24 (Suddenly)

97 4 6
                                    

Finally sudah 4K reads :')
Terimakasih semuanya yang sudah setia. Xoxo 😍😍

Back to Flashback ya readers :) Gimana, masih semangat gak nih?

Tolong yang baca cerita author, tinggalkan jejak ya. Author butuh komentar kalian. Apapun :) jadi jangan sungkan mau komentar ya ;) komentar kalian sangat berharga untuk author.

Maaf ya kalo ada beberapa part yang  private. Ini demi kebaikan cerita juga *sok dah*. Walaupun cerita ini gak banget ya wkwkw. Follow dulu kalo mau baca ya readerrsss :*

Eh, Happy reading btw <3 <3 <3

.

.

.

Aku menunduk dalam, tubuhku mendadak lemas ketika Dimas mencengkram lenganku kuat dan berbisik, "Hidup lo nggak aman." Sedetik kemudian, ia ditarik paksa oleh pak Bagus untuk menyidangnya di kantor. Ucapan itu memang tidak lebih dari dua detik, tapi efeknya membuat aku kehilangan semangat untuk hidup.

_

"Airin? Kamu gak papa?" saat itu juga aku tersadar dari lamunanku. "Kamu gak papa?" tanya mbak Tata sekali lagi. Aku sedang duduk di kursi panjang depan ruang OSIS. Mbak Tata kemudian duduk di sebelahku.

"Nggak papa, mbak." Namun sepertinya mbak Tata masih ragu.

"Kamu tau tadi yang ada di tasnya Dimas itu apa?" tanya mbak Tata sambil menatapku dalam. Aku menggeleng pelan. Mbak Tata membuang napas lesu. "Alat kontrasepsi," katanya. Dahiku mengernyit dalam. "Alat buat 'itu' antara laki-laki sama perempuan." Detik itu juga aku langsung membungkam mulutku. Aku tidak percaya. Kami bahkan masih SMP, pelajar, belum saatnya mengetahui benda itu.

Entah itu benda untuk apa aku tak tahu. Yang kutahu, anak SMP yang sudah tahu alat kontrasepsi itu saja sudah mengerikan. Apalagi menyimpannya. Aku tidak menyangka anak seumuranku bisa mengenal hal seperti itu.

"Airin, lo udah kenal lama ya sama Daniel?" tanya kak Adit yang baru saja keluar dari ruang OSIS lalu duduk di sebelahku.

"Kakak kelas waktu SD," jawabku.

"Pantesan. Eh lo tadi malu gak sih? Asli kocak tu bocah. Sableng banget. Bu Rina sampe merengut gitu." Kemudian kak Adit meneguk air mineralnya sampai habis. "Saya maunya sama Airin, bu! Saya butuh yang seger-seger kayak dia," kak Adit menirukan ucapan kak Daniel lalu tertawa renyah. Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. "Anak kelas IX I sableng-sableng banget," sambungnya.

"Eh, iya tau, Rin. Lucu. Masa mukanya kak Daniel pas dicukur sama kamu lucu banget. Kayak muka anak dicukur sama emaknya. Lugu-lugu gimana gitu. Hahaha.." mbak Tata gak mau kalah.

"Udah dong ledekin akunya. Ih, gak kasian tadi pada ngetawain. Pengen aku tujah aja itu kak Daniel. Malu-maluin banget," kataku sambil sedikit tersenyum. Kejadian di IX I tadi lumayan membuatku melupakan kejadian di IX F. Melakukan permintaan kak Daniel untuk mencukur rambutnya yang sudah gondrong itu. Padahal bu Rina adalah seksi cukur-mencukur di tim Alfa. Maka itu, saat kak Daniel mengucapkan kata "yang seger-seger" wajah bu Rina berubah masam.

Kami bertiga kemudian masuk ke ruang OSIS. Tinggal tim Gamma yang belum kembali ke ruang OSIS. Mungkin karena jumlah ruang kelas VII lebih banyak dibanding kelas VIII dan IX.

Lima belas menit kemudian, rombongan kak Jeje alias tim Gamma sudah selesai. Kemudian dengan cekatan, mbak Tata menggabungkan nama-nama siswa yang tercatat mendapat point. Laras selaku wakil sekretaris mendiktekan nama-namanya kepada mbak Tata agar cepat selesai.

"Je, lo udah sarapan?" tanya kak Jo pada kak Jeje. Aku yang tak sengaja mendengarnya langsung pura-pura tidak mendengar apapun. Tapi hasrat dalam hatiku mengatakan untuk terus menguping pembicaraan mereka.

PEMBATAS BUKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang