15

86 1 0
                                    

RIANA POV

Kejadian tempo hari masih menghantui pikiranku. Walaupun Arya sudah mendapat balasan atas perbuatannya, ya, perjodohan kami dibatalkan dan papaku memutuskan semua hubungan kerja dengan keluarganya. Semoga saja mereka kapok dan tidak melakukan permainan yang sama kepada wanita lain.

Mama terus mencoba menghiburku dan mengatakan jika semua akan baik - baik saja. Aku hanya bisa tersenyum kaku membalas kebaikan mama. 'Semua akan kembali seperti dulu Ma'. Kurasa aku akan menjadi seperti dulu lagi, diam dan penuh kesedihan.

Aku tau semua ini tidak baik untukku, harusnya aku bisa melupakan semua ini. Tapi sekali lagi, tak semudah itu. Warna warni itu telah bercampur menjadi hitam. Akan sulit membuatnya kembali berwarna.

Kalian mungkin bertanya apakah aku masih mencintai Arfa, jawabannya adalah TIDAK. Aku hanya tau satu hal, AKU MEMBENCINYA. Aku kecewa, kecewa terhadap takdir. Sekali lagi takdir membuatku terpuruk.

*****The Right Guy*****

AUTHOR POV

Riana berangkat ke kantor seperti biasa. Patah hati tidak membuat Riana jadi malas berangkat kerja. Ia tetap melakukan pekerjaannya dengan baik,namun matanya tidak bisa berbohong kalau hatinya memang sedang tidak baik.

"Ana, apa yang membuatmu sedih?" Kedatangan Bani membuat Riana tersentak kaget.

"Eh, Pak Bani. Tidak tidak. Saya tidak sedang sedih" Riana tersenyum terpaksa, dan Bani menyadari itu.

"Baiklah, kamu tahu Ana? aku selalu disini jika kamu ingin bercerita" Bani berlalu sambil tersenyum mengerti.

Bani bisa tau tentang kesedihan Riana, Bani mengerti. Makadari itu dia memilih untuk meninggalkan Riana sendiri. Menunggu hingga suasana hati Riana membaik. Entah kenapa Bani tidak suka Riana seperti ini. Kantor menjadi sangat tidak menyenangkan.

*****

Hari - hari selanjutnya Riana masih dengan kesedihan yang sama. Ia tak nafsu makan, tak bisa tidur, ia sering menangis sendirian memikirkan takdirnya yang buruk.

Saat ini ruangan kerjanya sepi, ia kembali teringat akan nasibnya ini. Tanpa sadar ia menangis sesenggukan. Ia meletakkan kepalanya pada meja. Tiba - tiba ada sebuah tangan mengusap pundaknya, mencoba menenangkannya. Tangan itu milik Bani

"Sudahlah, berhenti menangisi pria itu" Bani mulai berbicara.

"Aku tidak menangisi seorang pria!" Ana merasa malu karena Bani tahu alasan ia menangis.

"Kamu pikir aku tidak tahu? aku ada disana saat itu. Aku di restaurant yang sama saat kamu menampar laki -laki itu hingga .... "

"Cukup! jangan ingatkan aku!" Riana memotong ucapan Bani karena tidak ingit mengingat kejadian itu lagi.

"Baiklah, tapi aku salut padamu! kamu memang wanita yang sangat kuat! kamu sendiri disana tapi lelaki itu yang berdarah. Apa kamu dulunya ikut karate atau sejenisnya? tamparanmu sangat keras!" Bani berbinar mengatakan betapa hebatnya Riana saat itu.

"Hh ya aku sabuk hitam" Riana mendengus mengingat sudut bibir Arfa yang berdarah.

"WOW! sudah kuduga!" Bani refleks bertepuk tangan seperti anak kecil.

Ana tidak bisa menahan tawanya melihat tingkah Bani yang menurutnya sangat lucu. Lihat Bani bertepuk tangan dengan mata yang berbinar . Riana sampai terwata terpingkal - pingkal.

"Lebay! Ngga usah pake tepuk tangan segala! aku geli melihatnya!"

Bani akhirnya ikut tertawa menyadari tingkahnya memang sangatlah aneh dan tidak cocok dengan usianya. Bani senang karenanya Riana sekarang bisa kembali tertawa seperti itu.

"Yaudah sana lanjut kerja. Tidak ada yang boleh menangis di kantorku. Ingat Ana"

"Oke Boss!!" Riana mengacungkan jempolnya sambil tersenyum. Kali ini senyumannya tulus dari hatinya.

Hari - hari Ana terasa lebih baik karena Bani selalu mencoba membuatnya tersenyum. Mereka berdua bahkan kini menjadi teman akrab. Banyak karyawan kantor yang menanggapi kedekatan mereka dengan sikap tidak suka. Mereka berpikiran bahwa Riana menggoda Bani.

Banyak hujatan yang ditujuan kepada Riana saat ini. Namun gadis itu tampaknya tidak terpengaruh sama sekali. Ya memang sikap diamnya kadang kala bermanfaat.

Bani sendiri tidak merasa terusik dengan gosip yang beredar. Walaupun sebenarnya dirinya tahu, namun dia tidak berniat untuk meluruskan gosip itu.

"Ana, weekend ini kamu ada acara nggak?" Bani mendatangi Riana yang sedang menikmati makan siangnya.

"Weekend ini? hmm sepertinya tidak" Ana nampak berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaan Bani.

"Temani aku belibur ya? aku ingin refreshing. Mau kan?"

"Enggak mau" Riana tegas menjawab tanpa menatap Bani.

"Aku tidak menerima penolakan, ingat? aku akan menjemputmu besok jam 8 pagi. Bersiaplah untuk petualangan kita besok" Bani menyeringai dan pergi meninggalkan Riana dengan muka shocknya.

Riana tak habis pikir mengapa sikap 'tidak menerima penolakan' Bani tak pernah hilang. Ya mungkin semua bos besar seperti itu.

Huft.

*****The Right Guy*****

To be continue....

The Right GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang