Malam dingin tanpa cahaya bintang dan senyuman bulan. Suara gerimis tak mengkungkung semangat remaja-remaja sekolahku. Yang biasanya bila hujan tidur kini aku harus menata rapih baju-bajuku. Di hotel ini satu kamar terdiri dari satu pendingin ruangan, dua tempat tidur king size, satu lemari kayu yang terdiri dari beberapa loker, satu lemari rias plus cermin yang lumayan besar dan berdempetan dengan nakas, satu televisi kecil yang kadang hanya statis saja, dan satu paket tempat duduk santai di depan kamar dengan dua tempat duduk.
Hari ini aku benar-benar lelah, tiga hari di bus membuat tubuhku terasa remuk. Bahan sampai aku mandi pun aku masih merasa bahwa kamar mandi yang ku pakai berjalan seperti bus. Aku merebahkan tubuh ku di kasur dengan Tika yang duduk di sampingku menunggu giliran mandi sambil memonton tv. Gita dan Puspa memutuskan untuk mandi berdua, lagi pula ini sudah mendekati jam makan malam. Jadi dengan mandi berdua akan lebih mempersingkat waktu.
"Vi, kamu masih suka Nathan?" Tika bertanya padaku.
"Ya.. ya masih lah Tik" aku menjawab dengan ragu.
"Oh kirain kamu udah pindah ke orang lain, soalnya kamu tuh jarang tau Vi ngomongin Nathan lagi." Ucap Tika kelewat santai. Ah, iya juga kapan aku terakhir kali membicarakan seorang Nathan ya? Apa aku sudah move on? Tapi jika benar aku sepertinya harus mengadakan syukuran.
"Entah Tik, lagian Nathan kan cuek banget sama aku." Aku tersenyum miris mengingat sikap Nathan yang cenderung cuek dan dingin padaku. Padahal kan kalo di lihat-lihat aku tidak terlalu buruk kok untuk ukuran seorang remaja.
"Trus sama Rico apa kabar?" Tika tersenyum penuh arti padaku.
"Yah dia baik-baik aja. Dan tetap sahabatku." Jawabku cuek dan terkesan tidak tertarik.Pagi ini sekolahku akan ke Sanur beach untuk melihat Sunsrise. Tapi insiden kesiangan masal membuat beberapa orang termasuk aku menggerutu kesal karena saat sampai di Sanur sudah jam tujuh pagi. Huh, menyebalkan sekali. Akhirnya aku hanya foto-foto di bebatuan Sanur. Di pantai ini tidak ada pasirnya yang ada hanya bebatuan karang yang memecah ombak, banyak wisatawan yang mengunjungi pantai ini hanya karena ombaknya yang cukup besar dan bagus untuk berselancar.
Mengapa sejak tadi pagi aku tidak melihat Rico? Kemana sahabatku yang satu itu? Aku berjalan ke bawah salah satu pohon yang rindang sambil celingak-celinguk mencari Rico.
"Nyari gua?" Seseorang menempelkan minuman hangat di pipiku. Rico terkekeh sebentar karena keterkejutanku. "Nih buat lo Vi, dingin soalnya." Sahutnya lagi sambil menggosokkan kedua telapak tangannya di jaketku. Aku hanya mendengus dan berdecak tidak suka, aku tahu itu pasti alibi Rico untuk mengelap tangan yang mungkin saja kotor karena minum kopi ke jaketku.
"Kepedean lo, pake ngelap segala lagi." Aku mendengus lalu mengambil susu coklat hangat dari tangannya."Ehem, yang elo-elo segala. Btw you're welcome Vi." Ujar Rico sarkastik. Huh kalo tidak niat ngasih? Kenapa harus ngasih. Pamrih banget jadi orang.
"Suka-suka, oh iya thanks" aku berujar dengan setengah hati.
Aku menyesap aroma coklat yang menguar bebas memasuki indera penciumanku, lalu meminumnya perlahan. Ngomong-ngomong dapat dari mana ia susu coklat panas ini? Aku mengedarkan pandanganku untuk mencari kafe atau warung yang sudah buka, namun nihil aku tak menemukannya. Pandanganku tertuju ke arah orang-orang yang menganti panjang dan samar-samar terlihat beberapa orang adu mulut memperebutkan mengantri. Antrian apa itu? Sembako gratis kah? Namun baru saja aku hendak bertanya pada Rico ada beberapa orang yang terjerembab di tanah yang membuatku meringis pelan. Mungkin orang di belakangnya tidak sabar untuk segera ada di depan.Eh tunggu di situ tertulis Sunrise Cafe? Jadi Rico membeli minuman hangat di situ? Aku meringis membayangkan Rico mengantri dengan tubuh tergencet dan mungkin bisa saja ia terjerembab di tanah.
"Vi? Vi jangan bilang lo kesambet setan Bali." Rico menepuk-nepuk pipiku. Aku yang kesal memukul tangan Rico yang masih menepuk pipiku.
"Apaan sih Ric? Kagak elah" aku memutar bola mataku jengah.
"Abisnya lo di panggilin gak nyaut-nyaut." Aku tak menanggapi ucapan Rico, mataku masih tertarik melihat beberapa orang yang sudah mendapatkan minuman mereka sambil tersenyum puas. Sedangkan orang yang berada di antrian terakhir tampak menggerutu sebal karena jalannya antrian yang sangat lambat. Rico yang menyadari arah pandangku terkekeh kecil lalu mengacak rambutku gemas. Lesung pipit nya terlihat sedikit."Iya gua tau, lo kasihan dan gak tega kan sama gua yang ngantri sepanjang itu untuk beliin lo minum. Udah santai aja, gak perlu merasa gak enak" ucapnya percaya diri. Astaga percaya diri sekali anak ini, tapi memang benar sih.
"Udah deh Ric, jangan mulai. Lagi males ngoceh gak jelas" sahutku malas. Aku berjalan ke arah kursi taman lalu duduk di sana begitupun Rico. Beberapa kali aku tertawa karena lelucon tak bermutunya.Aku menyukaimu,
Yang mencintaiku karena diriku, bukan karena milikku.
Yang mengkhawatirkan ku karena sifatku bukan karena sikapku.
Yang memarahiku karena cerobohku bukan karena perlawananku.
Yang menemaniku karena hatiku bukan karena sepiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
secret
Romance''ingin ku ceritakan sebuah rahasia?'' Hati yang rapuh akan bertambah rapuh termakan dimensi ruang dan waktu. bagaimana tidak rapuh jika tidak ada yang peduli, bagaimana hatiku?. Jika ada yang bertanya kepadaku, ''apakah kau baik-baik saja'' dan ket...