4 ( Airinna desu)

309 38 9
                                    

Hello? :*

Happy reading <3

.

.

.

Keesokan paginya setelah upacara, aku dicecari ribuan pertanyaaan dari teman-teman kelasku. Memuakkan, aku tak ingin mengingat-ingat kejadian Jo meninggalkan aku pergi ke Jepang. Seperti biasa kepala sekolah menyampaikan berita yang 'membanggakan' itu namun menyedihkan buatku, saat upacara bendera. Membuat semua siswa berdecak kagum dan berbisik-bisik.

"Gila ya Joanda, udah cakep, cool, pinter lagi"

"Gue rela deh jadi pacarnya"

"Ah gila keren. Katanya, kakaknya juga kuliah di Jepang. Kyaaaa"

Kerumumunan cewek-cewek hits itu tidak mau kalah hebohnya. Rasanya aku ingin berteriak sekeras-kerasnya, "Hi, bitch! Joanda is my  boyfriend!". Berhubung aku masih waras dan tidak ingin mencari keributan dengan cewek-cewek gemes itu, lebih baik ke koperasi ngobrol dengan Mbak Ratna. Yang alih-alih malah diikuti enam kambing etawa ini –Eliza, Clarissa, Annisa, Hanna, Revi dan Feli. Aku mendecak kesal. Dahiku mengernyit melihat kelakuan mereka mengikutiku layaknya detektif yang sedang mengikuti tersangka yang selama ini dicari-cari.

"Woi anakan kambing ya lo. Gue bukan indukan lo, sini dah pengen gue tabok!" Bisa aku jelasin kenapa tiba-tiba panggilannya lo-gue. Gue ini.. nggg aku maksudnya, kalo lagi kesel emang suka gitu. Maafkan hamba Ya Allah.

"Lagian pacar lo emang hitz banget tau gak sih, Rin! Gue jadi naksir. Ehh becanda gue, maap dah." Teriaknya dari jarak dua meter dariku, Revi memanghobi sekali meledekku. Untung gak lagi sama Gerrard, bisa gue ngg... aku tabokin nih. Aku menyeringai.

Karena perutku tidak bisa diajak berkompromi lagi, cepat-cepat aku masuk ke koperasi , meyambar roti dan susu coklat untuk mengganjal perut. Dan akhirnya kami bertujuh berakhir di tempat duduk berpayung yang biasa kami sebut dengan 'payung cabe-cabean' entah siapa pencetus sebutan gila itu.

Dengan mulut yang penuh makanan, Eliza sempat-sempatnya berbicara padaku dan berhasil menyemburkan remah-remah makanan tersebut. Bangke. Aku menjambak rambutnya kesal.

"Cerita geh, Rin. Ini mereka lagi nungguin kamu cerita. Malah kamu diem aja, sampe Eliza greget pengen ngomong" suara Annisa yang lemah lembut memang paling bisa meredamkan amarahku.

Karena guru olahraga kami sedang sakit, kami memanfaatkannya untuk berkumpul di tenda cabe-cabean ini. Aku segera menelan roti coklat yang kukunyah dan menyesap susu guna melancarkan roti itu masuk kerongkonganku. Dengan menarik napas panjang-panjang dan membuangnya, aku mulai berbicara.

"Sekarang kalian udah tau kalo Joanda pergi ke Jepang. Apa yang perlu diceritain?" ucapku ketus.

"Alasannya kek" Clarissa menjawab.

"Kok dia bisa ikut?" Hanna menimpali.

"Kenapa lo sebelumnya gak cerita ke kita?" kali ini Revi ikut bicara.

"Kok kamu sebel gitu?" Feli memperburuk suasana.

"Kenapa gue jomblo pemirsah" dengan santainya ia melontarkan ucapan itu. Eliza sinting. Semuanya kini fokus melihat Eliza. Ia cengengesan.

"Satu satu, sayang. Sabar ya ntar dijawab kok. Slow respon sist" kali ini Eliza benar-benar sinting. Kebiasaan Eliza memang sering menirukan' tukang' olshop jika banyak client yang mengeluh chatnya belum dibalas.

"Sebenernya... sebenernya... sebenernya tuh... hmmm sebenernya gue sayang kaliaaaan" plak, plak, plak, plak, plak, ... Eliza menarik tangannya yang melayang karena aku berhasil mengintimidasinya. Shit! Hampir kena enam pukulan. Aku meringis sambil memegangi pipiku. Sakit.

PEMBATAS BUKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang