[24] The Mission
Anggita mengistirahatkan tubuhnya di sudut ruangan—tepat dimana tasnya berada. Gadis itu meraih botol air mineral yang tersedia di sana dan membukanya, menenggak air tersebut hingga tenggorokkannya yang terasa kering menjadi basah seketika. Ia mendesah lega, menaruh botol minuman tersebut dan menyandarkan tubuhnya pada dinding dingin. Matanya terpejam, mencoba untuk menenangkan detak jantungnya yang begitu cepat.
"Kamu sendirian ke sini?"
Anggita tersentak kaget ketika mendengar pertanyaan itu. Gadis itu membuka matanya dan menatap pada Esa yang sudah berdiri di hadapannya—memandang dirinya dengan tatapan bingung. Membetulkan posisinya, Anggita berdiri dan membersihkan celana yang dipakainya.
"Iya, aku sendiri ke sini," jawabnya. "Kamu kapan ke sininya?" ia melanjutkan, bertanya dengan nada bingung.
Esa menggedikkan bahunya. "Baru banget nyampe. Aku dikasih tau sama Bri kalo misalnya kamu ada di sini—sendirian pula," jawab Esa sembari mendekat pada Anggita. Tangannya terulur dan mengusap puncak kepala Anggita pelan, memperhatikan rambut baru gadis itu.
"Kamu potong rambut kamu sendirian, ya?" tanya Esa yang dijawab ringisan dari Anggita. Namun, tak kala Anggita tetap menganggukkan kepalanya.
"Aku udah bosen sama yang lama," kilah Anggita.
Esa memberikan senyuman tipisnya. "Kamu bukannya bosen, tapi ada sesuatu yang ngebuat kamu potong rambut kamu sampe sependek ini," ucap Esa—memberikan senyuman miringnya yang membuat Anggita hanya bisa diam melihat itu.
"Aku bener, 'kan?"
Anggita mau tidak mau menganggukkan kepalanya, menunduk untuk menutupi dirinya yang terlihat begitu menyedihkan ketika seseorang mengetahui alasan dibalik ia memotong rambutnya hingga sependek ini. Anggita tahu dirinya terlihat bodoh dengan apa yang telah dilakukannya sekarang. Tapi, apakah semua orang mampu menghadapi apa yang dihadapi oleh dirinya selama ini? Apakah semua gadis yang berada di posisi Anggita akan mampu untuk terus memilih berjalan ke depan walaupun hatinya perih? Tidak, tidak semua orang mampu untuk memilih berjalan ke depan dan meninggalkan masalalunya dengan hati yang masih berdarah-darah. Tidak akan ada orang yang mampu untuk tetap bertahan jika ketegaran tidak menguasai mereka.
"Ya, kamu bener dengan semuanya." Anggita memberikan senyuman tipisnya.
Esa meraih Anggita ke dalam pelukannya, mendekap gadis itu dengan sayang. Anggita yang dipeluk seperti itu berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis kembali. Dicengkram denga erat kemeja yang digunakan oleh Esa, menyalurkan persaaan perih yang kembali menghujat hatinya.
"Sshh, kamu nggak perlu sedih lagi," ucap Esa yang mengetahui maksud dari cengkraman tersebut.
Anggita mengurai pelukannya, memberikan senyum cerah. "Aku nggak sedih kok," ucap gadis itu mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Namun, entah bagaimana caranya, Esa tetap tahu jika gadis itu membohongi dirinya.
"Kamu—"
"Attention, guys! Gue mau kalian kumpul di sini semua karena ada yang harus gue omongin," seru Brian tiba-tiba, memotong perkataan Esa.
Anggita melirik pada Brian yang sedang sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari beberapa anggota. Gadis itu kemudian kembali menatap Esa dan memberi syarat kepada pemuda itu untuk mendekati Brian dan yang lainnya. Menganggukkan kepala, Esa berjalan terlebih dahulu menuju tengah ruangan, diikuti oleh Anggita yang berjalan di belakangnya dengan kepala tertunduk.
"Nunduk aja, Neng. Nanti nabrak lho," canda Reza sembari menjawil dagu Anggita cepat dan segera berlari menuju Brian—menjatuhkan dirinya di samping pemuda itu dan duduk dengan nyaman di sana sembari menatap Anggita dengan tatapan menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED [New Version]
Teen FictionThe story has been update with new version! hope you guys enjoy it. Thanks:) *** Copyright © by Babybun40 BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA RANDOM. JIKA INGIN MEMBACA, SILAKAN FOLLOW AKUN SAYA TERLEBIH DAHULU. SETELAHNYA HAPUS CERITA DARI PERPUSTAKAAN...