14. Say Hi and Smile

10 3 2
                                    

Hari ini adalah pergantian tahun ajaran baru. Aku masuk ke kelas XII MIPA dua, lalu mengamati suasana kelas yang terisi penuh dengan orang-orang berotak jenius.
"Vi, di panggil ke kantor!" Seorang cewek berteriak padaku.
Aku menoleh padanya lalu mengangkat sebelah alisku, ia hanya menjawab dengan gelengan kepala. Aku melangkahkan kaki ku ke kantor.

"Pak saya di panggil siapa ya?" Aku bertanya pada pak Vin, guru bahasa inggrisku.
"Ooh, pak Yoseph. Itu di dalem ruangannya, Masuk aja!" Pak Vin menjawab sambil menunjuk sebuah ruangan, mungkin ruangannya pak Yoseph.
"Makasih ya pak," aku tersenyum sopan lalu pak Vin mengangguk.

Ku ketuk pintunya dengan tenang.
"Masuk!" Suara pak Yoseph mengintrupsi ku.
Aku masuk, lalu duduk di kursi di depan meja pak Yoseph.
"Ada apa ya pak?" Aku bertanya dengan sopan pada pak Yoseph.
"Kamu ikut LCT untuk bina iman remaja. Kamu sekelompok dengan Rico dan Agus." Tidak ada kalimat yabg bisa di sela dari pak Yoseph.

Aku hanya menganggukkan kepalaku lalu mengucapkan terimakasih. Setelah itu aku berjalan keluar dari kantor guru. Di luar aku menghela nafas pasrah.

Bel pulang sekolah berbunyi, dengan tak semangat aku membereskan buku-buku ku dan memasukkan ke dalam tas. Biasanya jika sudah seperti Rico dengan cekatan akan membantuku membereskan buku-buku ku lalu mengomeli ku karena aku hanya duduk dan memperhatikannya. Tapi sekarang sudah berbeda.
Seperti biasa aku berjalan sendirian pulang.

Setelah makan siang. Aku memilah pakain yang akan ku gunakan untuk latihan LCT. Pilihanku jatuh ke jeans biru denim, kaos lengan pendek brrwarna biru muda di padukan dengan cardingan model sweeter berwarna putih. Ku ambil flat shoesku yang berwarna putih lalu menjepit poni depanku dengan simpel. Ku taburkan bedak tipis di wajahku dengan lip ice tipis di bibirku. Yup, perfect.

Setelah sampai di sekolah ternyata anak padus dan theater sudah hadir duluan.
Bisa ku rasakan tatapan menusuk Rico seperti ingin melubangi wajahku.
Aku tetap mempertahankan ego ku untuk tidak melihat ke arahnya.

"Via catik kan Rico?" Tika bertanya ke Rico, ia sengaja membesarkan volume suaranya.
Entah apa tanggapan Rico, karena aku tak dapat mendengar suaranya dengan jelas. Yang terdengar hanya sebuah gumaman tak jelas.
"Woy! Yang LCT masuk kelas!" Suara Ade mengintrupsiku dari fikiran-fikiran bebasku. Aku dan beberapa orang lainnya langsung memasuki kelas.

Ternyata di dalam sudah ada pak Yoseph yang sibuk dengan copy an kertas-kertas di tangannya.
Pak Yoseph menjelaskan beberapa peraturan mengenai lomba LCT aku berusaha fokus ke arah pembicaraan ini. Tapi tatapan seseorang di sebelahku ini seperti menembus fikiranku. Aku yang risih melirik dengan ekor mataku. Rico terlihat dengan jelas memperhatikan setiap gerak-gerikku dan ia tidak memperhatikan Pak Yoseph sama sekali. Oh Rico, kamu kenapa?

"Rico! Apakah kedipan bulu mata Via lebih penting dari ucapan saya?" Pak yosep berdehem.
Spontan semua perhatian beralih ke Rico, Rico hanya terdiam dan memalingkan wajahnya.
Aku hanya diam padahal di hati sama seperti orang-orang yang ada di ruangan ini mentertawakan kebodohan Rico.
Setelah pak Yoseph mengalihkan pembicaraannya, Rico mencibir pelan lalu ia mendengus kesal. Aku yang mendengarkan cibirannya tertawa pelan. Setelah pak Yoseph keluar dari ruangan, aku membereskan bukuku dan kertas berisi materi LCT sambil tertawa pelan.

"Ehem, kalo mau ketawa yang gede sekalian. Gak usah sok pelan," Suara Rico mengintrupsi tawaku. Seketika aku langsung terdiam lalu cepat-cepat keluar kelas.
"Vi kertas gua lo bawa tuh!" Rico berteriak padaku yang dudah ada di koridor kelas.
Aku tergagap lalu menjawab,
"Eh, eh iya. Nih," aku menyodorkan selembar kertas.
Ia menerimanya dan membacanya sekilas lalu mengerutkan keningnya.
"Ini mah? Materi sejarah." Rico terkekeh pelan lalu menyodorkan kertas sejarah tersebut. Aku tersenyum kikuk,
"Eh salah ya? Nih." Aku menyodorkan selembar kertas yang memang sudah ku baca sekilas tadi. Ia menerimanya,

"Lo gak berubah ya Vi, tetep aja ceroboh. Oh iya gua mau nyapa lo ah, hay Vi!. Thanks ya." Rico terkekeh pelan lalu mengusap puncak kepalaku lembut. Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum kikuk. Aku merasa asing dengan Rico, seperti ia bukan sahabatku ada perasaan kikuk padahal seharusnya aku bisa bersikap bebas dengannya.

Ketika netra tajamnya jatuh ke netraku. Hati seringan kapas, siap melayang kapan pun.

Lo pergi,
Lo punya pacar,
Saat gua mulai berhenti,
Lo datang,
Tersenyum,
Lalu menyapa.
Terus gua harus gimana?
Pacar lo?
Lo deketin gua serasa lo gak punya pacar.
Dan gua berasa PHO gitu,
Padahal ya sebenarnya gak sih, karena lo gak nembak gua kan?
Kalo lo nembak?
Gua tetep bukan PHO lah,
Kan elo yang dateng ke gua lo juga yang nembak gua.
Bukan gua yang datengin lo atau nembak lo kan?

secretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang