Leo sempat lupa untuk apa dia datang kemari. Pemandangan di bawah sana lah yang membuatnya menjadi seperti itu. Hamparan hijau hutan dan pendar keemasan di cakrawala menarik perhatiannya.
Setelah dia datang ke tempat Gizo, pria itu langsung mengajaknya mendaki. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai puncak. Mereka berdua sama lincahnya. Leo bahkan sempat terperangah melihat Gizo melompat dari atas pohon.
Pria itu terlihat lemah di luar, tapi garang di dalam. Keraguan Leo mulai menghilang terhadap pria di sampingnya ini. Leo mengalihkan penglihatannya ke tembok besar di timur. Sebuah bangunan tinggi yang didominasi oleh warna emas menjulang tinggi menantang awan. Beberapa menaranya bahkan menghalangi cahaya matahari. Itu adalah kediaman sang raja. Jika dilihat dari sini, ada banyak perpaduan warna yang saling berdampingan di dalam tembok. Di sebelah kiri bangunan utama terdapat Coloseum, tempat berlatih. Sedang di sebelah kanannya terdapat perpustakaan istana. Di depan istana terdapat halaman luas yang ditanami bonsai. Tempat itu sering digunakan untuk acara penting seperti penyambutan. Leo hanya pernah ke tempat itu sekali. Leo ingin melihat asrama para Guardian, tapi tidak bisa. Bangunan utama menutupi tempat itu dari pandangannya.
Pandangan Leo beralih ke daerah perbatasan. Di sana ada orang berbaju putih sedang bergerak kesana-kemari. Itu adalah Master Chen--terlihat dari jenghotnya yang menjuntai ke bawah. Dia sedang berjaga di sana. Jika seorang Master sudah turun tangan untuk mengawasi perbatasan, maka status keamanan pasti sudah mencapai level berbahaya. Hanya tinggal menunggu beberapa hari sebelum akhirnya sang raja dipindahkan ke luar istana. Itu yang Leo tahu.
Menyadari Gizo sudah tidak berada di sampingnya, Leo juga ikut berbalik. Itu tadi adalah pemandangan terindah yang pernah dia lihat. Gizo kembali berjalan. Dan dia mengikut di belakangnya.
Tidak ada yang memulai pembicaraan. Gizo bersiul seperti biasa dan Leo tidak tahu harus mengatakan apa. Tidak ada yang menarik perhatiannya, ataupun untuk dibicarakan. Lagipula, pria itu tidak tampak seperti penggosip. Itu bisa dimemgerti karena di sekitar sini memang jarang didatangi orang, ralat, memang tidak pernah. Wajar saja kalau pria itu tidak banyak bicara.
Sebenarnya, dia masih bingung kenapa Gizo membawanya ke puncak gunung Hun. Gunung ini adalah gunung yang paling jarang didatangi orang. Itu karena mitos yang menyelimutinya. Nama Hun diambil dari anak ketiga Cheryl, sang Guardian paling awal. Anaknya itu pernah mencoba membunuh pamannya sendiri--kakak Cheryl--walaupun pada saat itu kedua belah pihak sudah berdamai. Rasa benci terhadap pamannya tidak bisa hilang pada diri Hun. Anak itu berhasil melukai pamannya, luka yang cukup parah. Darah pamannya mengalir menetes ke tanah yang sekarang berubah menjadi gunung itu. Kata orang gunung itu ada karena darah Guardian murni milik pamannya.
Setelah penyerangan itu Cheryl merantai Hun di tiang gaib yang terletak dalam gua di salah satu sisi gunung Hun. Cheryl merantainya sampai kebencian anak itu berubah menjadi sebesar gunung Hun, beberapa orang juga mengatakan kebencian anak itu mengalahkan besarnya gunung itu. Kebencian itu menjadi kekuatan, dan dia berusaha membalas dendam. Bukan pada orang lain, melainkan ibunya sendiri. Tapi, sebelum Hun melakukan itu, dia meninggal karena sihir Pelindung milik Cheryl yang terkenal kuat itu. Tapi, itu hanyalah satu dari sekian banyak kemungkinan lain yang dibicarakan banyak orang.
Setidaknya, itulah yang Leo dengar dari orang-orang penyuka mitos masyarakat di dalam istana. Hozuki salah satunya. Dia bisa mengerti kenapa Hozuki menyukai cerita mitos ataupun sebagainya. Hozuki lahir di tempat ribuan mitos lahir. Jepang.
Leo menoleh ke jalanan ke depan. Tidak ada Gizo di manapun. Hanya ada pepohonan lebat dan udara yang menusuk. Pantas saja dia merasa ada aura kehadiran yang tiba-tiba menghilang. Leo menghentikan langkah, meneliti sekitar dan menghela napas. Tidak ada satu arah pun yang diingatnya untuk kembali ke gubuk kecil Gizo. Semuanya terlihat sama. Pohon dan jalanan berbatu. Tidak ada penunjuk jalan atau arca yang bisa menandai akhir dari jalan monoton itu.
Leo ingin menyalakan api dengan sihirnya. Tapi, dia khawatir Gizo akan datang tiba-tiba dan memergokinya sedang menggunakan sihir Guardian. Pria itu pasti akan langsung menyadarinya. Leo khawatir kalau Gizo akan memberi tahu pihak istana. Dia tidak mau diseret kembali ke istana tanpa hasil apapun. Semua kesusahan ini terjadi karena Esensi-nya yang tak ada dan peraturan istana yang tak memperbolehkan seorang Guardian muda pun keluar. Peraturan yang sama sekali tidak menguntungkan orang sepertinya.
"Hhh... menyebalkan."
Leo menyandarkan tubuhnya ke pohon terdekat. Mendesah pelan lalu mengacak-ngacak surai merahnya.
Kemana perginya dia?
Semak di samping Leo bergerak dan menimbulkan bunyi bergemerisik. Gizo keluar dari sana dengan lima biji buah apel di kedua tangannya. Pisau miliknya di sarungkan di lipatan ikat pinggangnya.
"Maaf aku menghilang tadi. Memang kebiasaanku."
Leo menggerutu kecil. Bahkan, Hozuki yang lebih lebih misterius darinya tidak suka msnghilang saat berjalan bersama orang lain.
"Baiklah, mari kita lanjutkan perjalanan."
***
Leo pikir rasa apel dari gunung Hun berbeda dengan apel biasanya. Tapi, dia salah, rasa apelnya biasa-biasa saja. Sama dengan apel lain yang pernah Leo makan sebelumnya.
"Nak, tolong ambilkan kayu bakar di luar."
Leo menyahut dengan gumaman kecil, lalu langsung keluar. Matanya mencari-cari di antara rimbunan pohon yang--bagi Leo--sama saja. Di sana, di pohon yang lumayan besar, ada seikat besar kayu bakar. Leo mendekati benda itu. Setelah memastikan kalau itu adalah kayu bakar yang dimaksud, Leo berbalik.
Bukannya udara kosong yang ia dapati, melainkan seseorang bertubuh besar dan tinggi yang memakai jubah hitam. Kain jubahnya itu menjuntai sampai bawah seperti gaun. Leo tidak bisa melihat wajah orang itu karena tertutup oleh penutup kepalanya.
"H-halo?"
Orang itu tak menjawab, hanya ada suara napas Leo dan geraman orang itu. Orang itu membuka oenutup kepalanya, dan di saat itu pula lah Leo keliru dengan menyebut sosok di depannya dengan 'orang', Leo lebih memilih menyebutnya 'monster'.
Monster itu memiliki kepala macan besar. Saat dia mengangkat tabgannya untuk mencengkram, Leo dapat melihat cakar yang besar di tangan yang mirip seperti tangan manusia pada umumnya.
Leo pernah mendengar kalau ada monster di gunung Hun. Mereka juga mengatakan bahwa gunung Hun adalah markas penjahat keturunan Hun. Tapi, Leo masih tidak percaya bahwa makhluk seperti itu memang benar-benar ada. Dengan kata lain, nyata, dan bukan omong kosong. Leo sempat mengira Hozuki dan antek-anteknya sudah agak gila. Tapi, sekarang dia menjadi percaya bahwa mereka tidak gila.
Monster itu menyeringai, seriangaian yang penuh teror. "Halo juga."
Suara monter itu lebih mirip mesin mobil yang baru dinyalakan. Penuh dengan geraman hewan. Leo agak kewalahan untuk mengerti apa yang dikatakan oleh monster itu karena semua perkataannya selalu ada geraman.
"Kau tak seharusnya melihatku."
Leo tahu itu adalah ancaman. Instingnya berkata dia harus pergi dari situ sekarang juga. Dan Leo juga tahu, bahwa instingnya tak pernah salah dalam menentukan ancaman atau bukan ancaman.
"Kau tahu 'kan maksudnya?"
Monster itu mengambil sesuatu dari saku belakangnya dan menghunuskan benda itu ke jantung Leo. Dia menutup mata, bersiap menerima apapun yang akan menghantamnya sebentar lagi.
!^^!^^!^^!^^!^^!^^!^^!^^!^^!^^!^^!^^!
Lama updet. Sebenarnya saya males. Soalnya itu pembaca di part lima cuma tujuh belas.
Jadi kali ini saya pengen pembacanya tembus dua atau tiga puluh baru saya mau updet (alasan supaya gak updet)
Udah itu aja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Horoscope Guardian
FantasíaSebuah kejadian membuka ingatan yang tersimpan rapat dalam ingatannya. Kejadian lainnya menguak misteri yang tak pernah tersentuh. Sementara lembaran-lembaran tersebut membuka dendam lama. Dia Leo, seorang Guardian, Sang Penjaga Bintang, dan dia Pa...