Sejak acara pertunangan itu, anna mulai menjauh dari echa dan bahkan ia tak pernah lagi terlihat di rumah,
"Gilaa lo ya cha, jadi lo akan pindah agama sebelum menikah sama dia" histeris bella.
"Gue juga binggung bel"
"Caranya gak begitu cha"
"Gue tau bel, jane emang udah gaada, tapi kan keluarga gue masih ada dan gue gamau kehilangan mereka, dan ini salah satu cara agar gue bisa dapet mereka lagi, gue hanya pengen semuanya kayak dulu" ujarnya sambil menundukkan kepala.
"Rencana lo gak akan merubah apapun cha, lo liat sekarang, anna malah pergi kan dari rumah, emang sekarang kakek lo udah care ke lo? Belom kan. Lo salah cha"
Echa hanya diam. Ia hanya pasrah mengikuti arus waktu dan tak pernah terbayang bagaimana ke depannya, yang hanya ia bisa lakukan adalah pasrah.
"Gue selalu berpikir kalo ini semua hanya mimpi bel, tapi gue capek selalu berpikir gitu. Gue berpikir jane masih ada dan lagi gak sama gue sekarang tapi kenyataannya dia emang udah gaada. Gue capek harus gimana lagi. Gue ngerasa hidup gue tuh gaada tujuannya, hidup gue hanya diatur dan dipermainin orang lain, gue bahkan ngerasa diri gue lebih buruk dari boneka yang rela dipermainin sepuasnya sama anak kecil dan dibuang saat udah bosen. Dan sekarang yang gue bisa lakuin cuma pasrah" ujar emosi echa dengan airmata yang sudah tidak bisa ditahan. Bella yang tersentuh akan kata-kata echa, maju mendekat echa yang membelakangi dirinya. Ia memeluk echa erat.
"Gue gatau harus gimana lagi bel, gue capek"
"Sttt" tenang bella membawa echa ke pelukannya sambil mengelus punggung echa.
....
Echa turun kebawah ingin menuju kampus, saat di tangga ia berpas-pasaan dengan anna yang baru pulang, entah darimana. Echa menahan pergelangan tangan anna.
"APA?" Ketus anna.
"Kamu abis dari mana"tanya echa khawatir.
"Bukan urusan lo" jawab anna dan ingin melewati echa, tapi echa tetap menahan tangannya.
"Aku butuh bicara sama kamu"
"Lo bicara aja tuh sama kakek tercinta lo. Lo ngomong kalo apa yang lo omongin kemaren tuh kagak bener" ujar anna langsung meninggalkan echa.
Echa kembali berjalan ke bawah saat anna sudah masuk ke dalam kamarnya. Echa duduk di kursi meja makan, ia mencermati setiap kata yang keluar dari mulut anna tadi, rasa bimbangnya semakin menjadi-jadi.
"Non, yuk dimakan dulu sarapannya" tegur bi asih, asisten rumah.
Echa tersenyum dan mengambil 1 piring yang sudah berisi 1 helai roti dengan selai coklat dan kacang.
Echa memerhatikan sekitar, meja makan seluas ini dengan kursi untuk 10 orang dengan makanan yang penuh dan lengkap, tapi ia hanya makan seorang diri dan hanya ditemani bi asih yang menyiapkan semuanya. Echa merasa hidup sebatang kara. Ya, tapi memang seperti inilah setiap paginya di rumah echa. Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing, sibuk mengejar uang hingga lupa kalau mereka masih punya keluarga, punya anak, dan mereka melupakan ke rasa harmonisan.
"Non, ini susunya jangan lupa di minum, bibi mau ke taman belakang dulu. Mau bersihin tanaman bapak, soalnya bapak kemarin pesen ke bibi. Mari non" belum bi asih pergi, echa mengurung niat bi asih untuk melangkah pergi.
"Bi"
Bi asih berbalik "ya non, ada yang bibi mau bantu lagi."
"Sini. Makan sama echa" bi asih bingung dengan perkataan echa.