Tepat sebelum benda tajam itu membelah tubuhnya menjadi dua, Leo melompat ke samping. Pundaknya membentur batang pohon, dia meringis. Monster itu bergerak lagi. Gerakannya terlalu cepat sehingga mata Leo tidak dapat mengikutinya. Tiba-tiba saja dia sudah berada disamping Leo. Siap dengan pisau pembunuh di tangannya.
Leo menendang kaki monster itu dengan kekuatan penuh. Pisaunya terlepas, menimbulkan bunyi besi yang cukup berisik. Monster itu mengeram marah. Taringnya dinampakkan dan kumis kucingnya berkedut-kedut. Leo menoleh ke belakang, khawatir Gizo akan keluar karena mendengar ada yang berisik di luar.
Tapi, pria itu tidak keluar sama sekali. Leo bingung antara senang atau bingung. Senang karena dia tidak dipergoki sedang berusaha agar tidak dibunuh oleh monster di hadapannya. Dan bingung karena pria itu tak kunjung keluar. Apa dia tuli?
Monster itu melayangkan tinjunya ke perut sang Guardian. Leo yang sedang lengah terkena pukulannya dan terpental ke belakang. Menghancurkan beberapa pohon kecil dan berhenti saat terbentur pohon cemara yang sudah tua. Dia agak khawatir tulang belakangnya patah setelah benturan beruntun itu.
Dengan susah payah Leo bangkit. Berkonsentrasi, dan merapalkan mantra aneh, yang hanya Guardian tahu. Lingkaran Horoscope muncul di hadapannya. Sebilah pedang raksasa perlahan-lahan muncul dari sana.
Leo menarik pedang itu cepat-cepat dan mengibaskannya untuk menghalau serangan yang datang. Suara dentang besi beradu memenuhi udara pagi yang menusuk. Leo mendorong senjatanya lebih kuat, membuat lawannya terjengkang ke belakang. Saat kaki monster itu masih goyah, Leo menjegalnya.
Monster itu jatuh dengan suara berdebuk yang cukup keras. Leo tidak mau melakukan hal ini, tapi dia harus. Dia mengayunkan pedang di tangannya ke dada monster itu. Namun, bilah besi itu berhenti di udara. Ada sihir kuat yang melindungi monster itu.
Asap pekat berwarna hitam mengepul diiringi dengan suara boof, membuat napas Leo sesak. Dia terbatuk, pedangnya jatuh ke tanah dan menghilang dalam partikel-partikel cahaya kecil. Bau asap itu bahkan lebih buruk daripada bau kaus kaki Pelatih Geron. Leo mengibas-ngibaskan tangannya di depan hidung, berusaha menghilangkan asap yang menghalangi pandangannya.
Setelah asap itu menipis, Leo tak mendapati apapun selain rimbunan pohon dan udara kosong. Mata Leo bergerak kesana-kemari, mencari keberadaan monster itu. Tak ada apapun. Dia menghilang.
Suara derak kayu mengalihkan perhatian Leo. Dia menoleh ke belakang, Gizo sedang berada di sana, memandangnya dengan pandangan heran.
"Kenapa lama sekali?" tanya Gizo keheranan. Matanya meneliti Leo dari atas sampai bawah dan tidak menyadari baju Guardian itu yang dipenuhi debu tanah. "Kau main pasir, Nak?"
Leo tertawa garing dan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Walaupun dalam 'penyamaran', dia tidak mau dianggap sedang bermain pasir atau apapun itu yang berbau kekanakan.
"Bukan... aku tadi... tadi aku jatuh. Ya, aku jatuh. Terpeleset. Eh, bukan. Aku tersandung."
Gizo menaikkan salah satu alisnya. Keringat dingin sudah mengalir di pelipis Leo. Dia tahu dia tidak hebat dalam berbohong. Dan dia tidak mau kalau kemampuan berbohongnya terlalu tampak.
"Oh." Gizo berbalik, dengan pandangan yang tenang. "Jangan lupa membawa kayu bakarnya."
"Hah? Iya, iya."
Leo memanggul ikatan kayu itu di pundaknya. Benda itu tidak berat sama sekali. Tidak, bahkan seperempat dari beban yang diangkatnya selama pelatihan pun tidak sampai.
Leo masuk ke rumah terlebih dahulu daripada Gizo. Pria itu masih bersikap biasa walaupun setelah melihat ketangkasan Leo yang tidak biasa. Seakan dia tahu bahwa semua remaja di dunia bisa mengangkat seikat besar kayu bakar di pundak dengan cepat dalam jarak lebih dari sepuluh meter tanpa mengucurkan setetes keringat pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horoscope Guardian
FantasySebuah kejadian membuka ingatan yang tersimpan rapat dalam ingatannya. Kejadian lainnya menguak misteri yang tak pernah tersentuh. Sementara lembaran-lembaran tersebut membuka dendam lama. Dia Leo, seorang Guardian, Sang Penjaga Bintang, dan dia Pa...