1 bulan sebelum pernikahan

726 15 0
                                    

Echa terus mencoret tanggal sampai hari H di pernikahannya, kini sudah memasuki bulan ke-5 dan 1 bulan lagi adalah pernikahan dia. Echa tak bisa menerima ini, rasa berat terus menghampirinya hari demi hari mendekati bulan tersebut. Rasanya seperti ia ingin dibunuh bulan itu. Ia tak tau harus meminta tolong ke siapa lagi, ia merasa tuhan mengacuhkan dirinya. Ia sendiri, sendiri menerima penderitaan ini, tak ada orang yang memperdulikannya.

Echa duduk di taman belakang kampus, dibawah rindangnya pohon beringin. Ia terus menghirup udara segar, tapi tetap saja dadanya terasa sesak, matanya kini membengkak karena tangis yang tak kunjung berenti, untung keadaan taman di kampus ini sepi hanya ada beberapa orang dan itu pun jaraknya jauh dengan echa. Echa menutup mukanya dengan jaket yang ia bawa, tak mau orang melihat dirinya menangis. Menyesal tidak menyesal echa mengambil keputusan ini, echa sadar ini adalah resikonya, pernikahan ini adalah resikonya.

"Hmm"

Deheman itu sedikit mengejutkan echa, echa berenti menangis dan melihat ke sumber suara.

Dion

Echa melongos "bisa gak tinggalin gue sendirian" pinta echa.

"Lho kenapa? Ini fasilitas kampus kan, gue masih tercatat mahasiswa disini. Bebas dong gue mau duduk dimana aja" tanpa menjawab, echa meninggalkan dion. Sebelum pergi dion menahan lengan echa.

"Gue lagi mau berurusan sama lo ya, gue lagi pengen sendiri"

"Lo mau kemana, udah sini aja. Nangis disini gue gak akan ganggu, disana banyak orang yang ada lo dipertontonin sama dia, mau jadi bahan gosip mereka. Udah sini gue gak akan ganggu" ujar dion sambil menarik echa duduk, echa duduk tapi mengambil jarak dari dion, ia duduk diujung kursi. Echa menutup wajahnya kembali, ia menangis tanpa suara. Dion yang melihat itu prihatin dengan echa dan sangat ingin tau penyebab ia menangis. Ia akan menanyakan hal itu tapi tidak sekarang.

....

"Mau kemana kamu, dim"ujar dian yang sedang berbincang dengan abraham di meja makan ke dimas yang baru saja menuruni anak tangga.

"Mau keluar sebentar ma, dimas pamit ya" kata dimas ke dian dan abraham.

"Dim, tunggu sebentar" kata abraham. Langkah dimas berhenti.

"Duduk dulu" dimas menarik bangku disebelah dian, lalu ia duduk.

"Papa sama mama lagi bicarain acara pernikahan kamu sama echa yang akan digelar bulan depan, mau kan kamu ikut survey tempat acara kamu nanti. Biar kamu bisa nentuin mana yang menurut kamu paling bagus" dimas melengos kesal.

"Gak perduli juga pah, seterah mama sama papa mau bikin konsep kayak gimana. Udah ya pah, ma. Dimas mau pergi dulu"dimas pergi meninggalkan abraham dan dian, dian yang melihat abraham menahan marahnya, mengelus lengan abraham memberi ketenangan.


Dimas mengendarai mobilnya dengan sedikit emosi, mendengar nama echa membuat emosi dimas memuncak dan sialnya dia baru sadar 1 bulan lagi adalah acara pernikahan mereka.

"Shittt" dimas menojok stir mobilnya, lalu membanting stir ke kiri.

Semakin hari dimas dibuat pusing oleh berbagai macam masalah, dari cindy yang hilang tak ada kabar dari sebulan yang lalu, kevin dan reza yang bertengkar memperebutkan 1 wanita yang sama jadi dimas juga yang harus menjadi orang tengahnya untuk memperdamaikan mereka, dan kini papa dan mamanya mengingatkan tentang acara pernikahan itu.

Dimas meraih ponselnya, ia mengetik nama 'cindy' di layar ponselnya ia memencet icon hijau untuk menghubungi cindy dan mustahil, cindy tak mengangkatnya. Dimas membuat asal ponselnya ke belakang jok, ia menarik rambutnya.

abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang