Echa duduk di meja rias, ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan, apa ia harus pasrah lagi? Begitu pikirnya. Air mata sudah berapa kali menetes ia tak tahu, ia yakin perias yang meriah wajahnya sudah kesal dibuat oleh air matanya dan ia tak perduli. Echa terus berdoa agar ada kendala di acara ini hingga membuat semua acara batal total hanya itu yang ia mau.
Krekk
Pintu ruang rias terbuka dan dibalik pintu itu ada dian. Dian masuk menghampiri echa.
"Sudah selesai mba" tanya dian ramah.
"Sudah bu" jawab perias itu ramah juga.
"Boleh tinggalin saya berdua"mohon dian ke kedua perias itu.
"Baik bu"perias itu keluar hingga tertinggal echa dan dian.
Dian duduk di samping echa, echa hanya menunduk dan menyembunyikan air matanya. Dian yang menyadari itu langsung meraih wajah echa yang sedikit sembab, dian menghapus air mata echa.
"Cantik"puji dian sambil menghapus air matanya.
"Tapi tidak dengan ini" ujar dian sambil memberitahu air mata echa yang menempel di jari dian, saat dian menghapusnya. Echa tersenyum simpul.
"Apa ini semua sangat beban buat kamu?"tanya dian. Echa tak menjawab, padahal yang ingin ia lakukan adalah jujur. Tapi disaat ada kesempatan itu justru mulut tidak sanggup untuk mengungkapkan.
Dian memeluk echa, ia tahu betul apa yang echa rasakan. Tapi ia tak bisa berbuat apapun untuk echa, dian berjanji pada dirinya sendiri, ia akan menjaga dan perhatian lebih ke echa.
Sedangkan echa, ia menangis di bahu dian, ia merasa masih beruntung mendapat mertua seperti dian, ia sangat merasakan ketulusan hati dian. dalam pelukan mereka, echa sangat merasakan kehangatan dan kenyamanan. Dian sangat peka apa yang echa rasakan.
"Kalo kamu ada beban, ada masalah, atau kamu diperlakukan tidak baik oleh dimas kamu bisa cerita ke ibu, insyaallah ibu akan membantu kalian ke jalan keluarnya dan ibu janji akan ada disamping kamu. Kamu jangan segan untuk cerita apapun ke ibu, ibu siap dan pasti akan mendengarkannya." Ujar dian lembut. Dengan hati-hati dian menghapus air mata echa.
....