3 (Sayounara, Ai-chan!)

342 43 12
                                    

Happy reading <3

.

.

.

Kegiatan club hari ini selesai lebih awal. Aku luntang-lantung berjalan ke perpustakan demi menyicil tugas bilogi yang tidak manusiawi itu -merangkum 3 BAB dan tulis tangan. Gila. Aku melirik jam yang berada di ujung perpus dan segera membereskan buku-buku biologi tersebut. Membeli jajanan dan susu coklat di kantin. Kemudian duduk di kursi bawah pohon besar yang biasa aku dan Jo duduki. Sekali lagi membayangkan rasanya hidup di sekolah selama empat bulan tanpa dirinya. Setelah melirik jam kembali, aku buru-buru menyambar tasku mengingat besok adalah hari keberangkatan Jo. Pokoknya besok gak boleh kesiangan, titik.

Beberapa belas menit setelah menunggu di halte, bis yang kuharapkan datang juga. Namun ketenanganku berakhir di sini. Kursi penumpang terlihat penuh.

"Om yang kosong mana? Kok penuh? Masa suruh berdiri sih?" ocehku pada kernet bis yang kira-kira umurnya diakhir 30-an. Setelah melongok-longok kursi penumpang, akhirnya ia mendatangiku dan menyuruhku duduk di kursi yang ditunjuknya. Yes! Dapet kursi. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih dan memberi ongkos padanya.

Setelah mendapat posisi duduk yang nyaman, aku baru menyadari laki-laki yang duduk disebelahku memiliki badge sekolah yang sama denganku. Badanku langsung kaku, ya canggung mungkin kata yang tepat . Tapi canggung juga tidak berguna dalam situasi seperti ini, karena laki-laki itu tertidur dengan headphone yang bertengger ditelinganya. Aku membuang napas lega.

Sepanjang perjalanan yang hampir sampai tempat tujuanku, laki-laki itu masih terlelap. Aku tak enak hati untuk membangunkannya. Namun, baru saja tanganku akan menyetuh bahunya, ia sudah terbebas dari tidur nyenyaknya dan berekspresi setengah terkejut. Aku hanya tersenyum kaku dan mengangguk, lalu dibalasnya demikian juga. Tak lama dari adegan -i -dunno- what-should- i -do- itu, aku turun dari bis. Melangkah masuk rumah dan membanting tubuhku di sofa ruang tamu. Sedetik kemudian aku tertidur.


"Dek, itu ada Jo, katanya mau ngomong sama kamu, penting" panggil bunda yang tanpa basa-basi langsung kuhampiri.

"Jo, ngapain sore-sore kesini? Cie kangen ya? Ah lebay. Udah yuk masuk."

"Airin, maaf aku ngomong ini buru-buru. Maaf juga kalo ini bikin kamu kaget, tapi aku pengen kita berakhir sampe disini aja. Aku udah capek dan pengen fokus ke pendidikan aku sekarang. Sekarang kamu bisa liat, kan? Aku mau berangkat kegiatan student exchange ke Jepang besok pagi, dan aku mohon, kamu jangan ganggu aku lagi. Kita cukup sampe disini aja, Rin. " raut wajahnya dingin, tak seperti raut yang biasa kulihat dulu. Joanda, ini sangat-sangat membuat aku terpukul. Rasanya seperti jatuh kedalam Palung Mariana* yang berlanjut aku melayang di galaksi bima sakti bak sampah luar angkasa yang siap untuk jatuh kebumi dengan keadaan hancur berkeping-keping. Aku diam membeku tanpa bisa berkata sepatah katapun. Membiarkan Joanda pergi tanpa meminta penjelasan yang lebih rinci. Kini aku hanya bisa melihat punggungnya yang mulai menjauh dan menghilang dari pandanganku. Setega itukah ia padaku? Jadi selama ini apa? Sandiwara? Kedua aliran sungai yang mengalir dipipikupun sudah tak bisa kubendung lagi.Aku roboh. Aku memeluk erat lulutku dan menangis sejadi-jadinya.


~

"Dek, bangun! Dek, udah jam 7!" aku merasa ada yang menepuki pipi kananku. Aku membuka perlahan kelopak mataku dan mengerjapkannya. Basah? Ah iya, kan tadi aku diputusin Jo secara sepihak. Hehe.. gakpapa kok kalo itu emang bikin Jo lebih baik. Yah? Ayah? " mataku berpendar panik.

PEMBATAS BUKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang