11. Penghiyanat Di Surabaya

7 0 0
                                    

6 Oktober 1970, Surabaya. Mr. Cipto Jaya Ningrat.

Aku tidak tahu, apakah aku ini seorang penghiyanat? Disini di Surabaya, disini di 1970 sudah 6 kali terjadi perlawanan revolusi terhadap Jepang, walau sudah 6 kali gagal orang Surabaya masih bandel dan belum jera menembaki tentara Jepang. Aku Cipto.J.N lulusan Politehnik Kyoto jurusan teknik sipil, cita-citaku adalah membuat sebuah bangunan Islamic Center di Surabaya seperti yang dibuat oleh Yordania di Aman. Namun cita-cita itu kandas, Kompeitei memaksaku memata-matai kaum nasionalis, dan apa aku sudah menjadi penghiyanat?

Hari ini 6 oktober di Surabaya turun hujan rintik-rintik menyerupai garis-garis vertikal, aku berdiri di sebuah toko obat milik nyonya Lie, orang-orang Thionghoa memang rajanya kalau masalah ilmu pengebotan, disini aku duduk dikursi kayu yang disediakan didepan toko, dari sini aku bisa melihat bagian dalam toko, toko ini tidak terlalu besar, sederhana, dan bau obat, aku melihat nyonya Lie sedang meminta anak perempuanya bernama Niu untuk membeli cengkeh dan kayu manis di pasar yang tidak jauh dari sini.

Niu berjalan keluar dari toko dan melihatku, dia tersenyum dan segera pegi berlari ditengah hujan gerimis tanpa payung, aku dari dulu sangat menyukai Niu, dia suka tersenyum dan ramah, Niu wanita yang terpelajar, setiap perkataanya selalu saja sopan, kapan aku bisa menikahi perempuan yang terpelajar seperti Niu.

Aku mengejarnya dan ikut berlari bersamanya, ditengah hujan bagai dua burung buraq yang asik terbang ditengah hujan di jalan Firdaus.

Jalan panjang di Curabhaya-down,

Hujan jatuh dijalan-jalan Mojokerto,

50 kilo meter barat daya Surabaya,

Di nomor 324 di 20 Juni 1918,

Jembatan Monokromo dan Jembatan merah di utara,

Diatara dua jembatan itu ada orang-orang yang melantunkan lagu kindungan yang sangat lucu,

Tari remo kemarin dipentaskan untuk menyambut tamu dari Jakarta,

Kemarin aku ada disana,

Tepatnya di Giri Gisik di jalan Lamongan,

Di pasar Turi aku berjalan bersama Niu,

Seorang Jepang bernama Mr.Hiruma menyengolku dan menaikan alis matanya, "kekasihmu?"

Kami berdua menyahut "haik,"

Kata haik mengingtkan kami pada negeri Arab.

"Unto (panggilanku saat anak-anak), sebenarnya ayahku tidak suka denganmu," kata Niu.

"Mengapa begitu?"

"Kau agen Jepang."

"Itu tidak benar," aku terkejut dan menghentikan langkahku.

"Itu yang dikatakan para pasukan revolusi," kata Niu sedih, aku tahu mengapa dia sedih, ayahnya adalah Mr. Lie, Mr.Lie hilang dua bulan yang lalu, bukan hilang kerana ditangkap Kompeitei, tapi hilang karena mengajarkan tehnik pengebotan pada pejuang revolusi di Giri Gisik, kabar ituku dapat dari Hartinii.

"Itu tidak benar," kataku sambil mengelengkan kepala.

"Aku tahu," kata Niu.

Aku berjalan meninggalkan Niu yang menatapku bingung, banyak hal yang sulitku jelaskan dikepalaku, hal-hal itu benar-benar rumit seperti jumlah agregat, berat isi 2200-2500 kg/m3 untuk beton normal, Faktor Air Semen, aturan pengecoran, Surabaya, ludruk, lontong babat, Boso Suroboyoan, Niu wanita yang aku cintai selama ini, Hartini wanita yang paling tidak aku sukai, dan Mika gadis Jepang yang baru satu tahun iniku kenal, Mika..."

Tiba-tiba seorang wanita berseragam militer coklat menarik tanganku, aku melihat rambut pendek dan mata hitamnya, dia adalah Mika salah satu tokoh Fujinkai.

"Aku tadi kerumahmu," kata Mika sambil tersenyum.

"Ada urusan apa?" Kataku menyingkirkan tanganya yang memegang tanganku, aku langusng berjalan meninggalkanya, namun Mika mengikutiku. Aku berusaha berjalan mengelilingi pasar turi, aku ingin agar dia berhenti mengikutiku, namun Mika sangat gigih, "maaf aku harus pergi," aku tidak ingin ada kontak denganya, bila Hartini (seorang tokoh wanita sekaligus salah satu pemimpin revolusi di Surabaya) melihatku bersama Mika yang menjadi tokoh Fujinkai, Hartini akan marah besar, dan mungkin aku akan digantung pasukan revolusi binaannya.

Dua hari yang lalu, disebuah malam yang sunyi aku bertemu dengan Hartini di Giri Gisik, aku menyerahkan beberapa daftar nama orang-orang di Surabaya yang menjadi mata-mata, "Aku punya kabar, Jepang akan membawa senjata menggunkan kereta api, tepat 6 Oktober nanti, tepat saat jam 5 sore," kataku pada Hartini.

"Siapa wanita Jepang yang sering menemuimu?" Tanya Hartini.

"Apa urusanmu?" Balsaku, aku tidak suka kehidupan peribadiku dibawa-bawa.

"Oke, tapi... Kau memang penghiyanat busuk, Kompeitei akan mengantungmu," katanya yang langusng pergi dan menertawakanku.

Alamandra : Terompet EmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang