa stel rok, baju panjang, dan khimar lebar. Apakah ada tulisan? tidak ada. Hanya itu. Seolah ada kepastian Lindung tidak lagi perlu lagi diyakinkan untuk memakainya. Dan itu memang benar. Lindung baru saja berencana mencari pakaian yang sesuai dengan syariat dan segera memakainya.

Tanpa banyak berpikir Lindung segera masuka kamar dan  mengganti pakaiannya. Ketika Lindung masih mematut-matut penampilan barunya di depan cermin, sayup terdengar suara pintu terbuka. Pintu depan. Ingin mendengar pendapat Mirna tentang penampilan barunya, Lindung keluar kamar dengan tergesa. Baru selangkah dia keluar dan....

DUG

Lindung merasa tubuhnya menabrak sesuatu. Reflek Lindung mundur dan melihat apa yang ada di hadapannya. Dan disanalah dia...

***

bersambung

RuLz, 4April'16

Sebenar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang