17. Scout

9 3 1
                                    

suara alarm berdering nyaring di penjuru kamarku. Ku ambil ponselku untuk mematikannya.

Scout Day!! Upacara, heking, game.

Aku terkejut karena membaca lima kata itu. Aku baru ingat ini hari pramuka dan aku belum satupun menyiapkan peralatannya. Aku melihat jam di ponselku,
07:00
Oh God.!! Bagaimana ini?
Aku melompat dari kasurku, semua teman-temanku sudah mandi, bahkan Tika pun kini sudah ada di pintu kamarku.
Cepat-cepat aku masuk ke kamar mandi, sepertinya hari ini aku akan mandi bebek.

****

Suasana di dalam aula sangat ramai dan berisik, semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
"Ehem..." Rico yang berdiri di depan berdehem memakai mic. Sontak seluruh mata mengarah padanya dan langsung terdiam, beberapa orang ada menggerutu tidak suka.
"Jadi kegiatan pertama hari ini kita akan melakukan upacara, lalu di lanjutkan dengan heking." Ucap Rico datar
"Di dalam heking nanti terdapat beberapa riddle dan game yang wajib di ikuti oleh peserta heking." Aku menyambung ucapan Rico, karena aku mulai risih dengan sikap dingin Rico.
Semua yang ada di ruangan ini mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti, beberapa ada yang berbisik-bisik mengenai game apa yang akan di berikan.
"Ada yang bertanya?" Aku mengarahkan mataku ke seorang cowok yang mengacungkan jarinya.
"Ya, nanya apa Nath?" aku menjawab dengan ramah.
"Gua mau ijin story tell boleh?" Katanya sambil meringis tak enak hati. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku saja tanpa berniat menjawabnya. Bisa ku lihat Nathan keluar dari aula. Rico menyikutku, aku menoleh ke arahnya.
"Pinter sih Vi lo jadi ketua, anggota bolos kok di ijinin." Sahutnya dengan senyum mengejek. Aku menghela nafas lelah,
"Nathan gak bolos Ric, dia latihan story telling" ucapku malas-malasan. Rico berdecak,
"Ck, Via... hari ini gak ada latihan story tell. Pak Vin aja ada di belakang. Noh" Rico menunjuk ke arah tempat duduk paling belakang.
"Bodo ah" kataku ketus. Aku melenggang ke lapangan dan membunyikan peluit tanda berkumpul.
"Huh, panas juga yah..." aku berujar pelan sambil menutupi wajahku dengan telapak tangan.
"Kalo gak mau panas, gak usah upacara ketua. Gampang kan?" Sahut Rico yang ternyata sudah berdiri dengan kedua tangan di saku celananya sambil tersenyum simpul, senyum mengejek. Aku mendengus malas, tak berniat menanggapi ucapannya. Pura-pura aku merapihkan barisan yang ada di depanku.

Bukannya aku lupa jika akulah kini yang harus memperjuangkan hatinya. Namun aku harus bisa menenangkan jantungku yang berdegup kencang setiap menatap wajahnya dan mendengar suaranya.

"Vi, kamu sama Rico satu post ya jaganya udah di atur tadi." Ucap Tika dengan senyum mencurigakan.
"Ooh iya Tik. Thanks udah ngasih tau." Aku berusaha untuk berbicara dengan datar, karena aku senang. Se-post dengan Rico? Yups akhirnya.
"Sok datar, padahal mah seneng tuh hatinya." Ucap Tika
"Apaan sih Tik, biasa aja kok" sahutku sambil menyembunyikan senyumku.
"Cie..cie..cie... Via jaga post nya bareng Rico!" Tika berteriak teriak. Spontan aku membekap mulutnya, ia melotot padaku. Setelah kira-kira dia tidak akan berteriak lagi, aku melepaskan bekapan pada mulutnya.
Tika berdiri di sampingku lalu berbisik pelan di telingaku.
"Good luck Vi." Aku tersenyum mendengarnya lalu mengangguk.
Ia berjalan ke barisannya sambil melambaikan tangannya padaku.
Aku harus berhasil memenangkan hati kamu Ric, seperti kamu yang berhasil memenangkan hatiku.
Aku menatap Rico yang sedang mengatur barisan, ia memalingkan wajahnya kepada ku menatapku dengan datar lalu beralih menatap barisan ang memang sudah rapi itu. Aku tersenyum simpul. Semoga Ric, semoga aku bisa.

****

Upacara sudah selesai, kini aku dan Rico duduk di post lima tempat kami berjaga.
Rico hanya diam sedari tadi begitu pun denganku. Aku memikirkan hal apa kira-kira yang bisa di jadikan obrolan yang menarik, namun aku tak menemukannya satu pun. Aku teringat kejadian kemarin saat Rico meninggalkanku lalu berlari. Karena bosan aku beranjak ke meja tempat tasku dan Rico di letakkan, ku ambil sebuah novel yang lumayan tebal itu.
Aku tenggelam dalam naskah novel tersebut, sampai ada tangan yang mengambil novelku itu. Karena merasa terganggu aku menatap orang yang sekarang mengambil novel itu. Novel itu di acungkannya ke udara, bagaimana aku bisa mengambilnya? Tubuhku saja pendek.
Aku mendengus tak suka,
"Kembaliin novelnya!" Aku melompat-lompat berusaha mengambil novelku.
"Gak! Kalo lo masih asik sama novel mulu." Sahutnya cuek
"Ishh kembaliin!" Aku berdecak kesal lalu duduk di rerumputan taman, pura-pura tidak acuh.
"Apasih enaknya baca buku setebel ini?" Ucapnya yang sudah duduk di sampingku. Ia membolak-balik kan halaman novel itu secara acak. Aku menatapnya sejenak,
"Ya asik aja, fiksi itu menginspirasi tau." Ucapku dengan tersenyum lebar membayangkan betapa romantisnya kisah-kisah percintaan di fiski.
Aku meliriknya dari ujung ekor mataku berniat mengambil novelku. Namun ia malah berbaring di sebelahku dengan ke dua tangan yang mendekap novelku, aku ikut berbaring di sebelahnya. Samar-samar ku dengar suaranya melantunkan nada,
Tiga puluh menit...
Kita di sini...
Tanpa suara...
Dan aku benci....
Harus menunggu lama...
Jam dinding pun tertawa...
Karna ku hanya diam...
Dan membisu....
Ingin ku memaki diriku sendiri...
Ada yang lain di senyummu...
Yang membuat gugup...

Aku tersenyum tipis mendengarnya, ia menyindir keadaan.
"Ehemm... kak kami dari regu anggrek ingin laporan." Suara seorang anak cewek mengintrupsiku. Aku berdiri lalu memberi arahan kepada mereka tentang tantangan yang akan di hadapi di post ini. Mereka mengangguk lalu mulai berdiskusi.
Aku melirik Rico yang membuka novelku sambil tersenyum kecil.

Ada beberapa hal yang patut untuk di perjuangkan,
Bukan karena rasa bersalah,
Namun karena hal tersebut memang pantas untuk di perjuangkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

secretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang