Chapter 35

3.7K 329 11
                                    

[35] The Feeling

Ketika sesuatu yang selalu berada dekat dengan kita dan kini tiba-tiba saja menghilang—bahkan berusaha pergi sejauh mungkin dari diri kita mungkin akan meninggalkan bekas yang tak kasat mata. Entah bekas itu akan meninggalkan rasa sakit atau rasa bahagia, kita sendiri tidak akan pernah tahu.

Begitu pun apa yang Hazel rasakan saat ini. Dari dulu, Anggita selalu saja berusaha mendekati dirinya, berusaha untuk menarik perhatiannya—bahkan gadis itu berusaha untuk memenangkan hatinya. Tapi, dengan begitu angkuh dan tanpa perasaan, Hazel justru menolak mentah-mentah—berusaha membuang jauh gadis itu hingga dirinya benar-benar tidak tersentuh dari gadis itu.

Tetapi, sekarang dirinya tahu. Semua itu adalah hal yang bodoh. Semua yang Hazel lakukan justru membuat dirinya terjebak dalam suatu belenggu yang tak kasat mata, belenggu yang tidak membiarkan dirinya lepas dan terbebas dengan pilihannya.

Rasa menyesal terbesit di dalam dirinya, perasaan yang selama ini tidak pernah ia rasakan justru bersarang di dalam hati dan pikirannya. Penyesalan ini memang tidak akan membawa dirinya pada sesuatu yang lebih baik, justru akan semakin membuat Hazel merasa tersiksa dengan apa yang sudah ia lakukan dulu.

Mata elangnya kini menatap lurus pada Anggita yang sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Tawa gadis itu terlihat lepas dan tanpa beban. Wajah gadis itu terlihat cantik dengan setiap senyuman yang menghiasi wajah pucatnya.

Di dalam lubuk hati terdalam, ada perasaan rindu ketika senyum itu terpampang jelas ketika dirinya menyakiti Anggita. Bukan, Hazel bukannya ingin kembali pada masa-masa di mana dirinya menyakiti gadis itu—Hazel hanya merindukan masa-masa di mana dirinya bisa sesuka hati menatap senyum itu.

"Zel! Ngapain ngelamun di situ? Sini lah," ajak Reyhan sembari melambaikan tangannya.

Hazel yang melihat itu pun melirik pada Anggita yang kini menatap dirinya dengan ekspresi datar. Gadis itu tidak seperti dulu. Anggita yang Hazel kenal dulu sudah tidak ada lagi, yang ada saat ini hanyalah seorang gadis dengan wajah datar ketika berhadapan dengan dirinya.

Tidak ada lagi gadis yang selalu tersenyum tulus di hadapannya.

Tidak ada lagi gadis yang selalu bersikap periang di hadapannya.

Dan tidak ada lagi gadis yang selalu setia berusaha untuk mendekatkan diri pada Hazel.

Semuanya sudah hilang, semuanya sudah sirna, dan semua itu direnggut paksa dari dirinya karena kesalahannya sendiri.

"Hazel! Yeee, malah bengong bocah," cibir Vano sembari menatap sinis pada Hazel yang kini menyipitkan matanya.

Hazel yang memang memilih untuk duduk sendiri di pojok taman akhirnya bangkit, berjalan mendekat menuju kumpulan teman-temannya—dan tentu saja dengan Anggita yang masih berada di sana.

"Kenapa?" tanya Hazel sembari mengambil posisi duduk di sebelah Reyhan.

Reyhan menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak apa-apa." Ia menyengir lebar. "Lagian ngapain juga lo di sana sendirian coba," lanjut Reyhan sembari menggedikkan dagunya ke arah tempat duduk yang baru saja ditinggalkan Hazel.

Hazel yang ditanya seperti itu pun menggedikkan bahunya. "Nggak apa-apa, kepengen aja," jawabnya cuek.

Hazel kini menatap pada Anggita yang sibuk berbicara dengan Reza yang berada di sebelah gadis itu. Ada suatu perasaan yang menyelip ke dalam hatinya ketika melihat Anggita yang tersenyum begitu manis ketika Reza berbicara pada gadis itu.

Apaan sih, Zel! batinnya berusaha untuk menyangkal.

"Git, jangan terlalu mesra. Ada yang cemburu tuh," ucap Vano sembari melirik pada Hazel yang kini masih melamun—menatap lurus pada Anggita yang kini balik menatap dirinya dengan pandangan datar.

CHANGED [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang